Liputan6.com, Jakarta Indonesia meraup transaksi potensial sebesar USD15,32 juta atau setara Rp 241 miliar dari produk makanan dan minuman. Nilai tersebut didapat Indonesia dalam keikutsertaan pameran Food Africa ke-7 di Kairo, Mesir.
Pameran ini diikuti 11 pelaku usaha Indonesia di sektor mamin dan produk turunan agro. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Didi Sumedi mengatakan, negara yang memiliki minat tinggi terhadap produk mamin Indonesia yaitu Mesir, Yaman, Libanon, Rusia, Burundi, Palestina, Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Libya, Turki, dan Italia.
Baca Juga
"Pameran ini juga diharapkan dapat meningkatkan ekspor nonmigas," ujar Didi, dikutip Rabu (13/12/2022).
Advertisement
Didi menuturkan, keikutsertaan Indonesia pada perhelatan ini merupakan implementasi arahan Presiden RI Joko Widodo agar Indonesia memperluas pangsa ekspornya ke pasar nontradisional. Dia juga menyampaikan, Kementerian Perdagangan terus mengupayakan agar komoditas lokal lainnya bisa masuk ke pasar-pasar nontradisional.
Selama mengikuti pameran produk makanan dan minuman, Didi berpandangan bahwa kehadiran Paviliun Indonesia pada Food Africa 2022 adalah upaya penetrasi produk mamin Indonesia ke pasar Afrika dan Timur Tengah, terutama Mesir.
Dan, nilai transaksi diproyeksikan masih akan bertambah seiring upaya negosiasi lanjutan yang dilakukan peserta usai pameran berlangsung.
"Transaksi potensial yang diraih di pameran tersebut tidak hanya akan mendorong peningkatan ekspor nasional ke Mesir, tetapi juga emerging markets lainnya di Kawasan Teluk, Timur Tengah, dan Afrika," ungkap Didi.
Peserta Pameran
Adapun 11 pelaku usaha yang menempati Paviliun Indonesia yaitu PT Mandala Prima Makmur, AK Goldenesia, PT Chita Agri Indonesia, PT Internasional Niaga Globalindo, Nusako, PT Sumber Kopi Prima, PT Mayora, PT Selaras Rasakoe Indonesia, PT Alam Scientia Asia, PT Ikafood Putramas, dan PT Sasa Inti.
Sedangkan produk-produk yang dipamerkan berupa biji kopi, kopi instan, cokelat bubuk, minyak sawit (palm olein), mentega putih (shortening), pengganti minyak kakao (cocoa butter substitute/CBS), teh dauh kelor (moringa), kelapa kering (dessicated coconut), rempah-rempah, bumbu masakan, jagung pakan ternak, serta alat pengolah limbah makanan.
Advertisement
Industri Makanan dan Minuman Tumbuh 3,57 Persen
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, kinerja industri makanan dan minuman tetap moncer meski perekonomian dunia sempat terpuruk dihantam pandemi dan di tengah ketidakpastian global.
Industri makanan dan minuman mampu tumbuh 3,57 persen (yoy) dan mencatatkan diri sebagai subsektor dengan kontribusi terbesar terhadap PDB industri pengolahan nonmigas pada kuartal III tahun 2022, yaitu sebesar 38,69 persen.
Hal tersebut mampu tercapai berkat kolaborasi yang baik antara pemerintah dan para pelaku industri makanan dan minuman.
“Kinerja industri makanan dan minuman yang baik tidak lepas dari peran serta para pelaku industri di subsektor ini yang telah bekerja keras menjaga pertumbuhan industrinya, sehingga dapat tumbuh yang positif meski pada saat pandemi,” kata Agus dalam keterangan tertulis, Senin (5/12/2022).
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk terus mendorong daya saing industri makanan dan minuman di tanah air, di antaranya dengan memacu penerapan industri 4.0 pada subsektor manufaktur tersebut.
Fasilitasi yang disediakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam rangka percepatan implementasi industri 4.0 di industri makanan dan minuman antara lain melalui pelaksanaan bimbingan teknis transformasi industri 4.0 bagi manager dan engineer, verifikasi Indonesia Industri 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) dan pendampingan dalam penerapan industri 4.0 dengan target 800 perusahaan pada tahun 2022 dan 2023.
Indeks Kepercayaan Industri
Tak hanya itu, Kemenperin juga telah meluncurkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang merupakan indikator derajat keyakinan atau tingkat optimisme industri manufaktur terhadap kondisi perekonomian dan juga merupakan gambaran kondisi industri pengolahan serta prospek kondisi bisnis di Indonesia.
IKI juga bertujuan digunakan untuk diagnosa permasalahan sektor industri serta penyelesaiannya secara cepat dan tepat. Pada November 2022, nilai IKI berada di posisi 50,89, menandakan sektor industri masih berada di jalur ekspansi.
“IKI bisa menjadi instrumen kami untuk merumuskan kebijakan yang tepat karena sangat penting, kami memohon kerja sama dari para pelaku industri untuk mengisi kuisioner IKI secara jujur dan faktual yang pengisiannya dilakukan melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). IKI merupakan suara industri, jadi harus dilihat sebagai instrumen untuk menyuarakan keinginan dari para pelaku industri,” ujar Menperin.
Advertisement