Sukses

Awas, UMP 2023 Bisa Picu Gelombang PHK

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dinilai jadi imbas penetapan UMP yang terlalu tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok pengusaha menyatakan keberatannya soal penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2023 yang mengacu pada Permenaker 18/2022. Bahkan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dinilai jadi imbas penetapan UMP yang terlalu tinggi.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang mengungkap ada peluang terjadinya gelombang PHK tersebut. Maka, Sarman menyebut kalau kenaikan upah seharusnya sesuai dengan kemampuan pengusaha sebagai pemberi upah.

"Pertama, pengusaha yang rencananya tahun depan mau merekrut karyawan baru itu bisa tertunda atau bisa dihilangkan nah itu kan kesempatan bagi pengangguran pengangguran kan jadi ruang kerjanya jadi berkurang. Itu satu," kata dia saat ditemui di Menara Kadin Indonesia, Selasa (29/11/2022).

"Yang kedua, bisa saja akan melakukan rasionalisasi yaitu pengurangan karyawan atau bahkan PHK dalam hal ini," sambungnya.

Selain itu, ada dampak lainnya yang bisa terimbas dari kenaikan UMP 2023 saat ini. Sebagai contoh, kenaikan upah DKI Jakarta yang menyentuh 5,6 persen. Sementara, Kadin DKI Jakarta meminta kenaikan upah sebesar 5,11 persen.

Tapi, dari situ, Sarman memandang dampak-dampak lainnya tak dipungkiri bakal dirasakan. Salah satunya soal kemungkinan relokasi pabrik dari besaran UMP yang tinggi ke lokasi yang lebih rendah upahnya.

"Yang ketiga, pemindahan pabrik bisa terjadi itu mencari UMP yang lebih rendah. Katakanlah di Jawa Barat saja jomplang itu antara bekasi tangerang garut misalnya itu jauh umpnya itu juga sesuatu yang kita khawatirkan dalam hal ini," ujarnya.

"Jadi kita sangat berharap supaya angka dari pada kenaikan UMP ini betul betul memang sesuai dengan kemampuan dunia usaha," tambah dia.

 

2 dari 4 halaman

Digugat Pengusaha

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama 9 asosiasi pengusaha lainnya resmi menggugat aturan tentang upah minimum 2023 ke Mahkamah Agung. Aturan itu adalah Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum 2023.

Langkah ini diungkap Kuasa Hukum Apindo, Denny Indrayana dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm. Gugatan pembatalan Permenaker 18/2022 dilakukan pada Senin, 28 November 2022.

"Permohonan keberatan tersebut telah dibayarkan biaya perkaranya, dan tinggal menunggu proses administrasi di Mahkamah Agung, sebelum disidangkan," ujar Denny dalam keterangannya, Senin (28/11/2022).

Denny menuturkan, pihaknya ditunjuk menjadi kuasa hukum dari 10 asosiasi pengusaha. Yakni, Apindo, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), dan Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI).

Kemudian, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpuman Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (HIPPINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

 

3 dari 4 halaman

Aturan Yang Disebut Melanggar

Dalam permohonan uji materinya, yang setebal 42 halaman, disertai 82 alat bukti, Denny menguraikan secara rinci dalil-dalil uji materiil dan formil mengapa Permenaker 18 Tahun 2022 harus dibatalkan oleh MA. Ada enam peraturan perundangan termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi yang dilanggar oleh Permenaker 18 Tahun 2022.

Yakni, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan ("PP Pengupahan"), Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja.

Lalu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, serta Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022.

"Pada intinya, INTEGRITY menegaskan bahwa Permenaker 18 Tahun 2022 menambah dan mengubah norma yang telah jelas mengatur soal upah minimum di dalam PP Pengupahan, sehingga Permenaker tersebut nyata-nyata bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Kemnaker Pastikan Permenaker 18/2022 Sesuai dengan Undang-Undang

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Upah Minimum 2023 telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Alasannya, sudah melalui langkah harmonisasi regulasi.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri menegaskan hal tersebut.

"Tentu sudah memenuhi kaidah hukum dan sudah melalui proses harmonisasi regulasi," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (29/11/2022).

Dia menuturkan kalau Permenaker 18/2022 ini dikeluarkan dalam merespons berbagai keberatan yang disampaikan kelompok buruh. Terutama, terkait formula penghitungan besaran upah minimum provinsi atau UMP 2023.

Diketahui, melalui aturan baru ini, pemerintah mengatur kenaikan upah minimum 2023 maksimal sebesar 10 persen dari upah saat ini. Kendati, pengusaha dan buruh dalam hal ini memiliki pandangan masing-masing.

"Niatan Permenaker 18/2022 diterbitkan adalah untuk menjaga daya beli pekerja/buruh sekaligus kerberlangsungan usaha. Lagi pula Permenaker ini adalah upaya Pemerintah dalam merespon aspirasi banyak pihak yang keberatan dengan formula Upah di PP 36/2021," tuturnya.

Dalam konteks ini, Indah menegaskan kalau upah minimum ini hanya berlaku bagi pekerja yang baru masuk. Bisa dikatakan, besaran ini tentunya sebagai jaring pengaman bagi pekerja atau buruh yang baru mendapatkan pekerjaan.

"Ingat bahwa kebijakan Upah Minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh yg baru masuk atau mulai bekerja dan atau pekerja/buruh dengan masa kerja 1 tahun ke bawah," sambungnya.