Liputan6.com, Jakarta Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang kemudian ditegaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Pajak Penghasilan, aturan mengenai lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi disesuaikan agar lebih adil dengan berpihak kepada kelompok masyarakat kecil dan menengah.
Lapisan tarif PPh yang berlaku saat ini menggantikan lapisan tarif yang sudah berlaku sejak Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh.
Baca Juga
UU PPh lama, lapisan tarif I rentang penghasilan 0 - Rp 50 juta tarif 5 persen. Terbaru, Rp 0 - Rp 60 juta tarifnya 5 persen. Lalu, lapisan tarif II rentang penghasilan Rp 50 juta - Rp 250 juta tarifnya 15 persen, terbaru menjadi Rp 60 juta - Rp 250 juta tarifnya 15 persen.
Advertisement
Selanjutnya, lapisan tarif III Rp 250 juta - Rp 500 juta tarifnya sama antara aturan baru dan lama sebesar 25 persen. Lalu, lapisan tarif IV Rp 500 juta sebesar 30 persen, terbaru rentangnya dari Rp 500 juta - Rp 5 miliar dikenakan tarif PPh 30 persen, dan untuk lapisan tarif V yang terbaru dikenakan tarif 35 persen untuk penghasilan lebih dari Rp 5 miliar.
Dalam aturan ini, terjadi perubahan rentang penghasilan yang kena tarif PPh 5 persen. Jika semula penghasilan sampai dengan Rp 50 juta setahun dikenai tarif 5 persen, maka sekarang tarif 5 persen dikenakan untuk rentang penghasilan sampai dengan Rp 60 juta setahun.
“Dengan ini kami tegaskan, untuk gaji 5 juta per bulan (60 juta rupiah setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif 5 persen,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor, Senin (2/1/2023).
Untuk memudahkan, berikut ini ilustrasi cara menghitung PPh Orang Pribadi dengan status lajang (TK/0) untuk berbagai tingkat penghasilan yang diterima tiap bulan. (Gambar di bawah)
Neil juga mengingatkan agar wajib pajak tidak lupa mengurangkan terlebih dahulu penghasilan setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang tidak berubah dari aturan sebelumnya, yakni sebesar 54 juta rupiah.
“Jangan lupa untuk memasukkan PTKP dalam penghitungan pajak terutang. Artinya, penghasilan yang sudah disetahunkan dikurangkan dulu dengan PTKP yang sebesar 54 juta rupiah, baru dikalikan tarif 5 persen dan seterusnya,” pungkas Neil.
Gaji Karyawan Rp 5 Juta Kena Pajak? Ini Penjelasan DJP
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengklarifikasi isu yang sedang ramai diperbincangkan masyarakat mengenai gaji karyawan 5 juta kena pajak.
DJP menjelaskan, pengenaan pajak terhadap gaji karyawan sebenarnya bukan aturan baru, melainkan aturan sejak Undang-undang 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Justru di Undang-undang HPP bracket penghasilan kena pajak tersebut diubah agar lebih adil.
Enam+01:17VIDEO: Wapres Ma'ruf Amin Tutup Perdagangan Bursa 2022 Dikutip dari akun twitter resmi DJP, lapisan tarif pajak penghasilan (PPh) berubah sebagaimana tercantum dalam UU Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Penambahan lapisan tarif ini memberikan keringanan bagi wajib pajak.
Dengan adanya tarif baru, masyarakat di kelompok menengah bawah beban pajaknya akan lebih rendah. Tercatat lapisan terbawah yang sebelumnya hanya mencapai Rp 50 juta, sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 juta, namun tarifnya tetap 5 persen. Penambahan bracket ini justru memberikan keringanan bagi Wajib Pajak.
Artinya, masyarakat yang berpenghasilan kecil dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi dituntut kontribusi yang lebih tinggi.
Dalam UU HPP besaran PTKP tidak berubah, yaitu bagi orang pribadi lajang sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 Juta per tahun.
Tambahan sebesar Rp 4,5 juta diberikan untuk Wajib Pajak yang kawin dan masih ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang.
Advertisement