Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menegaskan kepada para operator pelabuhan untuk mengutamakan keselamatan saat mengatur muatan kapal.
Merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 103 Tahun 2017 Tentang Pengaturan dan Pengendalian Kendaraan yang Menggunakan Jasa Angkutan Penyeberangan, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno meminta operator dan petugas terkait untuk tegas menolak kendaraan yang tidak sesuai ketentuan seperti Over Dimension dan Over Loading (ODOL).
Baca Juga
"Operator pelabuhan penyeberangan juga berhak menolak kendaraan yang tidak menaati ketentuan. Kendaraan yang tidak menaati peraturan dapat dikeluarkan dari lajur antrean pembelian tiket," kata Hendro di Jakarta, Kamis.
Advertisement
Hendro menyampaikan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 103 Tahun 2017 Pasal 2 tertulis bahwa setiap kendaraan beserta muatannya yang akan diangkut menggunakan kapal angkutan penyeberangan wajib diketahui dimensi (tinggi) dan berat kendaraan.
Selain itu Hendro juga meminta operator pelabuhan penyeberangan menyediakan jalur khusus untuk mengeluarkan kendaraan dari pelabuhan. Menurut dia, operator pelabuhan dapat berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk melakukan penindakan tegas terhadap truk ODOL.
Ke depannya Hendro juga berharap agar implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 103/2017 dapat dilakukan menyeluruh dengan menyediakan fasilitas portal dan jembatan timbang di pelabuhan penyeberangan.
Khususnya dalam kondisi cuaca seperti saat ini, lanjutnya, di mana rawan cuaca buruk dengan gelombang tinggi, kondisi kendaraan dengan muatan maupun dimensi berlebih akan sangat berbahaya.
"Oleh karena itu atas alasan keselamatan pelayaran saya minta operator pelabuhan dan petugas lebih ketat lagi dalam menyortir kendaraan yang akan masuk ke kapal,” ujar Dirjen Hendro.
Pengusaha Minta Insentif Buat Terapkan Zero Odol, Biar Inflasi Tak Melonjak
Pemerintah akan melaksanakan kebijakan zero Over Dimensi dan Over Loading atau ODOL pada 2023. Untuk menjalankan kebijakan yang melarang truk obesitas melintas di jalan raya ini dinilai perlu adanya insentif.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani pun meminta kepada pemerintah untuk memberikan keringanan fiskal atau subsidi selama transisi zero ODOL. Tanpa adanya insentif dalam penerapan zero ODOL, biaya logistik akan terkerek naik dan menyebabkan kenaikan inflasi.
"Kalau ini tidak ada perencanaan insentif maka di Januari nanti kalau betul-betul dilakukan akan mengakibatkan logistik itu sangat tinggi dan kalau logistik itu tinggi maka akan memicu kenaikan inflasi," ujar Haryadi saat konferensi pers"Outlook Ekonomi 2023" di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Haryadi mengatakan, untuk menerapkan zero ODOL perlu masa transisi dengan nilai investasi tinggi. Sebab, pelaku usaha logistik harus mengganti kendaraan-kendaraan angkut.
Dia menampik jika Apindo menolak kebijakan zero ODOL, hanya saja jika masa transisi sangat pendek maka imbasnya ke biaya logistik yang mengalami kenaikan.
"Kita sangat mendukung Zero ODOL namun yang diperuntukkan adalah masa transisi untuk membuat program Zero ODOL ini bisa diimplementasikan dengan baik dan lancar serta terjangkau investasinya," pungkasnya.
Diketahui, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah menyiapkan rencana dalam mengurangi lahirnya truk-truk ODOL.
Salah satu yang akan dilakukan adalah akan menjalin kerja sama dengan Polri terkait izin uji tipe kendaraan.
"Sejalan dengan kami akan melakukan Memorandum of Understanding (MoU) bersama Kepolisian untuk Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) agar setiap wajib bayar yang mengajukan STNK, diharapkan agar mengajukan SRUT terlebih dahulu," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI seperti dikutip dari Antara, Rabu (13/4/2022)
Budi menjelaskan, Ditjen Perhubungan Darat tengah melakukan peningkatan pelayanan penerbitan surat uji tipe (SUT) dan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) berbasis aplikasi VTA online.
Hal tersebut dilakukan, salah satunya untuk menghindari potensi kendaraan yang dimodifikasi menjadi kendaraan ODOL.
Advertisement
Aptindo Minta Pemberlakukan Zero Odol Awal 2023 Ditunda, Begini Alasannya
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) meminta pemberlakukan Zero Odol (Over Dimension Over Load) pada awal 2023 ditunda. Mereka menilai kebijakan ini akan menambah beban bagi konsumen dan negara.
Staf Khusus Aptindo Josafat Siregar mengatakan, jika dipaksakan diberlakukan pada awal 2023 mendatang, akan terjadi dampak yang sangat luas. Di antaranya, peningkatan signifikan jumlah truk yang beroperasi, konsumsi bahan bakar solar, subsidi bahan bakar solar, kemacetan yang semakin parah, dan kenaikan inflasi.
Dia mengungkapkan dari kajian angkutan tepung terigu nasional yang dilakukan Aptindo pada Juli 2022 lalu, untuk pengiriman sekitar 6,7 juta metrik ton (MT) tepung terigu tanpa penerapan Zero Odol, jumlah truk yang digunakan sekitar 436.243 truk (jenis tronton, engkel, dan colt).
Sementara ongkos angkutnya mencapai Rp 950,9 miliar. Adapun total bahan bakar solar yang digunakan sekitar 9,24 juta liter dan total subsdi bahan bakar solar yang dikeluarkan negara sebesar Rp 79 miliar.
Dengan diberlakukannya kebijakan Zero Odol pada 2023 mendatang, Josafat menuturkan dengan pengiriman tepung terigu sekitar 6,9 juta MT tadi, diperkirakan jumlah truk akan bertambah menjadi 1,17 juta truk (ada tambahan 730.948 truk lagi) atau naik sebanyak 167,5%.
Begitu juga dengan ongkos angkut yang diperkirakan akan naik menjadi Rp 2,47 triliun (bertambah Rp 1,52 triliun dalam satu tahun) atau naik 160,2%. Sedangkan total kebutuhan bahan bakar solar yang digunakan juga naik menjadi 24,11 juta liter atau naik 160,9%. Sementara, total subsidi bahan bakar solar yang ditanggung negara menjadi Rp 206,13 miliar (bertambah 127,12 miliar) atau naik sekitar 160,9%.
“Belum lagi kemacetan yang semakin parah karena jumlah kendaraan yang semakin banyak yang dimungkinkan akan berdampak juga pada psikologis sopir dan masyarakat serta terjadi pemborosan waktu dan kerusakan jalan karena kemacetan,” tukasnya.
Win-Win Solution
Peningkatan ongkos angkut barang yang pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen akhir, menurutnya, juga akan berdampak kepada inflasi. Selain itu, kebijakan Zero Odol ini juga akan berdampak terhadap impor blok mesin yang akan naik sekitar 160%.
“Yang menjadi pertanyaan juga adalah, apakah dengan kenaikan impor blok mesin sebesar itu, para pengusaha angkutan bisa dengan segera menyiapkannya?” ucapnya.
Jadi, Aptindo menilai kebijakan Zero Odol ini belum tepat pada 2023 mendatang. “Kebijakan ini akan menjadi beban semua industri termasuk produsen tepung terigu. Kami hanya meminta bisa ada win-win solution, dan jangan dipaksakan untuk dilaksanakan saat ini. Apalagi saat ini kan negara kita masih dalam masa recovery ekonomi akibat terpukul pandemi yang terjadi selama dua tahun belakangan ini,” katanya.
Advertisement