Liputan6.com, Bali - Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) 2016-2019, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan ada empat sektor yang dapat mendorong Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045.
Empat sektor tersebut adalah manufaktur, ekspor di bidang jasa, ekonomi digital, dan Green Economy (ekonomi hijau). Bambang memaparkan, Indonesia telah berhasil melakukan transformasi ekonomi pada 1990-an.
Baca Juga
"Waktu itu, Indonesia berhasil melakukan transformasi dari sektor primer seperti pertanian, ke sektor sekunder seperti manufaktur,” ujar Bambang dalam acara puncak Indonesia Development Forum di Bali, Senin (21/11/2022).
Advertisement
Bambang menambahkan, pada saat itu kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) hampir menyentuh 30 persen dari PDB. Namun saat ini, PDB dari manufaktur berada di bawah 20 persen dari PDB.
Pencapaian Indonesia tahun itu, Menurut Bambang, menjadi pencapaian yang luar biasa karena Indonesia naik kelas dari low income country menjadi middle income country.
Maka dari itu, Bambang menyarankan agar sektor manufaktur bisa membuat produk dengan tingkat kompleksitas yang tinggi agar dapat mendorong Indonesia kembali naik kelas ke high income country.
“Indonesia menjadi negara dengan cadangan nikel yang banyak. Jadi selain hanya menjual nikel, kita seharusnya membuat produk dengan kompleksitas tinggi dari nikel, misalnya stainless steel. Karena Untuk jadi negara maju, Indonesia harus jadi negara yang punya basic metal yang kuat salah satunya stainless steel,” ujar Bambang.
Perhatikan Ekspor di Bidang Jasa
Bambang juga menekankan saat ini Indonesia masih kurang perhatian pada ekspor di bidang jasa, jika dibandingkan Korea Selatan.
“Di Korea Selatan mereka memiliki Kpop sebagai salah satu ekspor di bidang jasa. Di Indonesia sendiri ada sektor jasa yang potensial yaitu dari pariwisata. Kita juga punya potensi ekspor kultur di Indonesia,” pungkas Bambang.
Bappenas: Registrasi Sosial Ekonomi Bisa Hemat Anggaran 64 Persen
Sebelumnya, Kementerian PPN/Bappenas menilai registrasi sosial ekonomi (Regsosek) bisa menghemat anggaran pendataan hingga 64 persen. Angka ini setara sekitar Rp 7,7 triliun.
Besaran ini mengacu pada data Bappenas terkait anggaran yang diperlukan oleh Kementerian/Lembaga dalam mengumpulkan data. Jika ditotal, jumlahnya mencapai Rp 12,1 triliun.
Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kewilayahan Kementerian PPN/Bappenas Oktoriadi mengatakan penghematan bisa dilakukan karena menganulir berbagai kesamaan data yang diperoleh. Artinya, beban uang negara terhadap pendataan akan semakin ringan untuk sektor pendataan saja.
"Dikumpulkan semua kementerian itu sekitar Rp 12,1 triliun. Kalau kita hitung-hitung dengan hilangkan yang kesamaan tadi, keidentikan tadi, itu kita bisa lakukan mengefisiensi lebih dari 64 persen, jadi anggaran sekitar Rp 4,32 triliun," ujarnya dalam Bincang-bincang Registrasi Sosial Ekonomi, di hotel The Westin Jakarta, Senin (10/10/2022).
Dengan adanya registrasi sosial ekonomi (regsosek), Oktoriadi melihat kalau nantinya kementerian maupun lembaga memiliki beban yang lebih ringan soal pendataan. Misalnya, setiap K/L hanya perlu mengumpulkan data sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
"Artinya apa? Masing-masing kementerian itu hanya mendata yang sudah yang menjadi pokok tupoksi dia. Kalau data-data lain misalnya, kalau regsosek sudah mengumpulkan data, tak perlu lagi data itu dikumpulkan. Mereka yang menjadi (mengumpulkan data) diluar itu yang belum tercakup," terangnya.
Oktoriadi mengatakan kalau ini merupakan salah satu kebijakan yang diambil oleh dewan pengarah yang diketuai Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Sehingga, anggaran untuk mengambil data yang sama di tiap kementerian akan diarahkan sesuai dengan peruntukannya.
"Mungkin kementerian juga tidak perlu data itu, dia bisa mengambil (dari regsosek), kuncinya interoperabilitas, jadi data yang didaparkan itu dibagipakaikan ke semua kementerian," katanya.
Advertisement
85 Persen Data Sama
Pada kesempatan itu, Oktoriadi mengungkap kalau data yang sama yang dikumpulkan kementerian dan lembaga mencapai 51-85 persen. Artinya, jika satu kementerian mengumpulkan data di satu sektor, kementerian lainnya mengumpulkan data di sektor yang sama.
Dengan begitu, bisa disebut ada tumpang tindih data yang dikumpulkan. Alhasil, ada pemborosan anggaran yang dilakukan selama ini karena target pengumpulan data dan jenis data yang dikumpulkan sebetulnya sama.
"Tingkat kesamaan mereka itu artinya dalam hal kalau dilihat dia mempunyai (data) yang sama, yang sama itu mulai dari 51 persen sampai 85 persen sama. Dilakukan beberapa kementerian, tapi yang ditanya sama," kata dia.
"Artinya apa? Sangat terjadi pemborosan-pemborosan, dari data kami yang ada di tahun 2022 ini, yang kami peroleh ada sekitar Rp 12,1 triliun dana hanya untuk mendapatkan data," tambahnya.
Titik Nol Sensus
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut kalau registrasi sosial ekonomi (Regsosek) jadi permulaan baru sensus penduduk. Karena, mencakup berbagai aspek dalam pendataan keseluruhan.
Dengan demikian, Suharso menerangkan kalau regsosek juga bisa jadi salah satu landasan pemberian bantuan sosial. Artinya, pemberian bansos akan lebih tepat sasaran.
"Ini adalah kita lakukan sebuah titik nol sensus untuk dengan teks nya itu sosial ekonomi yang kemudian di filter dengan adminduk, kita akan melihat siapa-siapa orang-orang yang eligible dan tidak eligible untuk memperoleh bantuan pemerintah," tuturnya dalam Bincang-Bincang Registrasi Sosial Ekonomi, di Hotel The Westin Jakarta, Senin (10/10/2022).
Pada konteks ini, berkaitan erat dengan jumlah kayanya data yang dimiliki, termasuk jumlah data center di Indonesia. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, ada sekitar 2.700 data center di Indonesia.
Menurut Suharso, semakin banyak data center, semakin banyak pula model-model data yang dimiliki. Ia berharap, adanya Regsosek bisa menjadi upaya pengkinian data lebih akurat.
"Dapat dibayangkan juga data mengenai sosial ekonomi kita, kalau kita menggunakan 2700 data center itu, bisa tergambarkan seperti apa," kata dia.
"Jadi dengan adanya regsosek ini mudah-mudahan informasi penduduk akan termutakhirkan dan akurat terutama yang berkaitan dengan kualitas desain dan anggaran program yang sesuai dengan kebutuhan target-target pembangunan, dan juga kegiatan untuk melakukan oengendalin dan evaluasi pembangunan," terangnya.
Advertisement
Potensi
Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan Bincang – Bincang Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dengan tema “Pemanfaatan Satu Data untuk Negeri, berbagi Manfaat untuk Kesejahteraan Rakyat”. Tujuannya untuk memahami lebih lanjut potensi pemanfaatan, tata kelola, serta interoperabilitas Regsosek dengan basis data sektoral yang telah ada dalam skema Satu Data Indonesia melalui Pusat Data Nasional.
Acara ini menindaklanjuti arahan Presiden dalam Pidato Kenegaraan RUU APBN Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangan pada tanggal 16 Agustus 2022 yang mengamanatkan pentingnya pelaksanaan Reformasi Perlindungan Sosial diantaranya melalui pembangunan data Registasi Sosial (Regsosek).
“Regsosek akan menjadi basis data yang sangat besar dengan cakupan informasi melebihi 270 juta individu. Data ini merupakan upaya transformasi untuk membangun data sosial ekonomi kependudukan yang menjadi bagian Satu Data Indonesia (SDI)," kata Suharso.
Dia menyebut, pengelolaan Regsosek melalui SDI mengacu pada tata kelola data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dan dibagipakaikan antar instansi di tingkat pusat maupun daerah. Dengan besarnya cakupan dan ukuran data, diperlukan mekanisme pengolahan yang kuat, pengelolaan dan pemutakhiran data yang rutin, dan pemanfaatan yang optimal.
"Bappenas sebagai pengampu Satu Data Indonesia akan mengoordinasikan kementerian dan Lembaga dalam pembahasan mekanisme pemanfataan dan berbagi pakai data lintas sektor," paparnya.