Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberi rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, agar daerah rawan bencana di sepanjang jalur sesar atau patahan geser aktif Cugenang menjadi zona merah dan area non hunian.
Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan rumah dan menghindari adanya kemungkinan korban jiwa apabila terjadi bencana alam di masa mendatang, semisal gempa Cianjur yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Kami (Kementerian PUPR) merekomendasikan kepada Pemda setempat agar lokasi bencana sepanjang sesar Cugenang dijadikan zona merah dan area non hunian," ujar Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto dalam keterangan tertulis, Senin (12/12/2022).
Advertisement
Menurut Iwan, banyak rumah warga yang mengalami kerusakan mulai tingkat rusak ringan, sedang, hingga berat. Hal itu membuat ribuan warga harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi ke daerah yang dirasa aman untuk menempati tenda-tenda pengungsian.
Berdasarkan data yang ada, Kementerian PUPR terus berkoordinasi dengan BMKG dan Badan Geologi serta BNPB terkait penanganan infrastruktur pasca bencana gempa yang terjadi beberapa waktu lalu.
Dari peta BMKG diperoleh informasi dan hasil foto udara, zona bahaya patahan aktif atau sesar Cugenang memiliki panjang sekitar 9 km. Itu membentang melewati sembilan desa mulai Desa Ciherang hingga Desa Nagrak.
"Jadi sekitar 300 hingga 500 meter jalur sesar Cugenang tersebut sebisa mungkin menjadi area non hunian seperti jalur hijau, pertanian maupun ruang terbuka hijau," imbuh Iwan.
Menindaki hal tersebut, Kementerian PUPR meminta agar Pemda bisa lebih tegas dan mengkoordinir warga agar tidak kembali ke hunian yang lama.
Rumah Tahan Gempa
Di sisi lain, Kementerian PUPR telah menyiapkan rumah tahan gempa dengan teknologi rumah instan sederhana sehat (Risha) untuk relokasi hunian warga. Itu sudah disiapkan Pemda di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku yang lengkap dengan prasarana, sarana dan utilitasnya (PSU).
Sebagai informasi, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Perumahan telah menyiapkan rumah tahan gempa untuk relokasi warga terdampak bencana tipe 36 dan memiliki lahan 75 meter persegi.
Rencananya, rumah tahan gempa tersebut dibangun sebanyak 200 unit dan terbagi menjadi dua tahap, yakni tahap pertama ditargetkan selesai pada akhir Desember 2022. Tahap kedua pada pekan ketiga Januari 2023 mendatang.
"Pemerintah bertanggungjawab atas keselamatan warganya. Ketika warga direlokasi maka mereka akan mendapatkan ganti rugi rumah tahan gempa tipe 36 beserta lahannya. Jadi lahan yang di lokasi rawan harus dikuasai Pemda, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang membangun rumah di tempat lama," pungkas Iwan.
Advertisement
Pemerintah Bangun Rumah Tahan Gempa di Cianjur, Berapa Harganya?
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merelokasi hunian warga terdampak gempa Cianjur ke rumah tahan gempa, yakni rumah instan sederhana sehat (Risha) senilai Rp 150 juta per unit.
Nominal tersebut merupakan harga komponen Risha sudah termasuk biaya lahan, sanitasi, jaringan listrik dan saluran air bersih, serta prasarana, sarana dan utilitas di dalam perumahan.
"Harga per unit Risha yang kami bangun di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur senilai Rp 150 juta. Harga tersebut termasuk kelengkapan listrik, sanitasi, saluran air PDAM, dan PSU-nya," terang Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto dalam keterangan tertulis, Senin (12/12/2022).
Iwan menyebut, Kementerian PUPR berencana membangun 200 unit rumah tahan gempa dengan teknologi Risha untuk relokasi warga terdampak bencana gempa bumi di Kabupaten Cianjur beberapa waktu lalu.
Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR menunjuk PT Brantas Abipraya (Persero) menjadi pelaksana pembangunan, dan PT Indah Karya sebagai manajemen konstruksi.
"Selama 10 hari pembangunan kami sudah membangun 21 unit Risha. Kami targetkan untuk tahap pertama 80 unit selesai bulan Desember, dan tahap kedua 120 unit bulan Januari 2023," jelasnya
Risha merupakan salah satu teknologi rumah tahan gempa dengan struktur pracetak beton bertulang. Teknologi Risha dikembangkan oleh Puslitbang Perkim Kementerian PUPR sejak 2004.
3 Komponen Penting
Rumah ini memiliki tiga komponen penting, pertama yakni komponen utama (P1) berukuran 120 cm x 30 cm x 10 cm. Komponen utama ini berfungsi sebagai penopang struktur bangunan dan dibangun dengan sistem knock down dan dibaut.
Komponen kedua (P2) memiliki ukuran 120 cm x 20 cm dan 10 cm. Bagian komponen ini menjadi pemangku kolom struktur. Komponen ketiga (P3) memiliki ukuran 30 cm x 30 cm dan 10 cm dan menjadi pengikat komponen lainnya.
Bangunan Risha ini memiliki struktur tahan gempa dari beton bertulang. Adanya sistem sambungan tersebut membuat Risha memiliki perilaku seperti bangunan kayu.
Jadi, apabila terjadi gempa, bangunan ini tidak patah namun masih bisa bergoyang dan terjadi kerusakan parah. Diperkirakan Risha bisa menahan kerusakan gempa, sehingga bisa memberikan waktu bagi penghuni rumah keluar apabila terjadi keruntuhan.
"Komponen RISHA ini sudah sesuai SNI dan banyak dikembangkan oleh UMKM di seluruh Indonesia. Teknologi RISHA juga bisa digunakan untuk bangunan bertingkat dua lantai," pungkas Iwan.
Advertisement