Sukses

Pengusaha Bongkar Fakta, 919 Ribu Pekerja Jadi Korban PHK

Sumber data PHK pekerja mengacu pengambilan klaim oleh pekerja dengan alasan PHK yang tercatat di BPJS Ketenagakerjaan.

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat, sebanyak 919.071 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada periode Januari - November 2022.

Sumber data ini mengacu pengambilan klaim oleh pekerja dengan alasan PHK yang tercatat di BPJS Ketenagakerjaan.

"Selama Januari sampai November 2022, 919.071 pekerja ter PHK, yang sudah jelas mengambil JHT karena PHK," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani dalam konferensi pers terkait Perppu Cipta Kerja di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

Aksi PHK pekerja besar-besaran tersebut diakibatkan oleh dampak pandemi Covid-19 yang masih dirasakan sejumlah perusahaan. Selain itu, menurunnya kinera ekspor juga ikut menjadi pemicu PHK.

"Banyak faktor (PHK), ada imbas dari pandemi, ada masalah ekspor tiba-tiba drop atau hilang," ujar Hariyadi.

Hariyadi melanjutkan, aksi PHK secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh kenaikan upah minimum provinsi (UMP). Hal ini mengakibatkan perusahaan terpaksa melakukan efisiensi.

"Ada pengaruh (UMP) juga, mungkin tidak secara langsung pengaruh UMP, perusahaan melakukan efisiensi," jelas Hariyadi.

Hariyadi menyatakan, aksi PHK di tahun 2022 banyak terjadi di sektor bisnis terkait aktivitas ekspor. Meski begitu, dia tidak menyebut daftar perusahaan yang banyak melakukan PHK terhadap karyawannya.

"Kemungkinan besar (PHK) sektor yang eksportir lebih banyak," tutupnya

2 dari 3 halaman

Pengusaha Tak Yakin Perppu Cipta Kerja Bisa Ciptakan Ribuan Lapangan Kerja

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J Supit, ragu kehadiran Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) bakal menambah banyak lapangan kerja.

Pasalnya, ia menilai para investor sudah kepalang sanksi melihat inkonsistensi pemerintah dalam membuat kebijakan. Sehingga itu akan berimbas pada seretnya pemasukan modal dan penciptaan lapangan kerja baru.

"Yang jadi pertanyaan, siapa yang akan memperjuangkan nasib si pencari kerja. Sekarang tinggal kita harus elaborasi, apakah dengan ketentuan baru ini bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin. Itu aja yang mungkin tolong dijawab," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (3/1/2023).

"Kalau melihat timbul keragu-raguan dari calon investor, saya kira bisa menimbulkan juga (kaburnya investor)," kata Anton.

Lebih lanjut, ia menyoroti poin terkait pengupahan dalam Perppu Cipta Kerja. Menurut dia, aturan soal pemberian upah seharusnya tidak hanya diprediksi untuk satu tahun saja, tapi menerawang hingga 5-10 tahun ke depan.

Selain itu, Anton juga meminta pemerintah untuk membuat komparasi pengupahan antara Indonesia dengan negara-negara kompetitornya. Semua perhitungan itu bakal jadi pertimbangan investor agar mau menanamkan modalnya di Tanah Air.

"Jadi jangan hanya lihat tahun ini. Kalau You musti pastikan untuk investor, dia mau invest di negara mana, You akan mempelajari segala ketentuan. Substansi yang ada dalam ketentuan kebijakan undang-undang ini dia akan proyeksikan ke depan," tuturnya.

"Sedangkan kalau saya lihat sekarang ini juga sulit diprediksi, karena ada faktor-faktor yang di dalam pasalnya pun tidak menentu juga," tandas Anton.

3 dari 3 halaman

Perppu Cipta Kerja Disebut Paksakan Kepentingan Pemodal

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) merasa dikibuli oleh keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Terlebih, aturan itu dinilai hanya menaungi kepentingan pemodal dibanding tuntutan buruh.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menilai, Perppu Cipta Kerja jadi akal-akalan untuk memaksakan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkostitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasalnya, isi Perppu Cipta Kerja justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh kelompok buruh.

"Sehingga pemerintah bisa seenak-enaknya sendiri menerbitkan Peraturan Pemerintah yang tentunya hanya akan menguntungkan kelompok pemodal atau investor," keluh Mirah, Senin (2/1/2023).

"Modus seperti ini sudah menjadi rahasia umum, karena sejak awal Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja memang didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat," tegasnya.

Â