Liputan6.com, Jakarta Saat acara Penyerahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Klaster, di Istana Negara, Senin (19/12), Presiden Joko Widodo mengungkapkan banyak hal tentang kondisi ekonomi tahun depan.
Di satu sisi, Presiden cemas karena ekonomi global belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Di sisi lain, ia mengaku bangga karena pelaku UMKM masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
Baca Juga
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Akbar Himawan Buchari memahami kecemasan Presiden. Prediksinya, pertumbuhan ekonomi tahun depan tidak segemilang tahun ini.
Advertisement
"Growth-nya agak berkurang, tapi masih tetap di atas 5 persen," ulas pria yang akrab disapa AHB, Kamis (22/12/2022).
Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2023, Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi di angka 5,3 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini sedikit lebih besar dibandingkan target tahun ini yang hanya 5,2 persen yoy.
Namun, kondisi geopolitik yang tidak pasti, dan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya usai, akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Situasi ini bisa memicu krisis keuangan, energi, dan pangan, yang akhirnya menyebabkan resesi global.
Saat ini negara tujuan ekspor mengalami perlambatan ekonomi. Namun, perlu digarisbawahi bahwa hal ini bukan sebuah momok menakutkan.
Pertama, Pemerintah bisa memaksimalkan pasar nontradisional. Kedua, kontribusi ekspor tidak lebih besar dari konsumsi rumah tangga. Sehingga, dengan fokus pada perdagangan domestik saja, tantangan itu bisa teratasi.
Menariknya, AHB menjadikan kecemasan Presiden Jokowi sebagai sebuah tantangan. Sejarah mencatat, pada krisis 1998, pelaku UMKM menjadi juru selamat ekonomi nasional dengan menjaga roda perekonomian tetap bergerak.
Pandemi
Memang, saat pandemi melanda, sektor UMKM sangat terdampak. Untuk bertahan saja, pelaku UMKM harus "berdarah-darah" karena pembatasan mobilitas massa dan berbagai kebijakan Pemerintah lainnya dalam upaya menangani Covid-19.
Hanya saja, kondisi tahun depan rasanya tidak jauh berbeda dengan dua kejadian tersebut. Tentunya, baik Pemerintah maupun pelaku UMKM telah memetik pelajaran, dan beradaptasi untuk tetap bertahan. Bahkan mendisain UMKM agar menjadi pemain ekspor.
"Karena itu, kami berharap bisa mengkapitalisasi UMKM sehingga bisa naik kelas. Hipmi akan terus melahirkan pengusaha baru, dan meningkatkan kemampuan pengusaha eksisting, khususnya di sektor UMKM," kata AHB.
Lagipula, euforia Pemilu sudah dirasakan tahun depan. Bagi pelaku UMKM, pesta demokrasi lima tahunan ini menjadi berkah tersendiri. Sehingga konsumsi meningkat, dan mengerek pertumbuhan ekonomi.
Ada juga instrumen lain agar Indonesia kuat menghadapi ketidakpastian global. Secara teori, suatu negara dikatakan maju jika memiliki 12 persen pengusaha dari total populasinya. Sementara di Indonesia hanya 3,5 persen.
Advertisement
Investasi
Dengan kepengurusan BPP Hipmi yang baru, AHB berharap masyarakat bisa memulai bisnisnya. Ia akan berupaya agar setiap provinsi maupun kabupaten/kota menjadi tempat yang ramah investasi dan kegiatan usaha, baik dari perizinan, permodalan, hingga pemasaran.
"Ini yang akan kami ciptakan, pengusaha tangguh, ekosistem, dan iklimnya. Sehingga teman-teman bisa merasakan manfaat berada di Hipmi. Dan pastinya melahirkan pengusaha baru yang tangguh," cetus AHB.
Lagipula, secara eksplisit, Presiden menitipkan dua hal ke AHB. Pertama, dalam rangka penguatan ekonomi dibutuhkan kolaborasi untuk mengkapitalisasi kemampuan pengusaha. Kedua, digitalisasi dunia usaha, khususnya UMKM agar bisa beradaptasi dengan perubahan zaman.
Namun, ia mengakui, Hipmi tidak bisa berjalan sendiri. Perlu peran Pemerintah, khususnya BUMN melalui sinergitas. "BUMN harus didorong untuk keberpihakannya kepada pengusaha muda seperti Hipmi dalam bentuk kolaborasi. Sehingga BUMN dan pengusaha-pengusaha muda tumbuh bersama," harap AHB.
Menteri BUMN Erick Thohir sudah berbicara dengan Hipmi untuk segera melakukan kolaborasi. Instrumennya, bagi pengusaha lokal yang core bisnisnya berkaitan dengan BUMN bisa dibentuk semacam Joint Operation (JO) alias kerja sama operasi atau Kerja Sama Operasi (KSO).
"Sampai saat ini memang sebatas gentleman's agreement. Kami butuh konkretnya. Artinya, kolaborasi yang diwacanakan Pemerintah bisa terealisasi melalui BUMN," harap AHB.