Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pihak, terutama dari mata rantai industri hasil tembakau, menilai kebijakan yang ditetapkan pemerintah soal pertembakauan sarat akan intervensi lembaga asing. Hal ini terbukti dari adanya pemberian donor kepada sejumlah organisasi di Indonesia oleh lembaga asing untuk kampanye antitembakau.
Baca Juga
Menanggapi hal ini, Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana mengatakan, pemerintah harus membentengi diri agar tidak mudah diintervensi oleh lembaga asing, termasuk dalam menyusun kebijakan soal pertembakauan nasional. Pasalnya, kebijakan yang sarat akan intervensi lembaga asing berpotensi mencederai kepentingan nasional dan kedaulatan negara.
Advertisement
Hikmahanto juga menanggapi adanya gelaran Konferensi Aliansi Kota Asia Pasifik atau 7th Asia Pacific Summit of Mayors APCAT yang menurutnya adalah bagian dari strategi lembaga filantropi Bloomberg dalam aksi pengendalian tembakau, khususnya di Indonesia.
Menurut Hikmahanto, lembaga asing ini belum berhasil menyasar pemerintah di level nasional seperti kepala negara dan kementerian, sehingga mereka membuat strategi untuk memengaruhi pemerintah di tingkat daerah, yaitu wali kota dan bupati.
“Mereka berpikir misal para wali kota ini bisa membuat aturan-aturan di kota mereka masing-masing yang melarang orang merokok. Mode pendekatan yang memanfaatkan otonomi daerah tersebut harapannya tidak akan serumit mereka mendekati kepala pemerintahan. Pasalnya, harmonisasi regulasi memang masih menjadi pekerjaan rumah koordinasi lintas kementerian lembaga maupun pemerintah pusat dan daerah,” ujar Hikmahanto kepada wartawan, Kamis (22/12/2022).
Hikmahanto menjelaskan, secara hukum, lembaga asing memang tidak dilarang untuk mengadakan program bahkan mempersuasi pihak manapun selama tidak melakukan intervensi kebijakan nasional.
Maka itu, pemerintah, baik di tingkat nasional maupun daerah, memiliki kewenangan penuh dalam menerima atau menolak adanya ikut campur lembaga asing dalam setiap penyusunan kebijakan. Pemerintah daerah, lanjut Hikmahanto, seharusnya memperhatikan kepentingan rakyatnya dalam menyusun kebijakan.
“Para wali kota ini kan juga kotanya banyak yang bertumpu pada industri hasil tembakau. Kalau misalnya nanti rakyatnya tidak ada lapangan pekerjaan, kan mereka juga yang harus bertanggung jawab menghadapi rakyatnya,” jelas Hikmahanto.
Prinsip Keadilan
Hikmahanto menyampaikan, kebijakan-kebijakan soal tembakau seharusnya mengedepankan prinsip keseimbangan dan keadilan. Dalam hal ini, kepentingan konsumen dan para pihak yang berkaitan dengan mata rantai industri hasil tembakau pun harus diakomodasi.
Satu hal yang juga penting untuk disorot adalah pentingnya harmonisasi antara satu peraturan dengan yang lain terkait kebijakan soal tembakau. Tumpang tindih, inkonsistensi dan disharmonisasi peraturan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Jadi intinya harus seimbang, harus memahami, jangan terlalu mendengar lembaga-lembaga asing seperti Bloomberg yang memang sudah dikenal ingin mematikan industri rokok yang tujuannya mungkin bukan untuk kesehatan, tetapi tujuannya ada kepentingan lain,” pungkasnya.
Advertisement
Susun Kebijakan Tembakau, Pemerintah Diminta Netral
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta pemerintah agar melindungi ekosistem pertembakauan nasional dari intervensi lembaga asing. Pasalnya, sejumlah lembaga asing telah secara terang-terangan ikut campur dalam mengatur kebijakan tembakau di Indonesia.
Sekjen AMTI Hananto Wibisono mengatakan pemerintah harus bersifat netral dan bijaksana dalam menyusun kebijakan soal pertembakauan nasional.
Menurut Hananto, kebijakan yang semakin eksesif saat ini sangat kental dengan agenda lembaga asing yang tidak memahami ekosistem pertembakauan nasional dan berpotensi mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau. Padahal jutaan masyarakat menggantungkan hidupnya pada industri ini.
“Kami memohon komitmen dan peran pemerintah untuk membangun ekosistem pertembakauan, baik di tingkat hulu maupun hilir. Caranya dengan melibatkan stakeholder pertembakauan untuk melahirkan dan mengimplementasikan regulasi yang adil dan berimbang,” papar Hananto.
Hananto juga menjelaskan, lembaga asing telah secara terbuka menyatakan bahwa mereka memberikan dana hibah kepada sejumlah organisasi di Indonesia untuk melakukan kampanye pengendalian tembakau.
Hal ini membuat ekosistem pertembakauan selalu disudutkan oleh kampanye hitam dan pemaksaan agenda oleh kelompok antitembakau yang mendorong pemerintah untuk melahirkan regulasi yang eksesif.
“Kehadiran dan dukungan lembaga asing tersebut, secara terang-terangan menunjukkan diri menjadi sponsor untuk mengatur kebijakan tembakau di Indonesia. Tentu hal ini sangat disayangkan. Perlu diingat dan dicatat, bahwa dengan segala daya dan upaya, sektor pertembakauan telah berhasil mencapai target dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara,” tegasnya.