Liputan6.com, Jakarta Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, terus memantau arah kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed (Fed Fund Rate), yang diperkirakan akan kembali terkerek sebesar 50 basis poin (bps) pada Desember 2022.
Destry Damayanti menilai, kenaikan bunga acuan itu mungkin saja terjadi lagi di akhir tahun ini, sebagai upaya Negeri Paman Sam meredam lonjakan inflasi sekaligus untuk menguatkan nilai tukar dolar AS.
Baca Juga
"Kita masih lihat penguatan dolar AS luar biasa, dan suku bunga Amerika masih akan naik lagi Desember diperkirakan 50 bps atau 0,5 persen," ujar Destry dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra, Jumat (9/12/2022).
Advertisement
Menurut dia, situasi global saat ini masih cenderung sulit diprediksi. Hingga 2023 mendatang, ia memprediksi The Fed bakal tetap agresif dalam memperketat kebijakan moneternya.
Kendati begitu, Indonesia disebutnya masih memiliki kekuatan di pasar domestik yang besar. Itu jadi modal bagi pertumbuhan ekonomi nasional agar bisa melanjutkan tren kenaikan.
Dikatakan Destry, pangsa pasar dalam negeri Indonesia pun kini sudah kuat. Itu tercermin pada sektor konsumsi yang mencapai 55 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Peluang investasi sangat tinggi, ekspor kita juga bagus, kenapa? Ya Tuhan masih sayang dengan kita. Harga komoditi naik, sehingga harga komoditi ekspor naik juga," tuturnya.
Kenaikan Suku Bunga jadi Jurus Pamungkas Perangi Lonjakan Inflasi
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan menaikkan suku bunga acuan menjadi salah satu jurus terakhir setiap negara untuk menghadapi inflasi yang tinggi.
“Memerangi inflasi dengan kenaikan suku bunga secara tidak langsung kemudian menyebabkan kinerja ekonomi menjadi terpengaruh,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers APBN KiTa November 2022, Kamis (24/11/2022).
Bendahara negara ini mengungkapkan, bahwa kenaikan harga yang tinggi telah menyebabkan inflasi di berbagai negara dan sekarang bank-bank sentral di negara-negara maju, maupun negara emerging secara agresif mulai menangani inflasi dengan instrumen moneternya yaitu dengan menaikkan suku bunga.
Misalnya, di Inggris bank sentralnya telah menaikkan suku bunga hingga 275 basis poin di tahun 2022. Lalu, Amerika Serikat juga menaikkan suku bunga sebesar 4 persen atau naik 375 basis poin selama 2022 saja.
Begitupun, di Eropa suku bunganya juga naik 200 basis poin. Hal serupa juga dilakukan oleh negara emerging seperti Brazil yang agresif menaikkan suku bunga 13,75 persen atau 450 basis poin sejak 2022 saja.
Disusul oleh Mexico menaikkan suku bunga 10 persen setara 450 basis poin, India menaikkan suku bunga 5,90 persen yakni 190 basis poin. Berkat menaikkan suku bunga, inflasi di negara-negara tersebut mulai menurun secara bertahap.
“Kita lihat inflasi sudah mulai menurun. Sebetulnya persoalan yang paling pelik adalah bagaimana menurunkan inflasi, tanpa menurunkan perekonomian secara drastis ini sekarang dihadapi oleh policy maket seluruh dunia,” ujar Menkeu.
Kemudian, Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada November 2022. Artinya, sejak 2022 Bank Indonesia telah menaikkan 175 basis poin.
“Bank Indonesia mulai secara bertahap menaikkan suku bunga selama setahun ini sudah 175 basis poin itu inflasi kita ada di 5,7 persen. Maka, kalau dilihat headline inflation Indonesia masih relatif lebih rendah Namun kita juga harus tetap hati-hati,” ujarnya.
Advertisement
China Turunkan Suku Bunga
Hal yang berbeda dilakukan oleh Tiongkok, dimana suku bunga mereka justru turun karena kegiatan ekonomi di negara tersebut masih sangat terkendala, karena adanya policy mengenai Zero covid policy.
Disisi lain, Jepang justru mengalami kondisi ekonomi yang deflasi secara akut dan panjang. Bahkan, kata Menkeu, Jepang berharap terjadi inflasi untuk mengurangi deflasi yang sudah terjadi sekitar satu decade.
Lebih lanjut, dengan keputusan menaikkan suku bunga acuan, pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin kuat. Hal itu terbukti pada kuartal III pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7 persen.
“Beberapa negara yang pertumbuhan relatif agak terlambat juga kini sudah tunjukkan pertumbuhan yang tinggi seperti Malaysia, Vietnam dan Filipina. Namun kalau kita lihat negara-negara yang relatif inflasinya tinggi dan suku bunganya sudah dinaikkan tinggi, maka terlihat perekonomiannya mulai mendingin,” pungkasnya.