Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia November 2022 mencapai USD 24,12 miliar atau turun 2,46 persen dibanding ekspor Oktober 2022. Dibanding November 2021 nilai ekspor naik sebesar 5,58 persen.
"Secara month to month nilai ekspor November 2022 mencapai USD 24,12 miliar atau turun sebear 2,46 persen dibanding bulan sebelumnya," kata Deputi Bidang Statistik Produksi M. Habibullah, dalam konferensi pers, Kamis (15/12/2022).
Baca Juga
Dilihat dari komposisi secara bulanan, untuk ekspor migas turun sebesar-11,85 persen atau secara nilai turun dari USD 1,29 miliar menjadi USD 1,14 miliar. Sementara untuk ekspor nonmigas November 2022 mencapai USD 22,99 miliar, turun 1,94 persen dibanding Oktober 2022 sebesar USD 23,44 miliar, sementara itu naik 6,88 persen jika dibanding ekspor nonmigas November 2021.
Advertisement
Dia mengungkapkan, pada tahun 2021 dan 2022 pertumbuhan ekspor pada bulan November memiliki pola yang sama bila dibandingkan dengan kondisi Oktober, yaitu mengalami penurunan secara month to month.
Penurunan ekspor nonmigas sebesar 1,94 persen pada November 2022 terhadap bulan sebelumnya, karena peran beberapa komoditas yang pertama adalah lemak dan minyak hewan turun sebesar 16,62 persen. Kedua, bahan bakar mineral turun sebesar 4,30 persen. Ketiga, kendaraan dan bagiannya turun 13,08 persen.
"Penurunan ekspor nonmigas ini merupakan kelanjutan penurunan yang juga terjadi pada bulan sebelumnya yaitu Oktober 2002 ekspor non migas turun 0,14 persen dibandingkan dengan kondisi bulan September Tahun 2022," jelasnya.
Dia menjelaskan, penurunan ekspor Indonesia untuk nonmigas pada 3 bulan terakhir ini terjadi baik dari sisi nilai maupun volume. Pada saat yang sama ekspor migas juga mengalami penurunan sebesar 11,85 persen didorong oleh penurunan hasil minyak turun sebesar 24,42 persen dari sisi nilainya dan dari sisi volume turun 22,84 persen.
Kemudian, sminyak mentah turun sebesar 32,65 persen dari sisi nilainya, sementara dari sisi volume turun 31,91 persen. Demikian juga untuk gas turun sebesar 3,75 persen dan volumenya naik 0, 24 persen.
Cadangan Turun, Jokowi Minta BI Simpan Devisa Hasil Ekspor di Dalam Negeri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Bank Indonesia menyimpan devisa hasil ekspor di dalam negeri. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seusai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
"Bapak Presiden mengarahkan agar hasil ekspor itu dimasukan di dalam negeri. Nah, tentunya untuk itu dari Bank Indonesia diharapkan bisa membuat sebuah mekanisme sehingga ada periode tertentu, cadangan devisa yang bisa disimpan dan bisa diamankan di dalam negeri," ujarnya.
Permintaan itu diberikan lantaran cadangan devisa RI yang terhitung menurun. Padahal, negara kini tengah menikmati surplus neraca perdagangan selama 30 bulan beruntun.
Melansir catatan Bank Indonesia, cadangan devisa Oktober 2022 sebesar USD 130,2 miliar. Jumlah itu turun dari posisi September 2022 yang sebesar USD 130,8 miliar.
"Nah, tentu ini jadi domain BI dan berharap dengan demikian akan memberi ekspor kita yang sudah 30 bulan terus menerus menghasilkan devisa positif, neraca perdagangan positif dan juga berimbas pada neraca pembayaran yang 1,3 persen dari GDP kita relatif aman," imbuhnya.
"Tentunya ini perlu diperkuat dengan sistem ekosistem keuangan yang berbasis kepada devisa asing," kata Menko Airlangga Hartarto.
Advertisement
BI Siapkan Insentif Buat Eksportir yang Bawa Pulang Devisa Hasil Ekspor SDA
Bank Indonesia (BI) berencana memberikan insentif bagi eksportir yang menempatkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri. Insentif ini lanjutan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 terkait penanganan DHE khususnya untuk SDA.
"Program ini sudah kami diskusikan bersama kementerian, lembaga, dan perbankan, dimana akan kami keluarkan dalam waktu dekat," ujar Deputi Gubernur Senior Bank IndonesiaDestry Damayanti dikutip dari Antara,  Kamis (18/11/2022). Â
Program khusus tersebut akan dilakukan dengan menggunakan mekanisme pasar, likuiditas yang terjamin, bisa diputar ulang (rollover), serta memiliki tarif yang sangat kompetitif dibandingkan penempatan DHE di luar negeri. Â
Adapun mekanisme pasar yang dimaksud adalah dana akan ditempatkan di perbankan, di mana saat ini fokusnya adalah ditempatkan pada agen bank, yang kemudian dananya akan masuk ke BI sebagai bagian dari operasi moneter valuta asing (valas).
Dalam operasi moneter valas tersebut, nantinya BI akan memberikan tingkat bunga yang atraktif.
Destry mengungkapkan program itu akan menjadi lanjutan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 terkait penanganan DHE khususnya untuk SDA. Adapun dalam aturan tersebut serta turunannya, yakni Peraturan BI Nomor 21/14/2019, dibentuk suatu rekening khusus.
Rekening khusus tersebut bisa memiliki berbagai bentuk sesuai dengan kesepakatan antara BI dengan perbankan dan rekening khusus ini hanya menampung DHE untuk SDA.