Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terus mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik termasuk industri baterai lithium. Sebagai salah satu negara yang memiliki bahan baku baterai listrik terbesar di dunia, Luhut tak ingin Indonesia kalah dari Thailand dan Vietnam.
Menko Luhut pun terus mendorong pengembangan industri yang menjadi penopang industri ini. "Kita sudah sangat maju, tidak boleh Thailand ataupun Vietnam menang dari kita," ujar Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2022, Rabu (30/11/2022).
Baca Juga
Pernyataan optimis tersebut lantaran Indonesia memiliki bahan mentah (raw material) melimpah, sekaligus untuk lithium akan dipasok dari Australia.
Advertisement
Meski di satu sisi optimis, Luhut tidak menampik jika Indonesia kerap kalah saing dari dua negara tetangga tersebut jika menyinggung soal kebijakan.
"Kadang-kadang kebijakan kita kalah, makanya Kamis ini saya akan bicara mengenai ini untuk menyelesaikan dengan Menteri investasi ini biar tuntas," ungkapnya.
Perlu diketahui, pembangunan pabrik baterai lithium sudah dibangun di Morowali, Sulawesi Tengah.
Erick Thohir: Banyak Perusahaan Tertarik Investasi Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap banyak perusahaan yang berminat investasi pengembangan baterai kendaraan listrik di Indonesia. Menyusul, hilirisasi minerba yang dilakukan indonesia, salah satunya ekosistem kendaraan listrik.
Dalam hal ini, perusahaan pelat merah mengambil peran sentral dengan adanya Indonesia Battery Corporation (IBC). Ya, IBC merupakan perusahaan patungan antara Holding BUMN Pertambangan atau MIND ID, PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Di samping itu, Erick Thohir mengapresiasi adanya Green Fund yang diinisiasi dalam G20. Ini merupakan wadah pendanaan untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Ini juga buah kerja sama antara Indonesia Investment Authority (INA), Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL) dan CMB International Corporation Limited (CMBI).
"Kekayaan nikel kita adalah modal untuk pengembangan supply chain EV battery dari hulu ke hilir. Sejak Indonesia mengambil kebijakan hilirisasi industri minerba, salah satunya fokus pengembangan industri EV battery, banyak perusahaan internasional yang ingin menjajaki kerjasama dengan Indonesia. Karena itu, keterlibatan dan kepercayaan INA, CATL dan CMBI dalam pengembangan EV battery, harus kita apresiasi," ujar Erick dalam keterangannya, Kamis (17/11/2022).
Untuk diketahui, Nota Kesepahaman yang ditandatangani terkait Green Fund sekitar USD2 miliar atau sekitar Rp 31 triliun. Fokusnya untuk membangun rantai nilai dari hulu hingga hilir bagi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terutama di Indonesia.
Langkah ini juga jadi bentuk dukungan keberlanjutan dan komitmen Indonesia mencapai target Net Zero Emission pada 2060.
Green Fund akan menjadi platform khusus untuk menangkap peluang investasi dalam ekosistem EV yang sedang berkembang. Indonesia memiliki posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok EV global, mengingat seperempat dari cadangan nikel dunia ada di Indonesia. Nikel merupakan bahan utama dalam produksi baterai.
Advertisement
IBC Kejar Peluang
Menangkap peluang tersebut, Kementerian BUMN bersama empat BUMN sektor pertambangan dan energi, yakni Holding Industri Pertambangan - MIND ID, PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) telah mendirikan PT Industri Baterai Indonesia/Indonesia Battery Corporation (IBC) di kuartal pertama tahun 2021 lalu.
IBC diamanahkan untuk fokus pada pengelolaan ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik (Electric Vehicle Battery) yang terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memaksimalkan potensi sumber daya mineral di Indonesia.
Guna memperkuat ekosistem yang dibangun, IBC dan ANTAM menjalin kolaborasi dengan pemain baterai global melalui penandatanganan Framework Agreement pada 14 April 2022 untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik (EV battery) terintegrasi. Perkiraan total nilai investasi dari mitra global ini mencapai sebesar USD15 Miliar atau setara dengan Rp215 Triliun.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com