Sukses

Gara-gara Covid-19, Bank Dunia Pangkas Proyeksi Ekonomi China 2022 jadi 2,7 Persen

Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China 2022 menjadi 2,7 persen karena dampak pandemi Covid-19 pada bisnis di negara itu.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China tahun ini karena dampak pandemi Covid-19, dan pelemahan di sektor properti menghantam ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Sebelumnya pada Juni 2022, Bank Dunia memproyeksi ekonomi China bakal tumbuh 4,3 persen di 2022 dan 8,1 persen untuk 2023.

"Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan mencapai 2,7 persen tahun ini, sebelum pulih menjadi 4,3 persen pada 2023, di tengah pembukaan kembali ekonomi," ungkap Bank Dunia dalam sebuah pernyataan, dikutip dari AFP, Selasa (20/12/2022).

"Aktivitas ekonomi di China terus mengikuti naik turunnya pandemi -- wabah dan perlambatan pertumbuhan diikuti oleh pemulihan yang tidak merata," jelas lembaga keuangan internasional itu.

Kedua angka tersebut jauh di bawah target China untuk pertumbuhan sekitar 5,5 persen tahun ini, angka yang diyakini banyak analis sekarang tidak mungkin tercapai.

Setelah dua tahun  lebih berulang kali memberlakukan lockdown, tes massal, karantina panjang, dan pembatasan perjalanan, China bulan ini mulai melonggarkan kebijakan nol Covid-19 nya.

Tetapi gangguan pada bisnis di negara itu masih berlanjut ketika kasus penularan Covid-19 melonjak dan beberapa pembatasan tetap diberlakukan.

"Kelanjutan adaptasi kebijakan Covid-19 China akan sangat penting, baik untuk memitigasi risiko kesehatan masyarakat maupun untuk meminimalkan gangguan ekonomi lebih lanjut,” kata Mara Warwick, Direktur Perwakilan Bank Dunia untuk China, Mongolia, dan Korea.

"Upaya yang dipercepat dalam kesiapsiagaan kesehatan masyarakat, termasuk upaya untuk meningkatkan vaksinasi terutama di antara kelompok berisiko tinggi, dapat memungkinkan pembukaan kembali yang lebih aman dan tidak terlalu mengganggu," jelas Warwick.

2 dari 4 halaman

Penurunan Ekonomi China di Tengah Ketidakpastian Global

Seperti diketahui, perekonomian dunia sedang terpukul oleh lonjakan suku bunga di berbagai negara dalam upaya mereka untuk melawan inflasi yang tak terkendali, dipicu oleh perang Rusia-Ukraina serta guncangan rantai pasokan global.

China pun berusaha untuk mengurangi pertumbuhan ekonomi yang rendah dengan serangkaian langkah pelonggaran kebijakan Covid-19 untuk memberikan dukungan, memangkas suku bunga utama dan memompa uang tunai ke dalam sistem perbankan.

"Mengarahkan sumber daya fiskal ke pengeluaran sosial dan investasi hijau tidak hanya akan mendukung permintaan jangka pendek tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam jangka menengah," kata Ekonom Utama Bank Dunia untuk China, Elitza Mileva.

3 dari 4 halaman

Batasan Covid-19 Melonggar, IMF Ramal Lagi Ekonomi China Melambat di 2023

Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperkirakan ada kemungkinan China mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah untuk tahun ini dan berikutnya. Hal itu dikarenakan pelonggaran Covid-19 diperkirakan akan mendorong lonjakan infeksi sehingga masih menyulitkan pemulihan.

Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (14/12/2022) sementara kebijakan nol Covid-19 di China telah mengguncang ekonominya, Georgieva menyebut, pelonggaran pembatasan juga akan menimbulkan beberapa kesulitan selama beberapa bulan ke depan.

"Tetapi kemungkinan karena China mengatasi ini pada paruh kedua tahun ini, mungkin ada beberapa perbaikan dalam prospek pertumbuhan," kata Georgieva.

Pernyataan Georgieva tersebut disampaikan di sela-sela panel tentang dana baru IMF ketika China bergulat dengan melonjaknya kasus virus corona, karena melonggarkan kebijakan Covid-19 setelah hampir tiga tahun.

IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 3,2 persen tahun ini, yang merupakan angka terendah dalam beberapa dekade.

Namun IMF juga masih melihat pertumbuhan ekonomi China akan menyentuh 4,4 persen tahun depan. "Sangat mungkin, kami akan menurunkan proyeksi pertumbuhan kami untuk China, baik untuk tahun 2022 maupun 2023", ungkap Georgieva.

Dia menyarakan, negara itu perlu menyesuaikan kebijakan Covid-19nya, salah satunya menggenjot vaksinasi, terutama untuk populasi lanjut usia. Ada juga kebutuhan untuk menggunakan lebih banyak pengobatan antivirus.

"Dengan kata lain, memperlengkap kembali sistem kesehatan untuk merawat pasien daripada mengisolasi, yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir," pungkas Georgieva.

Dengan 2023 yang ditetapkan sebagai tahun yang sangat sulit, Georgieva menegaskan kembali bahwa kemungkinan penurunan lebih lanjut dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi global akan "tinggi".

Selain tantangan di China, ekonomi AS dan Uni Eropa juga diperkirakan akan melambat secara bersamaan, dengan proyeksi setengah dari Eropa akan mengalami resesi tahun depan, sebutnya.

4 dari 4 halaman

Nomura : Dampak Lockdown Covid-19 ke Ekonomi China Mulai Mengecil

Bank asal Jepang, Nomura menyebutkan bahwa lockdown untuk meredakan penyebaran Covid-19 di China tidak berdampak besar pada ekonomi negara itu untuk pertama kalinya sejak awal Oktober 2022. 

Namun, analis di Nomura memperingatkan bahwa kedepanya ekonomi China akan mengalami tantangan karena lonjakan infeksi Covid-19 di negara itu.

Dilansir dari CNBC International, Selasa (6/12/2022) Kepala Ekonom China di Nomura, yakni Ting Lu mengatakan dalam sebuah laporan per Senin (5/12) bahwa dampak negatif dari kebijakan Covid-19 di China terhadap ekonominya turun menjadi 19,3 persen dari total PDB.

Itu menandai penurunan dar 25,1 persen yang terhitung sepekan lalu. Angka 25,1 pekan lalu juga lebih tinggi dari yang terlihat selama dua bulan lockdown di Shanghai di musim semi, menurut model Nomura.

"China tampaknya tidak siap menghadapi gelombang besar infeksi Covid-19, dan mungkin harus membayar penundaannya dengan pendekatan 'hidup dengan Covid-19," kata Nomura.

“Mengakhiri kebijakan nol Covid-19 sangat menggembirakan dan seharusnya cukup positif untuk pasar, tetapi kami mengingatkan bahwa jalan menuju pembukaan kembali mungkin bertahap, menyakitkan, dan bergelombang," jelas analis Nomura.

Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah daerah di China telah melonggarkan beberapa kebijakan tes Covid-19, memungkinkan masyarakat di kota-kota seperti Beijing dan Zhengzhou menggunakan transportasi umum tanpa harus menunjukkan bukti hasil tes negatif.

Namun, hasil tes negatif Covid-19 dalam dua atau tiga hari masih diperlukan di Beijing dan beberapa kota lainnya di China sebagai ketentuan untuk memasuki area publik seperti mal.