Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023. Menkeu pun mengingatkan tantangan ekonomi RI di 2023 mendatang semakin berat.
Baca Juga
"Tahun depan (2023), target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.718 Triliun- target yang dihitung dengan sangat berhati-hati dan mempertimbangkan koreksi harga komoditas dan juga perlambatan pertumbuhan perekonomian di angka 4.7 persen. Ini sebuah tantangan bagi @ditjenpajakri," tulis Sri Mulyani di Instagram, dikutip Selasa (27/12/2022).
Advertisement
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa dengan adanya sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi, konsekuensinya ada di asumsi APBN 2023.
“Dengan pertumbuhan 5,3 persen itu harus dirombak total. Karena APBN bisa menjadi tidak relevan di tengah situasi ekonomi yang menunjukkan perlambatan” kata Bhima kepada Liputan6.com pada Selasa (27/12).
Kedua, dia menyarankan, pemerintah perlu dengan segera menyiapkan paket kebijakan ekonomi menjelang 2023.
"Segera keluarkan paket kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan stimulus misalnya, baik fiskal maupun non fiskal dengan target menyelematkan - agar tidak terjadi bencana PHK massal" jelasnya.
Antisipasi pada PHK massal itu diperlukan terutama di sektor-sektor yang akan terimbas dari resesi global.
"Sehingga dunia usaha juga dibantu, dan pada kuartal pertama 2023, stimulus-stimulus tadi harus bisa dicairkan" ujarnya.
Belanja Pemerintah
Ketiga, adalah terkait belanja pemerintah. Menurut Bhima, karena siklus ekonomi pasca pandemi menunjukkan tekanan, maka tugas pemerintah dan pemerintah daerah adalah untuk tidak memarkir dana di perbankan.
"segera lakukan percepatan pencairan anggaran, proyek-proyek, pengadaan barang dan jasa. Harus bisa segera dieksekusi pada kuartal pertama tahun depan" ucapnya.
Bhima mengungkapkan, Celios juga memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh di sekitar 4,3 persen - 4,7 persen di 2023.
Bhima juga mengakui sudah banyak lembaga yang sudah melakukan koreksi pada proyeksi ekonomi RI untuk 2023 mendatang.
Advertisement
PPKM Bakal Dicabut Akhir 2022, Pertumbuhan Ekonomi akan Melesat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di akhir tahun.
Dengan pencabutan ini maka tidak akan ada lagi berbagai pembatasan yang semua dijalankan untuk mencegah penularan Covid-19.
Menanggapi, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menilai pencabutan larangan PPKM akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Karena mobilitas masyarakat dan ekonomi keuangan akan meningkat.
"Rencana pencabutan larangan PPKM terhadap perekonomian Indonesia akan berdampak positif. Karena mobilitas manusia dan aktivitas ekonomi keuangan akan meningkat dan tentu saja akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk lebih baik, khususnya dari berbagai kegiatan konsumsi dari pemerintah," kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022, Kamis (22/12/2022).
Sejalan dengan hal tersebut, Perry menyampaikan arah bauran kebijakan Bank Indonesia tahun 2023 sebagaimana disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 tanggal 30 November 2022, kebijakan moneter tahun 2023 akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability).
Sementara, kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi dan keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth).
Oleh karena itulah, Bank Indonesia dalam kesempatan kali ini kembali memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.
"Termasuk juga tadi kami sampaikan kenapa kami menaikkan suku bunga BI rate secara terukur, dengan mencermati dan juga lebih rendahnya realisasi inflasi maupun ekspektasi inflasi dari perkiraan dugaan baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun ekonom," ujarnya.
Kenaikan Suku Bunga
Adapun keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi, sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1 persen.
"Tentu saja kami ingin pastikan bahwa penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ini terus berlanjut sehingga inflasi inti yang sekarang adalah 3,3 persen, masih tetap akan terkendali di dalam kisaran 3,0±1 persen. tetap terjaga. Inilah upaya-upaya Kami untuk kebijakan moneter," jelasnya.
Disisi lain, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Advertisement