Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah negara di dunia diramal akan mengalami resesi di 2023. Negara yang bakal mengalami resesi adalah negara maju. Sedangkan Indonesia diramal tak akan masuk jurang resesi tahun depan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, potensi resesi akan dialami oleh negara maju. Sebaliknya, Indonesia justru akan terhindar.
Baca Juga
"Resesi ekonomi kemungkinan besar di negara-negara maju, Apakah di Eropa dan kemungkinan juga pertumbuhan yang makin lambat di Amerika Serikat kalau saya melihat. Sebaliknya di Indonesia ekonomi (2023) bida di atas 5 persen," ujarnya dalam webinar Launching Aplikasi Otomasi/Informasi, Jakarta, Senin (5/12/2022).
Advertisement
Peluang besar terjadinya resesi di negara maju ditandai dengan masih tak terkendalinya laju inflasi hingga memasuki akhir tahun 2022. Hal ini mengakibatkan bank sentral negara maju, termasuk The Fed untuk terus mengerek suku bunga acuan.
"Kapan terakhir Anda melihat negara-negara maju mengalami tingkat inflasi double digit? apa yang sekarang terjadi," ungkapnya.
Sementara itu, Indonesia justru berhasil mempertahankan tren pemulihan ekonomi pasca terdampak pandemi Covid-19. Hal ini ditandai dengan masih terkendalinya laju inflasi meski cenderung mengalami kenaikan dalam beberapa waktu ini.
Selain itu, kinerja sektor UMKM juga terus mengalami perbaikan seiring pulihnya permintaan dari dalam negeri. Hal ini berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional lantaran kontribusi besar UMKM terhadap PDB maupun penciptaan lapangan kerja di dalam negeri.
"Dengan pulihnya UMKM dan perekonomian daerah kemudian menumbuhkan keuntungan multiplier effect (efek berganda) bagi ekonomi nasional," tutupnya.
Ketua DPD RI Nilai Resesi Dunia Bisa Jadi Peluang bagi Indonesia
Dunia disebut sedang menuju ketidakpastian ekonomi global. Ancaman yang muncul adalah resesi, tingginya inflasi, pelambatan bahkan pelemahan ekonomi. Resesi tahun 2023 pun diprediksi akan berlangsung cukup lama dan akut jika dibandingkan resesi 1998 dan 2008.
Namun, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai ancaman resesi merupakan tantangan sekaligus peluang besar bagi Indonesia.
"Untuk menjawab tantangan, Indonesia harus membentuk kekuatan berbagai komoditas pangan yang bisa masuk ke negara-negara lain yang terdampak. Tingginya kebutuhan pangan itu merupakanpeluang kita," ucap LaNyalla, Minggu (4/12/2022).
Dijelaskannya, dalam prediksi BI, negara-negara besar seperti Amerika dan Eropa terjadi pelambatan. Probabilitas terjadinya resesi di AS sudah mendekati 60 persen, demikian juga di Eropa. Pemicu utamanya adalah harga energi dan bahan makanan yang tinggi, serta kebijakan moneter yang semakin mengetat.
"Di situlah potensi Indonesia menjadi negara penyuplai pangan sangat terbuka lebar. Asalkanpemerintah serius serta didukung dengankebijakan makro dan mikro," tukas LaNyalla.
Menurutnya, peluang tersebut juga akan mampu menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional. Otomatis dengan hal itu, Indonesia bisa menghadapi gejolak resesi, sekaligus memiliki fundamental ekonomi yang kuat.
"Kekuatan ekonomi itu bisa digunakan untuk menarik arus investasi dari negara-negara yang mengalami krisis. Karena di masa-masa krisis, investor akan mencari tempat investasi yang lebih stabil,” tukasnya.
Advertisement
Tetap Optimistis
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Indonesia harus tetap optimis pertumbuhan ekonominya bisa terus tumbuh positif, di tengah ekonomi global yang diprediksi 2023 akan bergejolak.
“Saya tidak ingin menyampaikan hal-hal yang menyebabkan kita pesimis, artinya saya tidak ingin cerita lagi kalau dunia baru kena ini, baru kena itu. Memang itu betul, faktanya seperti itu. Tapi saya tidak akan cerita lagi, saya ingin cerita yang optimis-optimis,” kata Jokowi dalam Rapimnas Kadin, Jumat (2/12/2022).
Bahkan, managing IMF sendiri menyampaikan bahwa Indonesia ini adalah titik terang ditengah kesuraman ekonomi global.
“Hati-hati di tengah kesuraman ekonomi global Indonesia adalah titik terangnya. Dia yang ngomong seperti itu,” ujar Jokowi.
Alasan IMF menyebut ‘Indonesia titik terang di tengah kesuraman ekonomi global’, karena dilihat dari angka-angka pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil dan positif dibanding negara lain.
“Apa alasannya dia berbicara seperti itu? karena dia baca angka-angka, coba dilihat inflasi kita terjaga 5,7 persen Dunia sudah di atas 10-12 persen bahkan ada yang sudah lebih dari 80 persen. Kenapa kita harus pesimis kalau angkanya terjaga seperti itu, kita harus optimis,” ujarnya.
Apalagi pada kuartal III pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,72 persen. Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi menjadi 3,2 persen, justru Indonesia masih tumbuh positif. Artinya, tidak ada alasan untuk pesimis di tahun depan.
“Kuartal ketiga kita tumbuh 5,72 persen. Proyeksi untuk dunia di Tahun 2022 3,2 persen, kita tumbuh 5,72 persen. Kenapa kita tidak optimis dengan angka-angka itu harus optimis,” ungkap Jokowi.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com