Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, membeberkan beberapa hal yang menyebabkan pelambatan ekonomi global. Termasuk, adanya penyesuaian suku bunga beberapa bank sentral, inflasi, hingga kenaikan harga komoditas global.
"Nah kenaikan harga komoditas ini mendorong inflasi yang sangat tinggi yang kemudia diikuti dengan kenaikan suku bunga di berbagai negara yang tidak memberikan price control," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
Baca Juga
Sebut saja, Amerika Serikat (AS) yang mencatatkan inflasi sebesar 7,1 persen, Eropa alami inflasi sebesar 2,5 persen, kemudian, India pun mencatatkan inflasi 5,9 persen. Tingginya inflasi ini direspons dengan penguatan suku bunga, dan berbagai pengetatan lainnya.
Advertisement
"Inilah yang menyebabkan kenapa pertumbuhan ekonomi dunia melambat secara signifikan. Kenaikan dan gejolak yang terjadi dan tentu menggerus dari sisi permintaan dan kemudian juga menyebabkan proyeksi pertumbuhan global direvisi ke bawah," paparnya.
Di 2022, terjadi revisi pertumbuhan global, dari 4,4 persen, turun menjadi 3,6 persen, dan turun lagi menjadi 3,2 persen untuk ekonomi global. Sementara itu, di 2023 IMF juga merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi global hanya berada di 2,7 persen.
"Ini juga revisi yang cukup tajam dari tadinya prediksi bahwa tahun 2023 adalah perekonomian akan tumbuh 3,8 persen secara dunia kemudian direvisi ke bawah menjadi 3,6 persen, (turun lagi ke) 2,9 persen dan ke 2,7 persen," bebernya.
"ini menggambarkan peta jalan kita ke depan. Ke depan tantangan ekonomi memang akan diwarnai dengan suasana yang mirip 2022 dan pelemahan ekonomi yang mungkin dalam hal ini mulai terjadi secara nyata di berbagai belahan dunia," sambung Menkeu Sri Mulyani.
Â
Pertumbuhan Ekonomi
Lebih lanjut, bendahara negara mencatat, Amerika Serikat tumbuh sekitar 1,6 di 2022 dan diprediksi tumbuh 1 persen. Bahkan ada prediksi ekonomi AS akan melemah diawal tahun ini
"Masih ada prediksi bahwa terjadi kemungkinan negatif growht pada 1 atau 2 kuartal ada tahun 2023 ini," kata dia.
"Eropa mengalami penurunan yang sangat dramatis yaitu tahun 2022 dari 5,2 persen di tahun lalu ke 3,1 dan tahun dpean diperkirakan hanya tumbuh tipis atau bahkan masuk resesi," imbuhnya.
Sementara, China yang mulai membuka pergerakan masyarakat diprediksi akan tumbuh tipis dari tahun lalu. Pertumbuhannya hanya 3,2 persen, dan tahun depan mungkni akan lebih baik sedikit pada level 4,4 persen.
"india yang relatif dalam posisi lebih baik pun 2022 merupakan koreksi dari tahun sebelumnya, hanya tumbuh 6,8 persen dibandingkan pemulihan tahun sebelumnya yaitu 8,7 persen. Tahun depan India diperkirakan mengalami sedikit perlemahan, (tumbuh) di 6,1 persen," beber Menkeu.
Advertisement