Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyatakan ada dua isu dalam klaster Ketenagakerjaan di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja berubah secara substansial.
Apindo memang secara khusus mencermati substansi Perppu untuk klaster ketenagakerjaan, tanpa mengabaikan klaster klaster lainnya. Hal tersebut mengingat klaster ketenagakerjaan yang sangat luas mendapat perhatian berbagai pihak, dan juga klaster yang menjadi fokus perhatian utama aktivitas APINDO.
Baca Juga
Ketua Umum APINDO Hariyadi Sukamdani, menyebut dua isu tersebut diantaranya mengenai formula penghitungan Upah Minimum (UM) dan pengaturan alih daya.
Advertisement
"Perppu ini mengubah yang paling substatif tadi ada dua hal, yang tadi sudah disampaikan tadi, yaitu UM dan alih daya. Nah, kalau yang UM itu mengikuti formula seperti permenaker 18, tentunya ini kita akan lihat," kata Hariyadi dalam konferensi Pers Perppu Nomor 2 tahun 2022, di Kantor APINDO, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Dia menjelaskan, dalam Perppu formula penghitungan Upah Minimum (UM) yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Hal ini memberatkan dunia usaha mengingat UU Cipta Kerja hanya mencakup 1 variabel yaitu pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
Apindo menilai, penentuan upah minimum berdasarkan formula yang baru dikhawatirkan tidak mencerminkan Upah minimum sebagai jaring pengaman sosial, khususnya bagi pekerja.
"Kalau ini tidak mencerminkan jaring pengaman sosial dan ini cenderung nantinya, kenaikannya seperti dulu di PP 78 tahun 2015, yang kita khawatirkan itu adalah akan terjadi makin jauhnya suplai dan demand," ujar Hariyadi.
Â
Penyusutan Serapan Tenaga Kerja
Selain itu, pengaturan upah minimum dengan Perppu ini akan menyebabkan penyusutan penyerapan tenaga kerja. Karena suplai dan permintaan tenaga kerja tidak seimbang.
"Suplai tenaga kerja lajunya tinggi, karena rata-rata sekarang sekitar 3 juta per tahun angkatan kerja baru. Sedangkan, penyerapan atau penyediaan tenaga kerjanya itu semakin menyusut," katanya.
Sementara, untuk pengaturan Alih Daya juga diubah yang menyebutkan bahwa Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan alih daya, yang dikhawatirkan kembali ke spirit UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Mengenai Alih Daya yang diperlukan adalah terciptanya Ekosistem yang sehat dan fleksibel untuk menarik investor menciptakan lapangan kerja, maka pembatasan alih daya justru akan membuat tujuan tersebut sulit dicapai.
Advertisement
Perppu Cipta Kerja Tuai Kritik, Pengusaha Tak Akan Gugat
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi Sukamdani, menyatakan tidak akan menggugat penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
"Kami tidak ada rencana menggugat Perppu, tapi kami sekarang mencoba meminta Pemerintah duduk bareng," kata Hariyadi dalam konferensi Pers Perppu Nomor 2 tahun 2022, di Kantor APINDO, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Sebelumnya, Apindo melayangkan gugatan uji materil Permenaker 18 Tahun 2022 tentang Upah Minimum 2023 ke Mahkamah Agung. Kementerian Ketenagakerjaan mengaku belum mendapatkan informasi lengkap dari MA. Namun, kali ini pihaknya tidak akan menggugat Perppu karena kasusnya berbeda dengan Permenaker.
"Menurut pandangan kami berbeda case nya dengan kemarin. Kalau Permenaker memang salah, jadi kita harus meluruskan. Kalau sekarang sudah lain, karena Perppu itu bicaranya Undang-undang yang ceritanya sebagai sumber hukum yang relatif tinggi yang harus kita melihatnya coba bicara dengan Pemerintah, dan DPR, ajak sama-sama," ungkapnya.
Terbitnya Perppu Cipta Kerja diluar dugaan, namun dunia usaha dapat memahaminya. APINDO yang sedang menunggu untuk dilibatkan pemerintah dalam pembahasan substantif perubahan UU Cipta Kerja sebagai tindak lanjut putusan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi cukup surprise dengan terbitnya Perppu tersebut.
"Kita gak diundang, kita kaget, dalam perjalanan ini kita lebih matang dan bijak ini suatu proses saya pikir sebaiknya semua pembahasan itu harus melibatkan semua stakeholder. Setahu saya tidak ada (pengusaha) yang diajak bicara," ujarnya.
Sedang Dipelajari
Saat ini APINDO secara khusus mencermati substansi Perppu untuk klaster ketenagakerjaan, tanpa mengabaikan klaster klaster lainnya. Hal tersebut mengingat klaster ketenagakerjaan yang sangat luas mendapat perhatian berbagai pihak, dan juga klaster yang menjadi fokus perhatian utama aktivitas APINDO. Mengenai klaster klaster lainnya akan ditinjau lebih lanjut secara terpisah.
Lebih lanjut, Apindo dan unsur asosiasi usaha lainnya memerlukan waktu untuk memahami PERPPU 2/2022 secara komprehensif. Dokumen PERPPU setebal lebih dari seribu halaman memerlukan waktu untuk dapat dipahami dengan baik mengingat cakupan luas 10 klaster.
"Terpenting kami sudah memberikan catatan, perkara keputusannya berbeda ya biarlah masyarakat yang menilai apakah keputusan tersebut objektif apa tidak, kami hanya ingin menyampaikan perspektif yang objektif saja," pungkasnya.
Advertisement