Sukses

Ternyata Ini Tujuan OJK Wajibkan Pinjol Setor Modal Rp 25 Miliar

Ternyata dari 102 penyelenggara pinjaman online (pinjol) terdaftar, sebanyak 61 masih mengalami kerugian.

Liputan6.com, Bogor - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK 10/2022 tentang Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, menetapkan penyelenggara pinjaman online alias pinjol (fintech peer to peer lending) harus menyetorkan modal sebesar minimal Rp 25 miliar.

“Dalam tiga tahun ke depan, semua P2P Lending minimal ekuitasnya Rp 25 miliar,” jelas Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono dalam acara di Bogor, Jumat (3/12/2022).

Dia mengatakan jika penetapan modal ini merupakan salah satu upaya pembenahan OJK terhadap keberadaan P2P lending.  "Aturan ini sangat ketat. Kita lihat mana yang survive dan mana yang tidak," katanya.

Awalnya, dikatakan Ogi, modal yang harus dimiliki pinjol hanya sebesar Rp 2,5 miliar. Ternyata besaran ini masih mampu dipenuhi penyelenggara pinjol sehingga jumlah P2P ini terus tumbuh.

Hingga akhirnya diputuskan modal yang harus disetor sebesar Rp 25 miliar. Ini pun bisa menjadi syarat bila nanti OJK membuka aturan moratorium yang sudah berlaku sejak 2020 lalu.

"Kalau kita buka moratorium, minimal modal disetor Rp 25 miliar. Ini adalah proses kompetisi secara alamiah, apakah dari 102 akan bertahan semua atau ada yang tidak memenuhi. Moratorium kapan dibuka, masih kita lihat lagi," tegas dia.

Sesuai POJK, Penyelenggara LPPBTI harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp 25 miliar. Selain itu, penyelenggara pinjol juga diwajibkan memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar.

2 dari 2 halaman

Masih Rugi

Pada kesempatan ini, Ogi mengungkapkan dari 102 penyelenggara pinjaman online (pinjol) terdaftar, sebanyak 61 masih mengalami kerugian. Selain itu, 3 pinjol masih mencatatkan ekuitas yang negatif. 

"Profitabilitas P2P lending masih berada dalam zona negatif yang cukup dalam. Beberapa perusahaan di Fintech P2P juga memiliki beban operasional yang cukup tinggi dan bahkan berada di atas level 100 persen," kata dia.

Memang diakui bila bisnis model pinjol akan lebih dulu merugi pada 2 tahun pertama. Di sini, angka modal Rp 25 miliar bisa membantu kerugian tersebut. "Maka kita alokasikan 50 persen untuk menyerap tahun pertama," ungkapnya.

Diakui bila sejatinya, industri pinjol mempunyai potensi yang besar untuk tumbuh. Berdasarkan pantauan di lapangan itu karena masih banyak masyarakat yang belum terlayani lembaga jasa keuangan (LJK) yang sudah ada seperti perbankan. Sehingga  pinjol masuk dan menjadi pilihan masyarakat.

Dia berharap dengan pengaturan keberadaan pinjol ini tidak sesaat. "Bukan hanya euforia yang muncul, kemudian tiba-tiba hilang begitu saja," jelas dia.