Sukses

The Fed Agresif Naikan Suku Bunga, Ekonomi Indonesia Aman?

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (14/12) menaikkan suku bunga tertinggi dalam 15 tahun sebesar 50 basis poin (bps) menjadi di kisaran 4,25-4,50 persen.

Liputan6.com, Jakarta Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (14/12) menaikkan suku bunga tertinggi dalam 15 tahun sebesar 50 basis poin (bps) menjadi di kisaran 4,25-4,50 persen.

Langkah The Fed kali ini pun menandai bahwa upaya Bank Sentral AS tersebut dalam meredam inflasi masih jauh dari selesai.

Di sisi lain, tingginya suku bunga membuat negara ekonomi terbesar di dunia itu semakin dekat dengan resesi.

Lantas, bagaimana dampaknya pada perekonomian Indonesia?

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Habib Rab mengatakan Indonesia tidak perlu khawatir dengan suku bunga The Fed yang masih tinggi.

Hal itu dikarenakan Bank Indonesia sudah melakukan koordinasi yang baik terhadap kebijakan fiskal dan moneternya.

"Kami merasa respon Bank Indonesia selama ini sangat rasional dan masuk akal. Mereka komunikasikan dengan baik, dikoordinasikan dengan baik, dengan kebijakan fiskal dan moneter yang memang telah dilakukan secara bijak," kata Habib Rab, dalam konferensi pers Indonesia Economic Prospects (IEP) Edisi Desember 2022 di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Habib Rab melanjutkan, dia juga berpendapat bahwa kerentanan eksternal Indonesia juga sedang, sebagian karena neraca berjalannya surplus pada tahun 2020.

"Kewajiban eksternalnya secara keseluruhan telah sedikit menurun sejak sebelum pandemi dan kombinasi keduanya berarti bahwa persyaratan pembiayaan eksternalnya juga telah menurun dari waktu ke waktu sekarang," jelas dia.

Sebelumnya, kenaikan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin pun sudah diprediksi oleh BI.

"Kita masih lihat penguatan dolar luar biasa, dan suku bunga Amerika masih akan naik lagi Desember diperkirakan 50 bps atau 0,5 persen," kata Deputi Senior BI, Destry Damayanti dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra di Bali, dikutip Kamis (15/12).

2 dari 4 halaman

Gelombang PHK Landa Indonesia, Bank Dunia Bongkar Penyebabnya

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Habib Rab menanggapi isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di sektor industri Indonesia.

"Yang kami lihat beberapa sektor terdampak negatif, salah satu yang kami dengar adalah sektor tekstil mengalami kelambanan permintaan eksternal," kata Habib Rab, dalam konferensi pers Indonesia Economic Prospects (IEP) Edisi Desember 2022 di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

"Bukan hanya permintaan eksternal, tetapi permintaan domestik di sektor ini juga menurun - sebagian terkait dengan kenaikan harga," sambungnya.

Selain tekstil Habib Rab juga melihat fenomena PHK besar-besaran di sektor digital, yang didorong oleh berubahnya pola konsumsi masyarakat sejak aktivitas ekonomi terbuka kembali.

"Ada tantangan cyclical, meskipun ekonomi tumbuh cepat, ada beberapa yang mengalami perlambanan.Tetapi jika melihat angka agregat pengangguran, mereka mendekati angka pra pandemi dari Agustus atau September," papar Habib.

Dia pun mengakui beragamnya situasi ekonomi di tiap negara karena ketidakpastian global, di mana ada ekonomi yang tumbuh, sementara ada juga yang mengalami kontraksi.

Seperti diketahui, PHK massal terjadi di sejumlah perusahaan di Indonesia salah satunya di sektor teknologi digital. Salah satunya Ruangguru yang melakukan PHK terhadap ratusan karyawannya, juga 1.300 karyawan yang bernasib serupa GoTo.

3 dari 4 halaman

Bank Dunia Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 4,8 Persen di 2023

Bank Dunia memprediksi  pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,8 persen di 2023, melambat dibandingkan 2022. Angka ini lebih rendah dari proyeksi 2022 sebesar 5,2 persen.

Ramalan ini tertuang dalam Laporan Bank Dunia: Indonesia Economist Prospect (IEP) 2022 di Soehana Hall, The Energy Building, Kawasan SCBD, Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2022). "Pertumbuhan Indonesia akan melamban dari 5,2 persen di tahun 2022 menjadi 4,8 persen di 2023," ujar Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia, Habib Rab.

Sedangkan dari sisi tingkat inflasi, sepanjang tahun 2023 Bank Dunia memperkirakan akan berada di level 4,4 persen.Tingkat inflasi Indonesia 2023 diperkirakan akan diatas asumsi bank sentral karena adanya kondisi keuangan yang makin ketat. Apalagi harga komoditas juga akan melambat, namun tetap lebih tinggi dari historinya.

Sehingga tingkat inflasi tahun depan bisa mencapai 4,4 persen. Namun di tahun 2024 dan 2025 baru akan kembali terkendali bdi tingkat 3,7 persen.

"Inflasi rata-rata akan sebesar 4,4 perEn di tahu depan dan inflasi akan menjadi 3,7 persen di 2024 dan 2025," kata Habib.

Habib mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan masih akan diwarnai berbagai kondisi. Diantaranya pertumbuhan konsumsi swasta yang melamban di tengah kenaikan harga beberapa komoditas global.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah lainnya yakni terkait defisit fiskal. Habib menyebut defisit fiskal akan berada di bawah 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) .

Kondisi ini didorong peningkatan pendapatan pemerintah dan berkurangnya belanja negara terkait Covid-19. Current account mengalami defisit yang tidak besar artinya pembiayaan dari luar mengalami penurunan.

Maka dalam kondisi seperti ini, respon kebijakan pemerintah akan menjadi penentu ditengah guncangan harga komoditas, tekanan dari pemerintahan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang melemah. Hal ini menjadi penting bagi masyarakat yang merasakan langsung dampaknya."Bagaimana semua ini ditangani akan sangat berdampak bagi masyarakat yang merasakannya," pungkasnya. 

4 dari 4 halaman

Hal Penting Bagi Indonesia

Country Director World Bank Indonesia and Timur Leste, Satu Kahkonen menyampaikan bahwa kebijakan fiskal yang proaktif akan menjadi esensial bagi Indonesia untuk menavigasi ketidakpastikan ekonomi global. “Selanjutnya adalah pentingnya reformasi struktural untuk mendongkrak potensi pertumbuhan Indonesia,” jelasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga hadir mengakui pandemi Covid-19, geopolitik dan perang Rusia-Ukraina mengguncang perekomonian global terutama pada rantai pasokan komoditas.

Seperti diketahui, ketiga isu global tersebut memicu lonjakan inflasi di berbagai negara termasuk zona Euro dan Amerika Serikat. “Maka dari itu, Presiden Jokowi bersama semua anggota pemerintahan terus memantau seberapa besar dampak inflasi terutama pada produksi dan suplai,” kata Sri Mulyani.

Bank Dunia mengatakan, laporan IEP edisi Desember 2022 akan memaparkan prospek ekonomi makro Indonesia dan membahas kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi di tengah kondisi global yang memburuk.

Selain itu, laporan tersebut juga akan membahas peran kebijakan perdagangan dan reformasi dalam memacu pertumbuhan, pengembangan sektor swasta dan menciptakan nilai tambah pada ekonomi RI.