Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat kinerja penerimaan pajak di 2022 cukup kinclong. Hal ini terlihat dari tembusnya target penerimaan pajak meskipun tahun masih berjalan.
Sri Mulyani menjelaskan, sampai dengan 14 Desember 2022 penerimaan pajak sudah menembus angka Rp 1.634,4 triliun. Angka ini setara 110,06 persen dari target dalam Perpres No.98/2022 yang senilai Rp 1.485 triliun.
Baca Juga
"Artinya sudah 100 persen lebih dibandingkan target dalam Perpres No.98/2022," katanya dikutip dari Belasting.id, Sabtu (24/12/2022).
Advertisement
Sri Mulyani menjelaskan kinerja penerimaan pajak hingga 14 Desember 2022 tumbuh 41,93 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang terkumpul Rp 1.151,5 triliun. Kinerja penerimaan ditopang oleh pajak penghasilan yang sudah mencapai target.
Realisasi penerimaan PPh nonmigas hingga 14 Desember 2022 sejumlah Rp 900 triliun atau 120,2 persen dari target tahun ini. Kemudian penerimaan PPh migas mencapai Rp 75,4 triliun atau 116 persen dari target 2022.
Selanjutnya, kinerja pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga 14 Desember 2022 mencapai Rp 629,8 triliun atau 98,6 persen target. Lalu, setoran PBB dan pajak lainnya terkumpul Rp 29,2 triliun atau 90,4 persen target.
Menkeu menuturkan faktor tercapainya penerimaan pajak sebelum tutup tahun fiskal 2022 antara lain ditopang laju pemulihan ekonomi nasional. Kemudian ditambah perubahan kebijakan melalui UU No.7/2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (HPP).
"Realisasi penerimaan ini karena pemulihan ekonomi yang baik, pertumbuhan ekonomi yang baik, [harga] komoditas yang juga meningkat dan juga adanya reformasi dari legislasi UU HPP," ulas Sri Mulyani.
Jangan Ngemplang Pajak, Nanti Dijewer Dirjen Pajak
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan Suryo Utomo, mengungkapkan Direktorat Jenderal Pajak tidak asal memberikan sanksi kepada wajib pajak yang mengemplang atau menghindari bayar pajak.
Padahal, secara hierarki, Direktorat Jenderal Pajak memiliki wewenang yang besar untuk menangkap wajib pajak yang tidak setor pajak. Namun, pihaknya masih melakukan penagihan sesuai SOP.
“Powernya ada secara hierarki (menangkap Wajib pajak yang tidak setor pajak), tapi kami tidak gunakan secara sporadis, kami dudukkan mana yang bisa kami kelola dengan pengawasan berupa komunikasi “mas, bu ada yang kurang”,”kata Suryo Utomo dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia DJP Tahun 2022, Selasa (6/12/2022).
Biasanya pertama DJP selalu memberikan pemberitahuan jika Wajib Pajak telat atau ada yang kurang saat membayar pajak. Langkah kedua, DJP akan mengingatkan kembali Wajib Pajak, jika yang bersangkutan mengabaikan peringatan yang pertama. Barulah jika kedua peringatan diabaikan, DJP akan menindak lebih lanjut.
“Sama seperti kita melihat adanya ketidakbenaran governance issue seperti korupsi. Pertama, kasih tahu. Kedua, ingatkan. Ketiga, ya jewer,” ujarnya.
Advertisement
Kalau Bisa Ingatkan Kenapa Harus Diperiksa
Menurutnya, selama DJP masih bisa mengingatkan kepada wajib pajak, maka tidak perlu terburu-buru melakukan pemeriksaan. Kemudian, DJP juga tidak asal melaporkan kepada pihak lain, selama DJP masih bisa melakukan pemeriksaan kepada wajib pajak.
“Interaksi kita dengan wajib pajak sama, kalau kita bisa ingatkan kenapa harus kita periksa, kalau kita bisa periksa kenapa kita laporkan kepada pihak lain,” ujarnya.
“Ini yang mungkin kami coba untuk mendudukan bagaimana mengorganize DJP sebagai bagian institusi penerimaan negara, yang memiliki tugas tambah hari tambah tahun makin banyak uang yang harus dikumpulkan,” pungkasnya.