Sukses

PPKM Dicabut, Perputaran Uang Makin Cepat

Pemerintah dan masyarakat tetap harus waspada akan kemungkinan risiko meningkatnya kembali covid-19 dengan dicabutkan kebijakan PPKM.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini dirilis untuk mencegah penularan virus dan juga mengendalikan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Pencabutan PPKM di Indonesia ini resmi dilakukan oleh Jokowi pada Jumat 30 Desember 2022.

Ekonom Indef Nailul Huda mengatakan, dampak pencabutan kebijakan PPKM bisa mempercepat perputaran uang dalam negeri, seiring pulihnya berbagai sektor perekonomian di masyarakat.

"Pengaruhnya pasti ada, mengingat beberapa kegiatan yang sudah dibuka bisa menghasilkan multiplier effect ke ekonomi. Kegiatan masyarakat bisa meningkat dan diiringi dengan perputaran uang yang semakin cepat. Hasilnya ekonomi akan meningkat pula," kata Nailul kepada Liputan6.com, Rabu (4/1/2023).

Kendati begitu, dia mengingatkan Pemerintah dan masyarakat tetap harus waspada akan kemungkinan risiko meningkatnya kembali covid-19. Jika hal itu terjadi, maka akan menghambat perekonomian karena aktivitas masyarakat terhambat.

"Namun, harus diwaspadai juga risiko outbreak lagi yang bisa menghambat perekonomian dimana ketika terjadi outbreak maka kegiatan masyarakat akan kembali terhambat. Bisa menimbulkan efek negatif ke ekonomi," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya mengatakan bila nanti muncul varian baru, Pemerintah telah menyusun strategi agar tidak terjadi lonjakan kasus. Saat ini tersedia 17 jejaring laboratorium WGS yang dapat menggali informasi cara menangani varian tersebut dan Pemerintah juga akan mengukur daya tahan masyarakat setiap enam bulan sekali.

"Selain itu, Pemerintah telah menyiapkan booklet yang akan membantu kita dalam bertindak kita bila ada kasus baru," jelas Luhut dalam Rapat Koordinasi Pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara daring, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (2/1/2022).

Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi Covid-19 yang terkendali, tingkat imunitas yang tinggi di masyarakat (95.8 persen), kesiapan kapasitas kesehatan yang lebih baik (tersedianya intervensi medis sebagai pengganti intervensi non medis), dan pemulihan ekonomi yang berjalan cepat.

2 dari 3 halaman

PPKM Dicabut, PHRI Prediksi Sektor Pariwisata Bakal Melesat

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, mengatakan dengan dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bisa mendorong dan mempercepat pemulihan ekonomi di sektor pariwisata, khususnya di tahun 2023 ini.

"Itu (PPKM) akan mendorong dan sangat lebih mempercepat pemulihan yang ada," kata Hariyadi kepada Liputan6.com, Rabu (4/1/2023).

Diketahui sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), yang selama ini menjadi kebijakan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Pencabutan PPKM di Indonesia ini resmi dilakukan oleh Jokowi mulai Jumat 30 Desember 2022 lalu. PHRI pun berharap, dengan begitu di tahun 2023 sektor pariwisata bisa pulih sebagaimana sebelum pandemi.

"Mudah-mudahan di semester 2 akan terjadi kondisi yang sama dengan tahun 2019 dan mungkin bisa jadi lebih tinggi tergantung nanti faktor dari transportasi,” ujarnya.

Namun, pemulihan juga tergantung pada biaya transportasi. Misalnya, dia berharap tiket pesawat bisa lebih kompetitif alias tidak mahal sekali, maka diyakini dapat mendorong dan meningkatkan pergerakan wisatawan nusantara.

"Pengalaman kita di 2019 waktu pada saat harga tiket mahal, itu menahan laju pertumbuhan pergerakan wisatawan nusantaranya,” katanya.

 

3 dari 3 halaman

Tarif Hotel Naik 70 Persen

Lanjut kata Hariyadi, selama selama libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru) tarif hotel mengalami peningkatan hingga 70 persen.

Dia meyakini, ke depannya tarif hotel akan kembali normal sejalan dengan rendahnya permintaan. Berdasarkan pengamatan PHRI, permintaan meningkat biasanya terjadi pada kuartal III dan IV, sedangkan di kuartal I dan II permintaan wisatawan rendah.

“Kalau demand-nya masih slow biasanya kuartal I itu memang agak slow. Apalagi ini kan bulan Maret itu kan bulan puasa, itu ada pengaruh di situ. Nah, nanti di Aprilnya, kuartal I itu rendah. Kuartal II agak mendingan dan kuartal III dan IV itu baru naik,” pungkasnya.