Liputan6.com, Jakarta Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai kenaikan tarif KRL bagi sebagian kelompok jadi pilihan yang tepat. Nantinya, subsidi yang didapat bisa dialihkan ke jenis angkutan lainnya.
Asumsinya, ketika tarif KRL berbeda sesuai golongan, seperti orang kaya dan non kaya, maka besaran subsidi untuk KRL pun akan semakin berkurang. Berkurangnya subsidi itu, yang nantinya bisa dialihkan ke angkutan pengumpan maupun angkutan lainnya.
Baca Juga
Djoko memandang kalau perbedaan tarif KRL bukan jadi masalah. Mengaca beberapa lokasi, hal itu bisa berjalan lancar.
Advertisement
"Trans Jateng dan Trans Semarang ada pembedaan tarif. Umum, pelajar, mahasiswa, buruh, lansia, lancar dan tidak bermasalah," kata dia dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Sabtu (31/12/2022).
Menurut data yang dikantonginya, subsidi untuk KRL Jabodetabek sekitar Rp 1,5 triliun, sementara subsidi untuk bus perintis hanya Rp 125 miliar bagi daerah 3T.
Besaran subsidi tadi membuat tarif KRL Jabodetabek jadi jauh lebih murah. Sayangnya, jika dihitung secara ongkos total, pengguna transportasi umum menanggung beban lebih besar saat menuju stasiun.
"Murah naik KRL, tapi bisa jadi lebih mahal biaya dari tempat tinggal ke stasiun (first mile) dan dari stasiun ke tempat tujuan (last mile)," ujar dia.
Â
Tekan Biaya Transportasi
Lebih lanjut Djoko menuturkan, mengacu pada survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Balitbang Kemenhub) tahun 2013, total ongkos transportasi pengguna KRL sebesar 32 persen. Angka ini didapat ketika tarif KRL masih dalam kategori murah.
"Jangan fokus hanya pada tarif KRL, bagaimana kita merancang biaya transportasi bisa kurang dari 10 persen dari pendapatan bulanan," tegasnya.
Data lainnya menyebut, di tahun 2018, pengguna KRL di akhir pekan mayoritas perjalanan sosial seperti rekreasi. Sementara, hanya 5 persen pekerja di hari sabtu, dan 3 persen di hari minggu.
"Dalam setahun bisa lebih 100 hari akhir pekan dan hari libur, jika dikurangi subsidinya, dapat hemat 1/3. Nah yang 1/3 ini dialihkan untuk subsidi angkutan umum first mile," pungkasnya.
Â
Advertisement
Kata YLKI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan rencana pemerintah untuk membedahkan tarif KRL bagi penumpang kelas ekonomi mampu dan kurang mampu. Di mana, para orang kaya akan dikenakan tarif KRL lebih mahal.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menyatakan, seharusnya pemerintah berterima kasih terhadap kelompok ekonomi mampu yang telah suka rela meninggalkan mobil kesayangannya untuk beralih menggunakan transportasi umum. Salah satunya KRL.
"Seharusnya Kemenhub (Kementerian Perhubungan) berterimakasih pada masyarakat (kaya) yang mau meninggalkan mobilnya dan kemudian memilih menggunakan KRL," kata Tulus di Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Â
Kurangi Macet
Dengan beralihnya, kelompok masyarakat ekonomi mampu ke moda transportasi umum diyakini akan mengurangi kemacetan. Bahkan, mengurangi nilai subsidi BBM yang selama ini dikeluhkan pemerintah.
"Yang artinya mereka telah berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi, risiko laka lantas, dan bahkan mengurangi subsidi bbm itu sendiri," ucap Tulus.
Oleh karena itu, Tulus menilai rencana penyesuaian tarif KRL bagi kelompok orang kaya sebagai kebijakan yang aneh. Mengingat, adanya sejumlah manfaat nyata dari penggunaan KRL di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
"Ini ide yang absurd," keras Tulus mengakhiri.
Â
Advertisement