Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengungkapkan bahwa dia akan melakukan perjalanan ke Beijing, China pekan depan dalam rangka mendesak tindakan pada peringanan utang bagi negara-negara miskin dan berkembang.
Dikutip dari US News, Jumat (2/12/2022) IMF mengatakan, pertemuan yang nantinya dihadiri pimpinan lembaga-lembaga internasional itu akan berfokus pada ekonomi China, Covid-19 dan kebijakan keringanan utang.
Baca Juga
Pertemuan itu juga akan melibatkan pejabat dari China Development Bank dan Export-Import Bank of China.
Advertisement
"Ini adalah pertama kalinya, mudah-mudahan, kita dapat duduk bersama dan membahas masalah yang sangat mendesak yang dihadapi China, dan dunia," kata Georgieva dalam konferensi NEXT.
Georgieva menjelaskan, bahwa selama pertemuan di Beijing nantinya dia bermaksud untuk membahas cara-cara untuk mempercepat partisipasi China dalam penghapusan utang bagi negara-negara miskin dan berkembang sebagai kreditur bilateral resmi terbesar di dunia.
"Saya sangat berharap bahwa ketika kita memiliki kesempatan pekan depan untuk membahas masalah ini, kita akan terus mencari solusi yang lebih baik dan memperkuat kapasitas kerangka kerja bersama untuk mewujudkannya," ujar Georgiva, mengacu pada lambatnya perkembangan negara-negara G20 untuk meluncurkan kerangka kerja restrukturisasi utang bersama.
Ketika ditanya apakah pertumbuhan China yang melambat akan mempengaruhi keputusan pengurangan utang, Georgieva menjawab, dia berharap China akan bertindak diluar "kepentingan pribadi" dan berusaha untuk mencegah masalah utang di negara-negara berkembang yang semakin dalam dan meluas ke krisis utang global.
Karena, menurutnya, krisis utang dapat menambah beban pada negara peminjam, tetapi juga akan berdampak negatif pada negara kreditor, terutama China.
Â
IMF Yakin China Masih Bisa Bantu Pertumbuhan Ekonomi Global
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, pembatasan Covid-19 di China dan gejolak di sektor propertinya telah memungkinkan tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan China kembali ke 3,2 persen untuk tahun depan – hampir di atas rata-rata global dan fenomena yang tidak terlihat selama 40 tahun terakhir.
"Kami mengandalkan China untuk peningkatan pertumbuhan global yang signifikan," kata Georgieva.
"Sekitar 35 persen hingga 40 persen dari pertumbuhan global dulunya berasal dari pertumbuhan China dan ini tidak terjadi sekarang, dan tidak akan terjadi tahun depan," jelasnya.Â
Advertisement
Bank Dunia Peringatkan Utang Negara Miskin Sudah Capai Rp 956,6 T
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan bahwa negara-negara termiskin di dunia sekarang berutang sebesar USD 62 miliar atau sekitar Rp 956,6 triliun, kepada kreditur bilateral.
Angka itu menandai kenaikan utang hingga 35 persen selama setahun terakhir. Malpass pun memperingatkan peningkatan risiko gagal bayar.
 "Saya khawatir tentang proses gagal bayar yang tidak teratur di mana tidak ada sistem untuk benar-benar mengatasi" utang untuk negara-negara miskin, kata Malpass dalam konferensi NEXT di New York, dikutip dari US News, Jumat (2/12/2022).
Malpass mengungkapkan bahwa dua pertiga dari beban utang negara-negara miskin ini sekarang berhutang ke China.
Selain itu, Presiden Bank Dunia juga prihatin dengan penumpukan utang di negara maju seperti Amerika Serikat, karena menarik lebih banyak modal dari negara berkembang.
"Dan begitu suku bunga naik, layanan utang naik untuk ekonomi maju, dan itu membutuhkan modal dalam jumlah besar dari negara lainnya d dunia," ungkapnya.
Dalam kesempatan, Malpass juga mengatakan bahwa dia akan mengikuti sebuah pertemuan di China pekan depan dengan pimpinan lembaga internasional lainnya dan otoritas China untuk membahas pendekatan negara tersebut terhadap keringanan utang untuk negara-negara miskin, kebijakan Covid-19, serta gejolak sektor properti, dan masalah ekonomi lainnya.
"China adalah salah satu kreditur besar, jadi...sangat penting bagi China untuk terlibat dalam masalah ini dan memikirkan ke mana dunia akan pergi dan tanggap untuk bekerja dengan apa yang perlu dilakukan guna mencapai keberlanjutan bagi negara-negara tersebut," pungkasnya.
Utang Luar Negeri Indonesia Turun di Kuartal III 2022, Jadi Cuma USD 394,6 Miliar
Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal III 2022 kembali menurun. Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir kuartal III 2022 tercatat sebesar USD 394,6 miliar, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada kuartal II 2022 sebesar USD 403,6 miliar.
Dilansir dari laman Bank Indonesia, Selasa (15/11/2022), penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta.
Secara tahunan, posisi ULN kuartal III 2022 mengalami kontraksi sebesar 7,0 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,9 persen (yoy).
Sementara, ULN Pemerintah pada kuartal III 2022 masih melanjutkan penurunan. Posisi ULN Pemerintah pada kuartal III 2022 sebesar USD 182,3 miliar, lebih rendah dari posisi ULN pada kuartal II 2022 yang sebesar USD 187,3 miliar.
Secara tahunan, ULN Pemerintah mengalami kontraksi 11,3 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 8,6 persen (yoy).
Penurunan posisi ULN Pemerintah tersebut disebabkan oleh perpindahan investasi pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen lain, sehingga mengurangi porsi kepemilikan investor nonresiden pada SBN domestik seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Adapun pelunasan atas beberapa pinjaman program dan proyek yang jatuh tempo juga turut mendukung penurunan ULN Pemerintah pada periode laporan. Sementara itu, penarikan ULN pada kuartal III 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah, termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Advertisement