Sukses

Inflasi AS Mulai Mereda, Biden Semringah tapi Ingatkan Jangan Lengah

Inflasi AS duduk di angka 7,1 persen pada November 2022, turun dari 7,7 persen di bulan Oktober 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Joe Biden ikut menyambut penurunan angka inflasi di negaranya. Dikatakan bila berita inflasi AS yang mulai mereda memberikan alasan untuk optimis menjelang musim liburan, termasuk untuk tahun depan.

"Kita mengetahui bahwa tingkat inflasi bulan lalu turun, turun lebih dari perkiraan para ahli," kata Biden dalam pernyataan pers Gedung Putih, dikutip dari laman whitehouse.gov, Rabu (14/12/2022).

Seperti diketahui, inflasi AS pada November 2022 menyentuh 7,1 persen, menandai penurunan dari 7,7 persen yang tercatat di bulan Oktober 2022.

"Laporan baru ini adalah bulan kelima berturut-turut di mana inflasi tahunan turun di Amerika Serikat. Inflasi di luar harga makanan dan energi, ukuran utama - yang digunakan para ekonom, juga turun," beber Biden. 

Meskipun demikian, Biden memperingatkan, biaya hidup di AS masih tinggi dan masyarakat dihimbau untuk tak lengah.

"Jangan salah, harga masih terlalu tinggi. Kita masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Tapi segalanya menjadi lebih baik, menuju ke arah yang benar," jelasnya.

Biden kembali memperjelas, masih butuh waktu untuk mengembalikan inflasi ke tingkat normal.

"Kita bisa melihat kemunduran di sepanjang jalan juga. Kita seharusnya tidak menerima begitu saja. Tapi yang jelas rencana ekonomi saya berhasil, dan kami baru memulai," pungkasnya.

"Tujuan saya sederhana, yaitu mengendalikan kenaikan harga tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi; turunkan inflasi sambil menjaga ketahanan pasar tenaga kerja kita; membangun ekonomi dari bawah ke atas dan menengah - ekonomi dengan pekerjaan bagus, upah bagus, dan untuk jangka panjang," imbuh Biden.

2 dari 4 halaman

Mulai Menurun, Inflasi AS 7,1 Persen pada November 2022

Inflasi di Amerika Serikat mulai menunjukan penurunan di bulan November 2022 dan berada pada level terendah dalam hampir satu tahun.

Mengutip CNN Bussiness, Rabu (14/12/2022) indeks dari Biro Statistik Tenaga Kerja menunjukkan inflasi AS mencapai 7,1 persen pada November 2022, turun dari 7,7 persen yang tercatat di bulan Oktober 2022.

 Pada basis bulan ke bulan, inflasi AS naik hanya 0,1 persen pada November, lebih kecil dari kenaikan pada bulan Oktober sebesar 0,4 persen.

Tingkat Indeks Harga Konsumen AS per November 2022 lebih baik dari ekspektasi ekonom sebesar 7,3 persen. 

Inflasi AS kali ini juga menjadi yang terendah sejak Desember 2021 dan peningkatan signifikan pada inflasi terbesar tahun ini sebesar 9,1 persen pada Juni 2022.

"Saya pikir kita akhirnya mendapatkan beberapa indikasi bahwa kita mendapatkan kelegaan di depan inflasi," kata Ryan Sweet, kepala ekonom AS di Oxford Economics, dalam sebuah wawancara.

"(Moderasi) adalah kunci bagi The Fed untuk melonggarkan langkah mereka. Mereka tidak akan melepas rem sepenuhnya, mereka masih akan memperketat kebijakan moneter, tetapi kita sudah bergerak ke arah yang benar," sambungnya.

Sementara inflasi inti AS, yang tidak termasuk harga makanan dan energi, menyentuh 6 persen, turun dari tingkat 6,3 persen di bulan Oktober. Setiap bulan, CPI inti meningkat sebesar 0,2 persen — kenaikan terkecil dalam 15 bulan.

"Sepertinya kita sekarang sudah turun dari puncak itu (inflasi)," kata Rucha Vankudre, ekonom senior di Lightcast.

3 dari 4 halaman

Masih Ada Tantangan

Seperti diketahui, sejumlah ekonom telah menyatakan keprihatinan mereka tentang inflasi AS di sektor-sektor jasa dan kemungkinan sulitnya untuk menurun, yang berarti bahwa begitu harga naik, mereka tidak akan turun dengan mudah.

Terlepas dari kemajuan tersebut, masih banyak ketidakpastian, kata Sung Won Sohn,

Profesor ekonomi di Loyola Marymount University dan presiden SS Economics,  Sung Won Sohn mengatakan bahwa AS masih menghadapi ketidakpastian terlepas dari penurunan inflasi. 

Hal itu dikarenakan perang Rusia-Ukraina yang terus memengaruhi harga makanan dan BBM, kebijakan Covid-19 di China dan cuaca yang tidak stabil.

Selain itu, ada juga tantangan pada tenaga kerja.

"Pasar kerja sedang panas, terutama dalam layanan termasuk perawatan kesehatan serta rekreasi dan keramahtamahan,” kata Sohn.

"Ada lebih banyak lowongan pekerjaan daripada pasokan tenaga kerja yang tersedia, yang seharusnya mengarah ke tingkat pengangguran yang rendah dan pertumbuhan upah yang cepat. Yang pasti, kampanye Federal Reserve untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan berdampak pada pasar kerja, tetapi itu akan memakan waktu," paparnya.

4 dari 4 halaman

Menkeu Janet Yellen Sebut Inflasi AS Bakal Melandai di 2023

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengungkapkan bahwa dia memprediksi inflasi negara akan mulai berkurang di 2023 mendatang. 

Mengutip US News, Senin (12/12/2022) Yellen mengatakan akan ada pengurangan substansial dalam inflasi AS pada tahun 2023.

"Saya percaya pada akhir tahun depan Anda akan melihat inflasi yang jauh lebih rendah jika tidak ada kejutan yang tidak terduga," kata Yellen kepada CBS, dalam sebuah wawancara yang dirilis pada Minggu (11/12).

"Ada risiko resesi. Tapi menurut saya, hal itu jelas bukan sesuatu yang diperlukan untuk menurunkan inflasi," bebernya. ketika ditanya tentang kemungkinan resesi di AS. 

Sebelumnya, Federal Reserve (The Fed) telah mengatakan sudah dapat mengurangi laju kenaikan suku bunga dengan segera pada bulan Desember ini.

Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua The Fed, Jerome Powell pada 30 November 2022.

"Waktu untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga mungkin datang segera setelah pertemuan di bulan Desember" kata Powell dalam pidato di think tank Brookings Institution, dikutip dari Channel News Asia.

Dia menambahkan bahwa efek penuh dari langkah bank sentral AS tersebut belum dirasakan, tetapi juga memperingatkan bahwa kebijakannya kemungkinan harus tetap ketat "untuk beberapa waktu" guna memulihkan stabilitas harga.

"Kebijakan moneter mempengaruhi ekonomi dan inflasi dengan kelambatan yang tidak pasti," katanya.

"Dengan demikian, masuk akal untuk memoderasi laju kenaikan suku bunga kami saat kami mendekati tingkat pengekangan yang cukup untuk menurunkan inflasi," tambah Powell.