Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan pengusaha sepakat kalau momen tahun politik yang dimulai pada 2023 akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktornya, mulai dari mobilitas masyarakat yang bakal meningkat.
Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengungkap mobilitas masyarakat ini jadi satu aspek penting. Lantaran, ekonomi juga akan ikut hidup seiring dengan meningkatkan aktivitas.
"Siklus tahun politik ini sudah biasa dalam 5 tahun sekali, barangkali yang jadi catatan di tengah hiruk pikuk ini ada hal-hal positif yang bisa kita ambil. Biasanya, nanti di 2023-2024 akan mendorong mobilitas masyarakat dan aktivitas masyarakat. Kemudian terjadi kegiatan yang sifatnya mendorong aktivitas ekonomi masyarakat akan tinggi," paparnya dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk 'Jadikan G20 Bali Declaration Pijakan Ekonomi Bangkit', Jumat (9/12/2022).
Advertisement
Ada satu kunci penting yang perlu dicapai untuk menyukseskan hal itu. Yakni adanya stabilitas baik dari sisi politik, sosial, dan ekonomi.
"Karena kuncinya ada di situ. Kalau kita bisa menjaga di tahun politik 5 tahun sekali ini, justru jadi peluang, mendorong banyak hal utamanya seiring tingginya aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat," tamabh Susiwijono.
Â
Senada, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan tahun politik bisa jadi kesempatan sekaligus tantangan. Stabilitas politik perlu jadi kunci untuk menjaga keamanan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Harapannya mampu menimbulkan kontinyuitas faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan ekonomi. "Ujung-ujungnya kalau sudah ada growth, ada (peningkatan) perdagangan, investasi, ada revenue, ada lapangan kerja, profit. Ujungnya pada kesejahteraan," kata dia.
Â
Tidak Jadi Kendala
Pada kesempatan yang sama, Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko menyebut kalau tahun politik tak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, kondisi politik tak akan membuat terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
"Saya tak melihat ini menjadi kendala serius, bahwa harus dijaga bahwa perbedaan pilihan itu tak membuat kita terfragmentasi,"kata dia.
"Harus ada upaya konkret dalam situasi politik untuk menjaga kinerja ekonomi. Saya tak pikir kearah sana (ganggu ekonomi)," pungkasnya.
Â
Advertisement
Indonesia Bisa Jadi Cahaya Saat Ekonomi Dunia Gelap
Sebelumnya, banyak pihak menyebut Indonesia mampu menjadi lentera disaat ekonomi global mengalami resesi atau gelap di 2023 mendatang. Bukan tanpa alasan, pertumbuhan ekonomi yang tetap baik menjadi salah satu faktornya.
Pengamat sekaligus Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko mengamini hal itu. Dia juga sepakat kalau resesi global tak akan berdampak banyak pada Indonesia.
"Jelas sekali Indonesia termasuk sedikit negara yang tegoncang resesi, jelas kita dengan beberapa negara lain resiliensi ini memberi harapan. Meskipun risiko resesi tak bisa dihindarkan tapi disitu tetap bisa bertahan. Saya kira ini bisa jadi harapan," kata dia dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk 'Jadikan G20 Bali Declaration Pijakan Ekonomi Bangkit', Jumat (9/12/2022).
"Indonesia tidak masuk resesi jadi simbol lentera yang sekali lagi ini jadi peluang Indonesia di masa depan tak hanya tahun depan. Mungkin tak kembali dalam sejarah kita," sambung pria yang karib disapa Pras ini.
Pras tak memungkiri resesi global akan berdampak ke beberapa negara termasuk negara maju. Dia menyebut, Amerika Serikat jadi contoh yang akan mengalami resesi di 2023 mendatang.
Selain itu, pelemahan ekonomi di Uni Eropa dan China juga akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi global. Imbasnya, negata lain akan ikut terdampak pelemahan tersebut.
Indonesia masuk radar pelemahan tersebut. Hanya saja, kata Pras, dampaknya tidak akan signifikan dan cenderung lemah. Alasannya, Indonesia punya banyak modal untuk mengembangkan ekonomi domestiknya.
"Kalau kita akan terdampak negatif itu tak signifikan, terpengaruh negatif itu tapi relatif lemah, sedikit. Jadi diskusi ekonomo Indoensia bukan lagi soal (kemungkinan) resesi, tidak, tapi apakah kita bisa resillience dan menemukan peluang baru dalam mengelola ekonomi kedepan," ujarnya.