Sukses

Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Sudah di Atas Pra-Pandemi, Sentuh 6,6 Persen

Sri Mulyani menilai pemulihan perekonomian Indonesia relatif kuat dan cepat dibandingkan negara lain, bahkan beberapa negara lain yang pertumbuhan ekonominya masih lambat.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa perekonomian Indonesia sudah mencapai 6,6 persen. Angka ini di atas level prapandemi Covid-19 atau pada pada 2019.

“Pada sisi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia yaitu 5 persen berturut-turut selama empat kuartal, bahkan kuartal terakhir tahun lalu (2021) juga tumbuh di atas 5 persen. Maka perekonomian Indonesia sudah 6,6 persen di atas prapandemi level yaitu tahun 2019,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa November 2022, Kamis (24/11/2022).

Menkeu menilai pemulihan perekonomian Indonesia relatif kuat dan cepat dibandingkan negara lain, bahkan beberapa negara lain yang pertumbuhan ekonominya masih lambat. Misalnya, Inggris disebut Menkeu sebagai salah satu negara yang paling lambat pertumbuhan ekonominya hingga sekarang.

“Inggris termasuk yang very-very late, sampai hari ini mereka hampir belum pulih pada level pra pandemi level,” ujarnya.

Justru negara emerging dinilai mampu pulih lebih cepat dibanding negara maju. Menkeu menyebut negara maju lainnya seperti Thailand dan Jepang pertumbuhannya masih dibawah pra pandemi level tahun 2019.

Lebih lanjut, Menkeu menjabarkan kinerja perekonomian Indonesia ditopang oleh faktor eksternal yaitu neraca perdagangan. Ekspor Indonesia terus-menerus mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi.

Ekspor pada bulan Oktober 2022 tercatat USD 24,8 miliar meningkat 12,3 persen year on year, kemudian secara akumulatif sebesar 30,97 persen (ytd), dan 0,13 persen (mtm).

“Kita lihat sampai dengan akhir oktober growth-nya (ekspor) 12,3 persen selalu double digit,” ujarnya.

Kemudian, pada saat yang sama impor Indonesia juga meningkat pada Oktober 2022 yakni USD 19,1 miliar alias tumbuh 17,44 persen (yoy), dan secara kumulatif tumbuh 27,72 persen (ytd), namun menurun 3,40 persen (mtm).

“Ini tentu yang menimbulkan suatu dinamika neraca perdagangan Indonesia,” imbuhnya.

Surplus neraca perdagangan Oktober 2022 mencapai USD 5,7 miliar, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Tren surplus terus berlanjut hingga memasuki bulan ke-30. Menurut Menkeu ini hal yang baik, karena menimbulkan dampak yang positif terhadap perekonomian Indonesia.

“Surplus dari neraca perdagangan ini secara kumulatif sudah mencapai USD 45,5 miliar Januari hingga Oktober. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya USD 30,9 miliar,” jelas Menkeu.

Perkembangan positif tersebut dinilai dapat menimbulkan tambahan atau daya tahan terhadap perekonomian Indonesia di tengah gejolak perekonomian global.

2 dari 3 halaman

Kacau, Indonesia Ternyata Terjebak Middle Income Trap 29 Tahun

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas, Suharso Monoarfa mengungkapkan, Indonesia telah terjebak di middle income trap selama 29 tahun.

Ia membandingkan dengan China yang berhasil keluar lebih dulu dari middle income trap dalam waktu sekitar 18 sampai 20 tahun dan Chili yang berhasil keluar dalam waktu 14 tahun.

“Padahal Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah (middle income) lebih dulu dari China pada sekitar 1982-1983. Kemudian kita masuk lagi ke lower income ketika terjadi peristiwa 1997 dan 1998, kita kembali lagi masuk ke middle income kira-kira pada 2002 hingga 2019,” ujar Suharso dalam acara puncak Indonesia Development Forum di Bali, Selasa (22/11/2022).

Dia menjelaskan, berdasarkan pengalaman dan sejarah dari negara-negara tetangga Indonesia, mereka umumnya tidak terlalu lama untuk berada di posisi middle income trap, yakni sekitar 18-20 tahun saja.

“Orang sekarang melihat perkembangan luar biasa, ada Korea Selatan menyusul Jepang, dan kemudian Hongkong, lalu Singapura, kemudian Indonesia. Tetapi, kita masih cukup lama di posisi middle income,” jelas Suharso.

 

3 dari 3 halaman

Banyak Ranjau

Suharso menyebut, middle income itu menarik karena suatu negara seringkali terjebak untuk bisa naik kelas ke tingkat lebih tinggi.

“Banyak ranjaunya di middle income yang membuat negara terjebak, banyak hal yang harus dilakukan untuk naik lebih tinggi. Butuh pertumbuhan rata-rata 6 persen per tahun agar Indonesia bisa keluar dari middle income trap,” kata Suharso.

Adapun menurut Suharso, penyebab negara-negara tetangga lebih cepat keluar dari middle income trap adalah strategi, instrumen, atau kebijakan mereka yang pas dalam industri. terutama industri manufaktur.