Liputan6.com, Jakarta - Proses produksi beras di Indonesia sangat tidak efisien. Alhasil, harga jual beras di dalam negeri pun semakin mahal. Hal ini sejalan dengan hasil temuan Bank Dunia yang menyebut harga beras di Indonesia adalah yang paling mahal di ASEAN.Â
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menyebut, tak efisiennya proses produksi jadi salah satu penyebab naiknya harga beras. Meski, saat ini ada klaim kalau tingkat produksi dalam negeri mengalami peningkatan.
Baca Juga
"Harga di dalam negeri lebih tinggi dibandingkan harga di luar, hal ini diduga karena proses budidaya atau produksi di kita tidak cukup efisien," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (21/12/2022).
Advertisement
Said memberi contoh pada penggunaan pupuk. Petani biasanya menggunakan pupuk dengan komposisi yang cukup banyak. Bahkan, mengalami kenaikan penggunaan dari waktu ke waktu, yang pada akhirnya mempengaruhi besaran biaya yang dikeluarkan.
"Belum lagi soal tenaga kerja. Dari komponen produksi beras, yang paling banyak adalah biaya tenaga kerja, pupuk, pengolahan lahan dan pestisida," ujarnya.
Di samping itu, penggunaan pestisida dengan jumlah yang banyak juga ikut andil mempengaruhi harga. Dampaknya akan terasa di tingkat petani yang menjual gabah.
"Walaupun biaya produksi ini tidak berkorelasi dengan harga jual gabah tapi tetap berpengaruh, ini di tingkat petani yang jual gabah," ungkapnya.
Â
Pedagang Bersaing
Lebih lanjut, Said menyampaikan kalau proses produksi di tahap penggilingan dan pengangkutan di pedagang juga ikut terpengaruh. Artinya, ada peningkatan harga pada tahap ini.
Kenaikan biaya produksi di petani tadi yang bisa berpengaruh pada tahap ini. Ditambah lagi, niatan pedagang yang menaikkan harga demi bisa menyerap beras yang dihasilkan.
"Dalam harga gabah, persaingan harga ditingkat lapangan sangat tinggi. Para pedagang bersaing harga dan kadang menaikkan harga gabah untuk dapat barang," tuturnya.
Pola panen beras di Indonesia juga turut menjadi sorotan Said Abdullah. Misalnya, dengan pola panen dua kali setahun, dan pada musim kedua produksi mengalami penurunan volume. Dengan begitu, ini turut mengerek harga menjadi lebih tinggi.
"Belum lahi soal biaya pungutan oleh oknum yang ada. Hal ini menyebabkan harga beras di dalam negeri cukup tinggi. Disparitas harga yang menggiurkan terutama bagi oemburu rente. Tak heran jika kemudian mereka berlomba dan mencari cara untuk impor," pungkasnya.
Â
Advertisement
Laporan Bank Dunia
Laporan terbaru Bank Dunia menyoroti harga beras di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara dalam satu dekade terakhir. Lembaga keuangan internasional itu menjelaskan, penyebab tingginya harga beras di Indonesia disebabkan masalah dalam harga pasar bagi produsen pertanian.
"Harga eceran beras Indonesia secara konsisten menjadi yang tertinggi di ASEAN selama (satu) dekade terakhir," ungkap Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospect (IEP) edisi December 2022', dikutip Selasa (21/12/2022).
"Hal ini disebabkan adanya dukungan harga pasar bagi produsen di bidang pertanian yang terdiri dari kebijakan yang menaikkan harga domestik untuk produk pertanian," tulisnya.
Kebijakan-kebijakan ini termasuk langkah-langkah perdagangan yang membatasi (misalnya, tarif impor, pembatasan kuantitatif, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, dan tindakan nontarif lainnya), juga harga pembelian minimum di tingkat petani (misalnya, untuk beras).
Â
Lebih Mahal dari Filipina-Vietnam
Adapun "kurangnya investasi jangka panjang dalam penelitian dan pembangunan pertanian, layanan penyuluhan, dan pengembangan sumber daya menahan peningkatan produktivitas yang dapat menurunkan harga pangan dalam jangka panjang".
Disebutkan, harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dibanding harga di Filipina, juga dua kali lipat lebih mahal dari negara tetangga lainnya yaitu Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand.
Meskipun demikian, Bank Dunia melihat harga beras Indonesia telah stabil hampir sepanjang tahun 2022 hingga beberapa bulan terakhir. Sementara cabai, bawang merah, dan minyak goreng telah menjadi pendorong utama inflasi pangan di Indonesia tahun ini.
Advertisement