Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto memastikan melanjutkan Program Kartu Prakerja di 2023 ini. Namun skema Program Kartu Prakerja di 2023 berbeda dengan yang yang diberikan pada tahun lalu.
Dengan skema baru, setiap peserta Kartu Prakerja mendapatkan jatah Rp 4,2 juta. Komposisinya, biaya pelatihan lebih besar dari insentif yang diterima setiap peserta.
Baca Juga
"Biaya per orang Rp 4,2 juta, namun biaya pelatihannya lebih tinggi dari saat pelatihan skema bantuan sosial," kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (5/1/2022).
Advertisement
Dari anggaran Rp 4,2 juta, sebesar Rp 3,5 juta digunakan untuk biaya pelatihan. Sisanya akan diberikan sebagai insentif sebesar Rp 600.000 untuk transpor dan Rp 100.000 untuk mengisi kuisioner pasca pelatihan.
Artinya anggaran yang diterima dalam bentuk uang hanya Rp 700.000 untuk setiap peserta.
"Untuk pelatihan Rp 3,5 juta, untuk transport Rp 600.000 dan insentif survei Rp 100.000 untuk dua kali survei," kata dia.
Hal ini berbanding terbalik dengan program Kartu Prakerja saat digunakan sebagai instrumen bantuan sosial. Saat itu besaran bantuan yang diberikan kepada setia peserta sebesar Rp 3,55 juta.
Dari dana tersebut, yang bisa digunakan untuk membeli pelatihan hanya Rp 1 juta. Sisanya sebesar Rp 2,55 juta diberikan kepada peserta secara bertahap. Untuk insentif pasca pelatihan sebesar Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan, dan insentif survei sebesar Rp 150.000.
Tak Lagi Online
Direktur Eksekutif PMO Prakerja, Denni Puspa Purbasari menjelaskan alokasi dana untuk pelatihan sengaja lebih besar karena program beberapa pelatihan tidak lagi dilakukan secara online, tetapi offline. Sehingga membutuhkan anggaran lebih untuk pelaksanaan pelatihan yang dilakukan secara tatap muka.
"Skema pelatihan normal ini ada pelatihan luring yang butuh sarana dan prasarana infrastruktur seperti air, toilet, listrik dan ini kan ada ongkosnya, jadi jelas kalau ini lebih tinggi," kata Denni.
Apalagi skema pelatihan ini sudah tidak lagi digunakan untuk bantuan sosial. Sehingga memang dibuat lebih banyak diperuntukkan mengikuti program pelatihan ketimbang diberikan melalui insentif.
"Dalam skema normal tidak lagi semi bansos jadi besaran pelatihan ini memang lebih besar dari insentifnya," pungkas Denni.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement