Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) tengah berusaha mengurangi emisi karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dimilikinya. Hingga 2030, PLN menargetkan setidaknya ada 6,7 Giga Watt (GW) listrik berbasis energi fosil yang akan dipensiunkan.
Hal ini diungkap Direktur Manajemen Pembangkitan PLN Adi Lumakso dalam diskusi panel Editor Energi and Mining Society (E2S), Selasa (13/12/2022). Upaya ini jadi langkah yang diambil PLN untuk mengurangi ketergantungan energi fosil dan beralih ke energi baru terbarukan (EBT).
Baca Juga
"Kita ada coal retirement program ini program di 2022 ini jangka pendek ada 3,2 GW kita percepat masa operasinya, yang kita ganti dengan pembangkit yang berbasis EBT yang ramah lingkungan," kata dia.
Advertisement
Pensiunkan PLTU jadi salah satu langkah pemerintah untuk mendorong bauran energi bersih. Tujuannya, untuk mencapai nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Adi menyampaikan, selain dari target 3,2 GW dalam jangka pendek, ada beberapa PLTU juga yang akan pensiun pada rentang 2030-2040. Besarannya sekitar 3,5 GW, artinya ada total 6,7 GW listrik berbasis energi fosil yang akan pensiun hingga 2030.
"Dan juga ada secara natural karena usia pembangkit tersebut akan berakhir pada 2030-2040, maka di tahun 2030 ini akan ada tambahan 3,5 GW lagi, sehingga total sampai 2030 ada 6,7 GW PLTU yang tidak dioperasikan lagi," sambung Adi.
Kendati begitu, dia tidak mengungkap PLTU mana saja yang masuk dalam daftar pensiun dini tersebut. Mengingat, pemerintah sendiri telah mengeluarkan aturan untuk tidak memperpanjang masa operasional PLTU yang sudah tua, serta melarang pembangunan PLTU baru.
"Itu merupakan satu komitmen PLN untuk mempercepat bagaiamana kita bertransformasi untuk pembangkitan-pembangkitan yang berbasis fossil menjadi pembangkitan yang berbasis renewable energi," paparnya.
Â
AS Mau Suntik Dana USD 20 Miliar untuk EBT
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) disebut telah menyampaikan wacana pemberian USD 20 miliar untuk upaya menekan emisi karbon di Indonesia, termasuk melakukan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Ternyata, sejumlah proyek yang berkaitan dengan energi baru terbarukan juga jadi sasaran penggunaan dana tersebut.
Dana ini disalurkan melalui komitmen yang disebut Just Energy Transition adn Partnership (JETP) yang lahir dalam Presidensi G20 Indonesia. Ini disebut jadi komitmen negara G20 dalam menekan emisi karbon di dunia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin menyebut beberapa sektor yang bakal dilirik penggunaan dana tersebut. Mulai dari pensiunkan PLTU hingga proyek pembangkit EBT.
"I thinks all above, semuanya. Karena itu bukan mauku ya, itu harapannya, kita mau fokus itu dulu, karena targetnya kan di power dulu, karena kan targetnya kan power sector emission ya," kata dia dalam Media Briefing JETP, di Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Dia memang menegaskan untuk langkah awal, prioritasnya adalah untuk mendukung pensiun dini PLTU. Meski demikian, prosesnya akan dilakukan secara bertahap, dengan dana yang dikucurkan dari JETP juga per proyek pensiunan.
Â
Advertisement
Co-Firing PLTU
Selain itu, proyek yang bakal masuk kategori pendanaan dari JETP adalah co-firing PLTU. Sebut saja upaya pembangkit PLTU yang memanfaatkan hydrogen. Alasannya, ini jadi salah satu upaya yang masuk kategori menekan emisi karbon.
"Co-firing should be must masuk, jadi kalau mislakan ad ayang bikin projek untuk co firing baik itu hydrogen, mau bikin hydrogen untuk co-firing misalnya, harusnya kita bisa mintain ya, karena itu part of the emission reduction," paparnya.
Secara umum, pihaknya kini tengah melakukan perencanaan lebih lanjut pasca wacana itu dilempar saat KTT G20 di Bali. Waktu penyusunan berbagai rencana teknisnya dilakukan dalam waktu 6 bulan sejak KTT G20 berakhir.
Dengan begitu, Rachmat belum bisa merinci proyek yang dimaksudnya. Termasuk, PLTU-PLTU mana saja yang lebih dulu dipensiunkan.
Â
Roadmap Bauran Energi Bersih
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan transisi energi dari energi berbasis fosil menuju energi baru terbarukan (EBT) akan dilakukan dengan cara Indonesia, dan melihat kondisi yang ada di Indonesia. Transisi energi ini tidak akan menggunakan pola pikir negara lain, karena kondisi lapangan di Indonesia sangat berbeda.
"Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi," kata Erick di Jakarta, Senin (5/12/2022).
Erick mengatakan, dia pernah menyampaikan hal ini saat Rapat Dengar Pendapat di DPR RI, Jakarta, pada akhir November 2022 lalu. Di sana dia memaparkan bahwa transisi menuju EBT harus dilakukan dengan cara Indonesia. Karena 75 persen wilayah Indonesia adalah laut, dan merupakan kepulauan.
"Kita harus memetakan soal EBT ini, karena kita beda dengan Amerika, Eropa, dan China yang berbentuk satu pulau. Kita kepulauan, 75 persen laut. Sehingga kunci logistik adalah penting," ujarnya.
Menurut Erick, berbagai upaya terus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses transisi energi menuju EBT. Salah satu yang mengemuka adalah program Pensiun Dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Yang kita inginkan dalam mengkonsolidasikan kelistrikan ini, kita tidak mau mengikuti pola pikir negara-negara lain," tegas Erick.
Advertisement