Liputan6.com, Jakarta - Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid, mempertanyakan perhitungan data stok beras di rumah tangga sebagai tolak ukur bahwa produktivitas padi tahun ini tinggi.
Adapun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi surplus beras Indoesia di 2022 mencapai 1,7 juta ton, dimana mayoritas atau 65 persen diantaranya berada di rumah tangga.
Baca Juga
Zulkifli mengaku bingung dengan perhitungan tersebut. Pasalnya, ketersediaan beras yang ada di masyarakat sendiri tidak akan berpengaruh terhadap daya serap untuk cadangan beras pemerintah (CBP).
Advertisement
"Selama ini stok rumah tangga tuh enggak pernah dihitung, kok sekarang tiba-tiba dihitung. Maksudnya apa? Untuk nutupin apa? (Kebutuhan beras) tidak akan tertutupi dengan stok di rumah tangga," ungkapnya kepada Liputan6.com, Jumat (9/12/2022).
Sejauh pengalamannya berkutat sebagai pedagang, Zulkifli mengatakan, baru kali ini stok beras di rumah tangga dihitung sebagai jaminan bahwa ketersediaan aman.
"Saya orang yang paling lama di pasar induk, sudah 40 tahun lebih, cuman sekarang-sekarang ini yang dihitung. Stok rumah tangga yang saya tahu enggak pernah dihitung dari dulu," ujar dia.
Menurut dia, perhitungan stok beras rumah tangga hanya memperkeruh situasi. Pasalnya, beberapa instansi seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, hingga Perum Bulog saling berjibaku karena kerancuan data.
"Hambatannya cuman satu, data enggak valid. Jadinya saling menyalahkan, lempar batu sembunyi tangan," keluh Zulkifli.
"Jadi intinya, kok stok rumah tangga orang harus dibaca? Salah satu contoh, di pasar induk itu boleh kita ambil rata-rata stok per harinya. Itu stok di pasar induk tuh dari mana saja, itu boleh kita hitung," tuturnya.
Tak Sembarangan, Penuhi 12 Indikator Ini Bila Mau Impor Beras
Ombudsman RI mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor beras, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, keputusan impor beras saat ini belum memenuhi 12 indikator tersebut. Namun hanya sebagian yakni antisipasi krisis pangan dan minimnya stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Perum Bulog.
“Hal ini berpotensi menimbulkan maladministrasi dalam pengambilan keputusan impor beras,” ucap Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Merujuk pada Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait Tata Kelola Cadangan Beras Pemerintah tahun 2021, terdapat 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor beras maupun besaran CBP sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Indikatornya antara lain, perkembangan luas lahan, perkembangan potensi produksi padi dan beras nasional, proyeksi ketersediaan CBP, ketersediaan stok CBP pada Perum Bulog, ketersediaan stok beras di rumah tangga, penggilingan dan pedagang.
Kemudian, perkembangan konsumsi beras per kapita, perkembangan ekspor dan impor beras, perkembangan harga beras/stabilisasi harga beras, target penyerapan dan penyaluran Perum Bulog atas produksi beras dalam negeri, kalender masa tanam dan masa panen, ancaman produksi pangan, dan keadaan darurat dan krisis pangan.
Yeka juga menyayangkan adanya perbedaan data antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog dengan Kementerian Pertanian.
Advertisement
Beras Cadangan
Badan Pangan Nasional menyatakan CBP yang dikelola oleh Perum Bulog berkurang 50 persen dari batas aman stok beras sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Sedangkan Kementerian Pertanian menyatakan stok beras surplus.
“Polemik yang dipicu oleh perbedaan data stok beras antar K/L terkait, sebetulnya merupakan kejadian berulang sebagaimana kegaduhan rencana impor beras untuk keperluan CBP pada awal tahun 2021 lalu," kata dia.
"Data stok beras hanya sebagian kecil dari banyaknya faktor yang penting diperhatikan oleh pemerintah sebelum mengambil keputusan impor beras untuk CBP,” imbuhnya.
Yeka menambahkan, meskipun keputusan impor tidak selalu berdampak buruk, namun pemerintah harus mengedepankan aspek tata kelola yang baik dan tetap perlu mengkaji ulang urgensi impor beras CBP, serta dapat memberikan penjelasan kepada publik atas pertimbangan diambilnya keputusan tersebut.
Penetapan Waktu Impor
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemerintah perlu memperhatikan penetapan waktu impor.
“Jangan sampai barang impor tersebut justru tiba di Indonesia pada saat panen raya awal tahun 2023. Sehingga tidak memberikan perlindungan kepada kepentingan dan kesejahteraan petani,” tegas Yeka.
Selanjutnya, Ombudsman meminta pemerintah untuk memperhatikan kondisi disposal stock dalam pelaksanaan pemenuhan stok beras baik menggunakan skema penyerapan dalam negeri maupun impor.
“Kasus pemusnahan disposal stock pada tahun 2019 untuk stok beras tahun 2016 sebanyak 20.000 ton harus menjadi patokan untuk menetapkan hitungan kebutuhan yang presisi agar tidak terjadi inefisiensi sumber daya dan keuangan,” terang Yeka.
Advertisement