Sukses

Insentif Pajak sepanjang  2021 Capai Rp 299 Triliun 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, peran insentif perpajakan cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report)  2021. Laporan ini menginventarisasi berbagai insentif perpajakan, baik dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19, percepatan pemulihan ekonomi, maupun insentif perpajakan lain yang telah disediakan pemerintah untuk mendukung kinerja ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, peran insentif perpajakan tersebut cukup efektif dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. 

Pada 2021 perekonomian Indonesia mampu kembali tumbuh positif dan bahkan sudah mampu berada pada level 1,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan level pra-pandemi (2019). 

Dukungan insentif fiskal baik yang berlaku secara umum maupun yang ditawarkan melalui sektor-sektor strategis mampu berperan sebagai stimulus bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. 

Termasuk kebijakan PPnBM Ditanggung Pemerintah untuk pembelian Kendaraan Bermotor dan PPN Ditanggung Pemerintah atas pembelian rumah yang mampu mencapai tujuannya untuk menggerakkan sektor riil.

“Melihat perekonomian  2020 terkontraksi dalam, Pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di tahun 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” kata Febrio Kacaribu, dalam keterangan tertulis, Senin (26/12/2022).

Laporan Belanja Perpajakan  2021 menjadi dokumen penting untuk menginventarisasi dan mengevaluasi berbagai insentif perpajakan, termasuk insentif yang diberikan Pemerintah dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19. 

Laporan Belanja Perpajakan 2021 juga bisa menjadi dasar evaluasi kebijakan 2022 khususnya kebijakan yang terkait dengan penanganan pandemi.

 

2 dari 3 halaman

Penambahan Insentif

Seiring dengan peningkatan pemanfaatan fasilitas akibat semakin pulihnya perekonomian dan penambahan insentif dalam rangka penanggulangan dampak Covid- 19 yang baru berlaku pada  2021, Belanja Perpajakan  2021 mencapai Rp 299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari PDB. 

"Nilai tersebut meningkat 23,8 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020 yang nilainya sebesar Rp 241,6 triliun atau 1,56 persen dari PDB," ujarnya.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk  2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp 175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan. 

Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020, seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19 seperti fasilitas PPN dan Bea Masuk untuk kegiatan penanganan Covid-19 termasuk impor pengadaan vaksin. 

Selain itu, semakin pulihnya perekonomian nasional mendorong peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi, sehingga pemanfaatan insentif perpajakan yang mendukung kegiatan tersebut juga semakin tinggi.

 

3 dari 3 halaman

Multiplier Effect

Belanja perpajakan melengkapi dukungan pembangunan dari sisi belanja. Pada 2023, reformasi belanja APBN dijalankan dengan peningkatan kualitas belanja yang ditempuh melalui pengendalian belanja yang lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan efek pengganda (multiplier effect) yang kuat terhadap perekonomian, serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

"Belanja perpajakan pun diharapkan dapat memiliki multiplier effect yang besar serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan UMKM," jelasnya.

Berdasarkan pemanfaatannya, nilai estimasi belanja perpajakan  2021 yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM mencapai Rp 229,0 triliun atau sebesar 76,5 persen terhadap total belanja perpajakan. 

Belanja perpajakan tersebut sebagian besar berupa pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat. 

Selanjutnya terdapat fasilitas PPN tidak dipungut untuk pengusaha kecil dan fasilitas PPh final untuk UMKM yang mendukung pertumbuhan industri UMKM tanah air.