Sukses

Sri Mulyani Soroti Dana Pemda Parkir di Bank Naik, Ini Provinsi Tertinggi

Padahal jika dana pemda tersebut bisa disalurkan ke masyarakat, ia mengatakan pemulihan ekonomi bisa terdorong lebih tinggi lagi, terutama di kuartal terakhir tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyoroti kenaikan dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan pada Oktober 2022 sebesar 22,94 persen dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy) menjadi Rp278,73 triliun dari Rp226,71 triliun.

Tak hanya secara tahunan, kenaikan dana pemda ini terjadi pula secara bulanan yakni 24,52 persen (month-to-month/mtm) dari September 2022 yang sebesar Rp223,84 triliun.

"Terjadi kenaikan yang sangat signifikan, kami harap pemda perlu terus mendorong dana ini terutama saat tren ekonomi sudah mulai agak menurun," ucap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: APBN KITA November 2022 di Jakarta, Kamis.

Jika dana tersebut bisa disalurkan ke masyarakat, ia mengatakan pemulihan ekonomi bisa terdorong lebih tinggi lagi, terutama di kuartal terakhir tahun ini.

Masih tingginya saldo dana pemda di perbankan antara lain disebabkan tingginya penyaluran transfer ke daerah (TKD) pada bulan lalu. Namun demikian, pendapatan yang tinggi dari penyaluran TKD itu belum diikuti dengan serapan belanja yang optimal.

Kontribusi penyaluran TKD tertinggi pada Oktober 2022 terdiri dari penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) (termasuk kurang bayar DBH) sebesar Rp 50,7 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik (batas salur tahap II di bulan Oktober) Rp13,8 triliun, serta DAK Non Fisik Rp20,3triliun.

Menurut Bendahara Negara tersebut, dana pemda tertinggi yang masih ada di perbankan yaitu di Jawa Timur, yang kemudian disusul Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, dan Papua.

Sementara dana pemda yang paling sedikit ada di Sulawesi Barat. "Ke depan kita harus lebih teliti lagi apakah dana pemda di perbankan ini sifatnya temporer atau permanen," ungkapnya.

2 dari 3 halaman

Belanja Negara Capai Rp 2.351 Triliun

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mencatat realisasi belanja negara hingga akhir Oktober 2022 sudah mencapai Rp 2.351 triliun atau 75,7 persen dari pagu belanja negara di dalam Perpres 98 tahun 2022 sebesar Rp 3.106,4 triliun.

“Kita lihat belanja negara sampai dengan akhir Oktober telah mencapai Rp 2.351,1 triliun. Ini adalah 75,7 persen dari total belanja yang sudah dalam undang-undang APBN. Jadi UU APBN itu sudah memandatkan alokasi anggaran,” kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KITA November 2022, Kamis (24/11/2022).

Untuk rinciannya dari Rp 2.351 triliun, diantaranya belanja Kementerian lembaga sudah mencapai Rp 754,1 triliun atau 79,7 persen terhadap APBN. Anggaran ini telah dimanfaatkan untuk belanja pegawai, kegiatan operasional K/L, penyaluran berbagai bantuan sosial maupun dari sisi belanja modal seperti peralatan.mesin, jalan, jaringan, dan irigasi.

 

3 dari 3 halaman

Belanja Lainnya

Sementara, untuk belanja non Kementerian Lembaga telah realisasi sebesar Rp 917,7 triliun atau 67,7 persen terhadap APBN. Utamanya anggaran ini dimanfaatkan untuk penyaluran subsidi, kompensasi BBM dan listrik.

“Ini menjadi yang dominasi dari shock absorber (subsidi BBM dan Listrik) APBN Kita. Sedangkan yang relatif stabil itu seperti pembayaran pensiun (termasuk THR dan pensiun 13), serta jaminan kesehatan ASN,” ujarnya.

Selanjutnya, transfer ke daerah (TKD) sudah mencapai Rp 679,23 triliun atau 84,4 persen terhadap APBN. Sebagian besar jenis TKD mengalami kenaikan kinerja penyaluran yang disebabkan kepatuhan Pemerintah Daerah yang lebih baik.

Sedangkan, untuk pembiayaan investasi sudah mencapai Rp 77,92 triliun. Utamanya pembiayaan investasi sektor infrastruktur khususnya dalam penyelesaian proyek strategis nasional dan pembiayaan sektor perumahan.

“Kalau kita lihat APBN kita sekarang, di satu sisi kondisi ekonomi kita membaik, ekspor membaik, di sisi lain dari guncangan volatilitas keuangan global memberikan pengaruh, APBN menjadi shock absorber yang diandalkan oleh masyarakat dan perekonomian, ini bisa dari sisi belanja, penerimaan, maupun sisi pembiayaan,” pungkas Menkeu.