Liputan6.com, Jakarta Badan Pangan Nasional resmi mengeluarkan aturan Perbadan Nomol 16 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan Dan Gizi. Nantinya, ini akan menyasar penguatan sistem dan pengawasan di daerah.
Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian kerawanan pangan dan gizi yang mencakup tahapan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi.
Baca Juga
Perbadan yang baru diterbitkan ini sebagai pedoman oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyusun instrumen peringatan dini kerawanan pangan dan gizi.
Advertisement
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menjelaskan Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi paling sedikit meliputi tiga aspek. Yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan.
Sedangkan untuk pendataannya, terdiri dari dua jenis yaitu primer dan sekunder, yaitu data primer dari NFA atau Perangkat Daerah urusan pangan serta data sekunder dari kementerian/lembaga dan Perangkat Daerah terkait.
“Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi paling sedikit berisi informasi ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan yang datanya diperoleh secara akurat dari sumber primer dan sekunder yaitu Badan Pangan dan instansi/lembaga terkait, termasuk juga di Daerah,” ujar Arief dalam keterangannya, Minggu (8/12/2022).
Lebih lanjut, Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi disajikan dalam bentuk peta, tabel, gambar, dan narasi yang dilengkapi dengan situasi pangan dan gizi wilayah serta rekomendasi kebijakan di bidang pangan dan gizi. Sementara itu untuk penyebaran data dan informasi Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu melalui website serta pemberitaan melalui media massa cetak dan elektronik.
Bentuk Tim
Dalam pelaksanaannya, Perbadan 16 Tahun 2022 mengamanatkan pembentukan Tim Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Tim ini dibentuk dengan melibatkan instansi atau lembaga yang sedikitnya terdiri dari unsur pangan, pertanian, kesehatan, Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Badan Penanggulangan Bencana (BNPB atau BPBD).
“Dari peraturan ini nantinya akan dibentuk Tim di setiap tingkatan yang terdiri dari unsur lintas sektor guna melaporkan perkembangan situasi dan kondisi pangan dan gizi di kepada Kepala Daerah dan Badan Pangan minimal satu kali setiap bulan,” tuturnya.
Seperti diketahui, pengentasan kerawanan pangan dan gizi menjadi salah satu sasaran strategis NFA yang merupakan amanat dari Perpres 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Upaya pengentasan kerawanan pangan dan gizi dilakukan dalam rangka mencapai kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan.
Selain melalui penguatan sistem peringatan dini yang diatur dalam Perbadan tersebut, strategi lainnya yang dijalankan nanti penyaluran pangan bergizi untuk daerah rentan rawan pangan dan terdampak bencana. Kemudian peningkatan aksesibilitas pangan bagi masyarakat dari wilayah surplus ke wilayah defisit, dan perluasaan akses informasi kerawanan pangan dan gizi.
Advertisement
Kolaborasi
Lebih lanjut Kepala NFA Arief Prasetyo Adi berpesan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk terus bersinergi dan membangun kolaborasi demi terwujudnya ekosistem pangan nasional yang tangguh dan berkelanjutan. Berbagai upaya tersebut dilakukannya sesuai amanat dari Undang-Undang 18/2012 tentang Pangan serta terwujudnya ketahanan pangan nasional yang mendiri dan berdaulat.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Jokowi bahwa pangan merupakan urusan wajib dan bersifat multisektoral, maka Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi juga perlu dikerjakan secara bersama-sama dengan mengoptimalkan segala potensi yang ada,” pungkasnya.
Implementasi lebih lanjut dari Perbadan 16/2022 akan diatur dalam Petunjuk Teknis yang akan ditetapkan melalui Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional.
Atur Cadangan Beras
Badan Pangan Nasional resmi mengeluarkan paket aturan untuk mengatur cadangan pangan pemerintah. Hal ini dilakukan mulai dari cadangan beras, cadangan jagung, dan cadangan kedelai pemerintah.
Pengaturan ini tertuang dalam paket Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) soal Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dan stabilisasi pasokan dan harga untuk komoditas beras, jagung, serta kedelai. Ada 4 Perbadan, yakni Perbadan Nomor 12 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), Perbadan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Jagung Pemerintah (CJP).
Kemudian Perbadan Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Kedelai Pemerintah (CKP), dan Perbadan Nomor 15 Tahun 2022 tentang Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras, Jagung, dan Kedelai, di Tingkat Konsumen.
Kepala Bapanas atau National Food Agency Arief Prasetyo Adi mengatakan, keempat Perbadan ini disiapkan sebagai landasan teknis dalam penyelenggaraan CPP tahap pertama yang meliputi komoditas beras, jagung, dan kedelai.
"Seperti kita ketahui, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP), untuk penyelenggaraan CPP tahap pertama akan difokuskan pada komoditas beras, jagung, dan kedelai dengan Perum Bulog yang ditugaskan sebagai operatornya," ujar dia dalam keterangannya, ditulis Jumat (6/1/2022).
Menurut Arief, Perbadan nomor 12, 13, dan 14 tentang penyelenggaraan CBP, CJP, dan CKP mengatur terkait jumlah serta mekanisme pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran untuk tiga komoditas tersebut. Untuk jumlah cadangan pangan masing-masing komoditas ditetapkan oleh NFA yang akan disertai dengan penetapan standar mutu.
"Penetapan jumlah cadangan pangan masing-masing komoditas mempertimbangkan produksi nasional, penanggulangan kedaruratan, langkah pengendalian dan stabilisasi, kerja sama dan bantuan internasional, serta angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Penetapan jumlah cadangan pangan tersebut dilakukan minimal 1 kali dalam 1 tahun," terangnya.
Sedangkan, untuk mekanisme pengadaan CBP, CJP, dan CKP diprioritaskan melalui pembelian produksi dalam negeri. Nilai pembelian produksi dalam negeri mengacu kepada Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang saat ini sedang dibahas dan akan ditetapkan dalam Perbadan selanjutnya. Metode pengadaan dapat melalui pembelian langsung, pengalihan stok komersial, atau pengadaan lain seperti mekanisme closed loop, contract farming, dan kemitraan.
"Untuk pengadaan memprioritaskan pengadaan dalam negeri, hal tersebut sebagai bentuk keberpihakan dan perlindungan pemerintah terhadap hasil produksi para petani lokal. Hal ini juga sejalan dengan arahan Presiden RI agar Kementerian dan Lembaga terkait serta Pemerintah Daerah mendukung pengembangan produk pertanian dalam negeri yang dihasilkan para petani lokal," ungkap Arief.
Advertisement