Sukses

Buwas Bantah Tak Mampu Serap Beras Petani: Kami Siap Walau Anggaran Ngutang

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, mengklarifikasi pernyataan Kementerian Pertanian yang sebut Bulog tak mampu serap beras dari petani.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, mengklarifikasi soal Kementerian Pertanian yang sebut Bulog tak mampu serap beras dari petani. Pria yang akrab disapa Buwas ini menegaskan Bulog justru siap membeli beras tersebut dengan harga komersil yakni Rp 10.200 per kilogram.

“Harga paling besar beli komersial itu Rp 10.200, kita melakukan itu dan pada hari ini pun kita melakukan itu membeli yang harga Rp 10.200, ini kita beli sekarang tapi bukannya kita tidak mau tapi jumlahnya (tidak ada),” kata Buwas saat ditemui usai RDP dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (24/11/2022).

Bahkan, Perum Bulog sudah menyiapkan anggaran untuk membeli stok beras dari Kementerian Pertanian, meskipun anggaran tersebut hasil dari mengutang.

“Waktu itu di dalam forum Rakortas sudah disepakati dan kami siapkan. Bahkan kami siap untuk membelinya bahkan 1 juta pun. Kami siapkan anggarannya walaupun anggarannya ngutang tapi itulah kesimpulan bahwa Bulog siap untuk menyerap dari dalam negeri,” ungkapnya.

Namun hingga kini, kata Budi, rencana penyerapan tersebut tak kunjung terealisasi karena Kementan tidak menepati janji. Untuk menyiasatinya, Perum Bulog telah mencoba melakukan pendekatan kepada pengusaha-pengusaha besar yang menjual beras, tapi mereka tidak mau menjualnya ke perum Bulog.

 

2 dari 4 halaman

Perbedaan Harga

Sebelumnya, dilansir dari keterangan resmi Kementan, Direktur Serelia pada Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Ismail Wahab, menyatakan mengenai penyebab mengapa Bulog belum melakukan penyerapan, hal itu dikarenakan terdapat perbedaan harga antara penggilingan yang memberikan harga sebesar Rp 10.300 dan Bulog yang menerapkan harga Rp 9.700. Disitulah kendala mengapa Bulog belum menyerap.

"Padahal Bapak Presiden meminta Bulog harus membeli dengan harga pasar, yaitu di atas Rp 10 ribu," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Bos Bulog ini berencana akan melakukan impor beras jika Kementerian Pertanian tidak mampu menyediakan stok beras untuk diserap oleh Bulog.

Berdasarkan data perum Bulog per 22 November 2022, Cadangan beras pemerintah (CBP) semakin menipis, yakni stok CBP hanya 426.573 ton.

“Iya (bakal impor) itu kan kita untuk keamanan stok ya, dan keamanan daripada warga kita. Sekarang gini dalam G20 ada kerawanan masalah energi dan pangan. Itu disampaikan juga karena itu kita mengantisipasi,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

DPD Minta Bulog dan Kementan Bersinergi soal Stok Beras

Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mendorong Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog dan kementerian pertanian bersinergi melalukan perluasan jangkauan program Mitra Kerja Pengadaan beras di tingkat petani.

Hal ini disampaikan mantan ketua HIPMI Bengkulu itu untuk merespon pernyataan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyarankan pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri atau impor dengan pertimbangan saat ini hanya 651 ribu ton atau separuh dari target sebanyak 1,2 juta ton.

Sementara di saat yang sama, Kementerian Pertanian memastikan produksi beras nasional dalam kondisi aman hingga akhir tahun. Dengan peluang tambahan stok pada produksi periode Oktober-Desember 2022, Kementan memperkirakan mencapai 5 sampai 6 juta ton beras.

"Baik kementerian pertanian maupun Bulog memiliki tanggungjawab yang sama dalam penyediaan pangan. Kita tidak ingin ego sektoral antara keduanya justru merugikan petani dan masyarakat sebagai konsumen," kata Sultan melalui keterangan resminya pada Selasa (22/11/2022).

Menurut dia, kenaikan harga beras di tingkat petani yang memberatkan Bulog sedikit banyak disebabkan oleh kebijakan pemangkasan subsidi pupuk Kementan melalui Permentan nomor 10 tahun 2022.

Tapi harus diakui juga bahwa sejauh ini Bulog belum efektif melaksanakan program mitra kerja pengadaan di daerah penghasil utama beras.

"Oleh karena itu kami mendorong agar kedua institusi ini bersinergi dengan stakeholder lainnya seperti pemerintah daerah untuk menyatukan data juga persepsi dalam agenda penyediaan pangan bagi masyarakat. Jangan sampai Bulog justru mengimpor beras karena tak tertarik dengan harga beras di tingkat petani dinilai terlalu mahal," jelas Sulatan.

 

4 dari 4 halaman

Beri Insentif

Lebih lanjut, Sultan mengusulkan agar Pemerintah perlu memberikan insentif fiskal bagi para petani secara proporsional untuk menekan biaya produksi petani.

Biaya produksi petani kita masih jauh lebih tinggi dari petani Vietnam dan Thailand, sedangkan produktivitas kita juga masih kalah.

"Sementara gejolak geopolitik dan ancaman perubahan iklim terus mendorong dunia ke tepi jurang krisis pangan dan energi. Pemerintah harus fokus pada upaya penyediaan dan keterjangkauan pangan bagi seluruh masyarakat melalui peningkatan produktivitas dan pemerataan distribusi pangan ke seluruh tanah air," tutupnya.