Sukses

Inggris Bakal Tambah Suku Bunga jadi 3,5 Persen Usai Inflasi Terbang Tertinggi 41 Tahun

Bank of England (BoE) diperkirakan akan menaikkan suku bunga menjadi 3,5 persen poin persentase, didorong oleh lonjakan inflasi tertinggi dalam 41 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Bank of England (BoE) atau Bank Sentral Inggris diperkirakan akan menaikkan suku bunga menjadi 3,5 persen poin persentase atau lebih pekan depan.

Tetapi pembuat kebijakan tampaknya masih berbeda pendapat tentang berapa banyak pengetatan yang diperlukan untuk menjinakkan inflasi karena ekonomi negara itu yang mendekati resesi.

Mengutip US News, Kamis (8/12/2022) pasar keuangan saat ini memiliki peluang 78 persen bahwa BoE akan menaikkan suku bunga setengah persentase poin menjadi 3,5 persen pada 15 Desember, dan peluang 22 persen untuk naik menjadi 3,75 persen.

Kekhawatiran langsung bank sentral adalah inflasi harga konsumen Inggris, yang telah mencapai 11,1 persen pada Oktober 2022, angka tertinggi sejak 1981 dan jauh melebihi target 2 persen BoE.

Bulan lalu, Gubernur BoE Andrew Bailey mengatakan kenaikan suku bunga lebih lanjut kemungkinan diperlukan, meskipun lebih sedikit dari harga pasar keuangan sebelum pertemuan itu, ketika investor memprediksi suku bunga Inggris akan mencapai 5,25 persen pada pertengahan 2023.

"Menurut kami, kenaikan 50 basis poin tampaknya mungkin terjadi," kata ekonom Investec Philip Shaw. "BoE telah memperjelas bahwa inflasi terlalu tinggi. Ini mengkhawatirkan ketatnya pasar tenaga kerja. Dan ada risiko besar pada proyeksinya."

Bailey mengatakan warga Inggris harus menerima penurunan standar hidup karena guncangan harga energi, tetapi negara itu berada di tengah gelombang aksi industri karena serikat pekerja berusaha membatasi dampak pada anggotanya.

Pada 3 November 2022, BoE memperkirakan Inggris telah memasuki resesi dan akan berlangsung hingga akhir tahun depan.

Pasar keuangan saat ini melihat suku bunga BoE akan memuncak di 4,75 persen pada pertengahan tahun depan, sementara HSBC meramal suku bunga bakal mematok di 3,75 persen pada Februari 2023 mendatang.

2 dari 4 halaman

Ramalan OECD, Ekonomi Inggris Paling Terpuruk di Antara Negara G7 di 2023

Badan internasional Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) memprediksi bahwa ekonomi Inggris akan mengalami pukulan terbesar dari krisis energi global daripada negara-negara maju lainnya. 

Dilansir dari BBC, Rabu (23/11/2022) OECD meramal ekonomi Inggris akan berkontraksi lebih besar daripada negara lain di kelompok G7 (AS, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang) pada tahun 2023 mendatang.

OECD memperkirakan ekonomi Inggris bakal menyusut 0,4 persen pada 2023 diikuti oleh pertumbuhan yang hanya di 0,2 persen pada 2024.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi di AS dan zona euro akan melemah, tetapi Jerman adalah satu-satunya negara ekonomi utama lainnya yang diperkirakan akan menyusut. 

Produk domestik bruto (PDB) Jerman diperkirakan akan menurun 0,3 persen

Sementara itu, laporan terbaru OECD memprediksi kekuatan negara-negara berkembang, ekonomi dunia akan tumbuh sebesar 2,2 persen tahun depan.

Tetapi OECD memperingatkan, perang Rusia-Ukraina akan mempengaruhi ekonomi secara tidak merata, dengan negara-negara Eropa menanggung beban terberat dari dampak pada bisnis, perdagangan dan lonjakan harga energi.

Sebaliknya, Office for Budget Responsibility (OBR) pekan lalu memperkirakan ekonomi Inggris akan menyusut 1,4 persen tahun depan, meskipun juga memperkirakan pertumbuhan yang lebih kuat, sebesar 1,3 persen pada tahun 2024.

Produk domestik bruto (PDB) Jerman diperkirakan akan menurun 0,3 persen

Dari kelompok negara-negara G20, Rusia, yang dikenai sanksi ekonomi oleh Barat, diprediksi bernasib lebih buruk daripada Inggris, sebut OECD.

"Penargetan yang lebih baik dari langkah-langkah untuk meredam dampak dari harga energi yang tinggi akan menurunkan biaya anggaran, mempertahankan insentif yang lebih baik untuk menghemat energi, dan mengurangi tekanan pada permintaan pada saat inflasi tinggi," kata badan itu.

3 dari 4 halaman

Tepi Jurang Resesi, Ekonomi Inggris Terkontraksi 0,2 Persen di Oktober 2022

Ekonomi Inggris mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen pada kuartal III 2022, menandakan kemungkinan dari awal resesi yang panjang.

Dilansir dari CNBC International, Jumat (11/11/2022) angka itu belum mewakili resesi teknis yang ditandai dengan pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut, di mana ekonomi Inggris telah berkontraksi 0,1 persen di kuartal kedua dan direvisi naik menjadi 0,2 persen.

Perkiraan sebelumnya menunjukkan bahwa ekonomi Inggris bakal berkinerja lebih baik dari yang diperkirakan pada kuartal ketiga, meskipun terjadi penurunan.

"Dalam hal output, ada perlambatan pada kuartal untuk industri jasa, produksi dan konstruksi; sektor jasa melambat menjadi output datar pada kuartal tersebut, didorong oleh penurunan layanan yang dihadapi konsumen, sementara sektor produksi turun 1,5 persen pada Triwulan 3 2022, termasuk penurunan di semua 13 sub-sektor sektor manufaktur," demikian laporan Otoritas Statistik Inggris (ONS).

Bank of England pekan lalu mengungkapkan bahwa mereka memperkirakan Inggris akan menghadapi resesi terpanjang sepanjang sejarah, dan penurunan yang terjadi pada kuartal ketiga kemungkinan akan berlangsung hingga 2024.

Selain itu, angka pengangguran juga diprediksi akan menyentuh 6,5 persen selama dua tahun ke depan.

Seperti diketahui, Inggris tengah menghadapi krisis biaya hidup, didorong oleh tekanan pada pendapatan riil dari lonjakan biaya energi serta barang-barang yang dapat diperdagangkan.

Bank sentral negara anggota G7 itu baru-baru ini memberlakukan kenaikan suku bunga terbesar sejak 1989 karena para pembuat kebijakan berusaha menjinakkan inflasi dua digit.

4 dari 4 halaman

Bank of England: Inggris Bakal Hadapi Resesi Terpanjang Sejak 1920-an

Bank of England (BoE) sebelumnya telah memperingatkan bahwa Inggris akan menghadapi resesi terpanjang sejak pencatatan pada tahun 1920-an, setelah kenaikan suku bunga terbesar dalam 33 tahun.

Dilansir dari laman BBC, BoE memperingatkan bahwa Inggris akan menghadapi kemerosotan ekonomi selama dua tahun yang "sangat menantang" dengan angka pengangguran diprediksi mencapai hampir dua kali lipat pada tahun 2025.

Bos Bank of England Andrew Bailey pun menyuarakan tantangan di masa mendatang bagi rumah tangga. 

Pekan ini, Bank Sentral Inggris itu menaikan mengangkat suku bunga menjadi 3 persen dari 2,25 persen, lompatan terbesar sejak 1989.

Dengan menaikkan suku bunga, BoE berusaha menurunkan inflasi yang melonjak pada tingkat tercepat dalam 40 tahun.

Harga pangan dan energi di Inggris juga melonjak, yang sebagian didorong oleh dampak perang Rusia-Ukraina.

Seperti diketahui, BoE sebelumnya sudah memperkirakan Inggris akan jatuh ke dalam resesi pada akhir tahun ini dan mengatakan bahwa krisis itu akan berlangsung sepanjang tahun depan.

Tetapi sekarang BoE semakin yakin bahwa ekonomi Inggris sudah memasuki penurunan  yang menantang musim panas ini, dan bakal berlanjut tahun depan hingga memasuki paruh pertama 2024 - kemungkinan tahun pemilihan umum.

Meskipun ini bukan penurunan ekonomi terdalam di Inggris, ini akan menjadi yang terpanjang sejak pencatatan dimulai pada 1920-an, kata BoE.

Tingkat pengangguran saat ini berada pada titik terendah selama 50 tahun, tetapi diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 6,5 persen.