Sukses

Rupiah Perkasa Usai The Fed Rilis Hasil Rapat

Hari ini rupiah berpotensi menguat ke arah 15.630 per dolar AS dengan potensi resisten 15.700 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada Kamis pagi ini. Penguatan nilai tukar rupiah ini terjadi usai dirilisnya risalah pertemuan bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed).

Pada Kamis (24/11/2022), rupiah menguat 51 poin atau 0,32 persen ke posisi 15.636 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.687 per dolar AS.

"Rupiah berpeluang menguat hari ini setelah notulen rapat bank sentral AS dini hari tadi memperlihatkan keinginan para pejabat The Fed untuk menjalankan kenaikan suku bunga acuan yang lebih kecil ke depannya," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Risalah dari pertemuan November The Federal Reserve menunjukkan bahwa sebagian besar pembuat kebijakan di bank sentral sepakat akan segera tepat untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga.

Risalah pertemuan 1-2 November di mana The Fed menaikkan suku bunga utamanya sebesar tiga perempat persen untuk keempat kalinya berturut-turut dalam upaya untuk memerangi inflasi yang tinggi selama beberapa dekade, menunjukkan para pejabat sebagian besar puas bahwa mereka dapat berhenti menaikkan suku bunga besar dan bergerak dalam langkah-langkah yang lebih kecil.

Risalah juga menunjukkan perdebatan yang muncul di dalam The Fed mengenai risiko pengetatan kebijakan yang cepat dapat menganggu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan, bahkan ketika pembuat kebijakan mengakui ada sedikit kemajuan yang dapat dibuktikan pada inflasi dan bahwa suku bunga masih perlu dinaikkan.

"Sikap yang lebih moderat ini mendorong sentimen positif ke aset berisiko termasuk rupiah," ujar Ariston.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah berpotensi menguat ke arah 15.630 per dolar AS dengan potensi resisten 15.700 per dolar AS.

2 dari 5 halaman

4 Hal Ini Pengaruhi Naik Turun Rupiah Terhadap Dolar AS

Nilai tukar Rupiah masih berada di rentang level Rp 15.500 hingga 15.600 per dolar AS hingga saat ini. Meskipun secara fundamental ekonomi Indonesia memperlihatkan kinerja yang cukup baik ternyata hal ini belum mampu menopang penguatan nilai tukar Rupiah.

Pada kuartal III 2022, ekonomi (PDB) Indonesia tumbuh cukup tinggi sebesar 5,72 persen (yoy), yang berarti dalam empat kuartal terakhir tumbuh di atas 5 persen (yoy) secara berturut-turut.

Kepala ekonomi The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip menilai terdapat setidaknya 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, baik dari sisi eksternal maupun internal.

Suku Bunga The Fed yang Tinggi

Pertama, dari sisi eksternal, pergerakan nilai tukar Rupiah selama 2022 lebih dipengaruhi oleh dinamika yang terkait dengan kebijakan suku bunga acuan yang diambil oleh bank-bank sentral negara lain, terutama The Fed Fund Rate (FFR).

Kenaikan FFR secara agresif telah menyebabkan terjadinya capital outflow secara masif dan memperlemah nilai tukar Rupiah.

“Berdasarkan kalkulasi IEI, selama 9 bulan pertama 2022, Indonesia mengalami capital outflow sekitar Rp 161 triliun dari saham dan surat berharga negara (SBN) dibanding posisi pada akhir 202,” kata Sunarsip dalam sebuah diskusi, Sabtu (19/11/2022).

 

3 dari 5 halaman

Interest Rate Indonesia Kurang Menarik

Faktor kedua, masih dari sisi eksternal, IEI menyebut investor portofolio asing masih melihat real interest rate Indonesia kurang menarik, karena beberapa negara emerging market lainnya telah memiliki yang positif seperti Brazil, Meksiko dan China.

“Dengan posisi tersebut, para investor portofolio memiliki lebih banyak opsi dalam menempatkan dananya di luar pasar keuangan Amerika Serikat,” lanjut Sunarsip.

 

4 dari 5 halaman

Pengaruh Demand Valas di Indonesia

Faktor ketiga, Snarsip memaparkan, dari sisi internal pergerakan nilai tukar Rupiah, dipengaruhi oleh demand valas di Indonesia yang masih tinggi sedangkan sisi pasokannya (supply) cenderung stagnan. 

Tingginya capital outflow dan demand valas di dalam negeri belum diimbangi oleh suplai valas yang cukup. Surplus neraca perdagangan yang tinggi, belum cukup kuat untuk mendorong peningkatan posisi cadangan devisa Indonesia karena tingginya demand valas. Keterbatasan suplai valas antara lain tercermin dari indikator loan to deposit ratio (LDR) valas yang meningkat tajam selama 2022.

Kenaikan LDR valas mencerminkan kebutuhan pembiayaan valas tinggi namun suplai valas dari masyarakat terbatas. Selain itu, demand valas juga diperlukan untuk impor, repatriasi, dan pembayaran utang luar negeri (ULN). 

5 dari 5 halaman

Perkembangan Penerbitan Emisi di Pasar Modal Indonesia

Faktor keempat, perkembangan penerbitan emisi efek di pasar modal selama 2022 kurang atraktif dibanding tahun lalu. Hal ini antara lain terlihat nilai emisi efek selama 2022, yang menurun dibanding tahun lalu meskipun jumlah korporasi yang menerbitkan efek baru relatif sama banyaknya dibanding tahun lalu. 

“Penurunan nilai emisi efek baru tersebut terutama terjadi pada IPO dan Right Issue. Selain dari sisi nilai, kurangnya emisi dari emiten big player, big name selama 2022 juga berpengaruh dalam menarik modal asing portofolio masuk ke pasar modal Indonesia,” pungkas Sunarsip.