Sukses

Modal jadi Problem Terbesar UMKM, P2P Lending Beri Solusi

Industri peer to peer lending (P2P Lending) memiliki peran yang luar biasa terhadap para Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Liputan6.com, Jakarta Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan mengatakan industri peer to peer lending (P2P Lending) memiliki peran yang luar biasa terhadap para Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Dia menjelaskan permasalah yang sering terjadi pada UMKM yakni masalah pendanaan. Oleh karena itu hadirnya P2P Lending merupakan suatu peran baik untuk memberikan pendanaan kepada UMKM.

"Kalau kita cari bagaimana problem UMKM biasanya dari riset maupun dari analisis selalu mengatakan satu adalah pendanaan, ada juga masalah SDM (Sumber Daya Manusia), masalah marketing, dan ada yang lainnya, tapi kalau dikumpulkan semuanya biasanya selalu pendanaan, selalu muncul," ujar Munawar dalam acara Investree Conference, Rabu (14/12).

Dia mengatakan bahwa UMKM di Indonesia memiliki kontribusi yang sangat besar, dengan jumlah UMKM saat ini 65 juta. "Siapapun yang kemudian bergerak untuk membantu UMKM artinya dia layak menjadi pahlawan UMKM," jelasnya.

Di sisi lain perkembangan digital ekonomi Indonesia sangat luar biasa. Digital ekonomi Indonesia diprediksi riset oleh Google, BIN Company pada tahun 2025 sebelumnya diprediksi sebanyak 146 juta tetapi kemudian diprediksi menurun.

Namun hal itu masih tetap menunjukkan bahwa potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Oleh karena itu bagi industri P2P Lending untuk terus mendorong memanfaatkan potensi ini.

Kontribusi P2P Lending dari sisi pendanaan perbulan maupun outstanding selalu mengalami kenaikan yang besar apabila dibandingkan dengan industri lainnya.

"Nah di industri ini growth masih tinggi, out standingnya pertumbuhannya sangat besar sampai 76 persen," terangnya.

"Kita tahu bahwa sekarang penyalurannya sudah besar, tapi tren naik ini akan terus tinggi bagikan di industri jasa keuangan pasca covid kemarin selama covid ya, jadi covid menyerang kita, dan P2P lending juga terkena dampaknya penyaluran menurun tetapi yang paling cepat recovery bisa rebound itu industri P2P lending sekitar bulan agustus sudah mulai naik lagi grafiknya," tambahnya.

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani: Cara Penagihan P2P lending Ilegal Kasar Sampai Melecehkan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, maraknya masyarakat yang terjerat fintech Peer to Peer atau P2P lending ilegal, membuktikan literasi keuangan masyarakat masih rendah.

“Pinjaman melalui P2P lending illegal banyak menjerat konsumen dengan suku bunga yang tinggi, selain itu cara penagihan mereka kasar bahkan hingga mengandung unsur pelecehan,” kata Sri Mulyani dalam OECD-OJK Conference on Financial Inclusion, Financial Consumer Protection and Financial Literacy in the Asia-Pasific, Kamis (2/12/2021).

Menurut Sri Mulyani, tingginya kasus aktivitas keuangan ilegal di Indonesia, tidak lepas dari literasi keuangan yang relatif masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan konsumen yang kuat untuk memastikan perluasan akses ke layanan keuangan yang lebih baik.

Berdasakan data OJK, indeks literasi keuangan Indonesia hanya berada pada level 38,03 persen pada 2019. Level tersebut jauh lebih rendah dari indeks inklusi keuangan. Angka tersebut menunjukkan banyak masyarakat di Indonesia yang menggunakan jasa keuangan bahkan tanpa memiliki kemampuan untuk memahami atau memiliki literasi keuangan yang memadai.

“Oleh karena itu, literasi keuangan perlu ditingkatkan. Sehingga nasabah dapat memanfaatkan produk finansial dengan aman dan efektif serta dapat melindungi diri dari potensi penipuan,” ujarnya.

3 dari 3 halaman

Rentan Penipuan

Sangat penting untuk menyasar masyakat menengah ke bawah, terutama keluarga miskin yang rentan akan penipuan, seperti orang tua, pemilik usaha kecil dan menengah yang kurang berpendidikan.

“Ini semua adalah kelompok rentan yang bisa menjadi jalinan aktivitas keuangan ilegal. Kita perlu menemukan pendekatan yang lebih efektif untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan,” tegasnya.

Demikian, di masa pandemi covid-19 telah memaksa kita untuk bertransformasi dan menggunakan teknologi digital. Kendati begitu, hal tersebut tidak secara otomatis membuktikan inklusi keuangan atau bahkan literasi keuangan Indonesia membaik.

“Pandemi covid-19 memberikan kita pelajaran yang sangat-sangat berharga untuk dipelajari,” pungkas Menkeu.