Sukses

Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan Sudah Jadi Pasien IMF, Siapa Menyusul?

Tak hanya itu, negara-negara timur tengah seperti mesir juga akan menghadapi situasi yang tidak mudah. Utamanya dalam hal impor bahan bakar.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa tiga negara Asia Selatan telah menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF). Ketiga negara tersebut adalah Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan.

Sri Mulyani menjelaskan, tiga negara Asia Selatan tersebut tengah menghadapi kondisi terlilit utang dalam jumlah besar. Rasio utang negara telah memasuki kondisi stress debt. Oleh karena itu, ketiga negara tersebut meminta bantuan kepada IMF.

"Bank Sentral India mengatakan negara-negara di sekitar Asia Selatan semuanya dalam kondisi stress debt. Bangldesh, Sri Lanka, Pakistan semuanya masuk pasien IMF," kata dia saat memberikan sambutan di acara CEO Banking Forum di Jakarta, Senin (9/1/2023).

Tak hanya itu, negara-negara timur tengah seperti mesir juga akan menghadapi situasi yang tidak mudah. Utamanya dalam hal impor bahan bakar.

Mantan Direktur Pelaksana Dunia ini menyebut terdapat 63 negara dunia dalam kondisi memiliki rasio utang yang tinggi atau tidak suistainable. Oleh karena itu setiap negara harus bisa mengendalikan tingkat inflasi di tahun ini.

Alasannya, menaikkan suku bunga dalam kondisi seperti ini kan memberikan dampak yang lebih besar. Tidak hanya menimbulkan resesi tetapi bisa menimbulkan krisis utang.

"Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan, 2023 menang prediksi dari lembaga-lembaga global mengenai dunia kurang menggembirakan. Bukan hanya inflasi dan kemungkinan resesi, kemungkinan juga akan ada masalah dengan debt suistainability di berbagai dunia," kata dia.

Sri Mulyani mengatakan proyeksi ekonomi yang dirilis IMF juga perlu menjadi perhatian. Sebab tahun 2023, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan hanya tumbuh 2,7 persen. Angka ini lebih rendah dari proyeksi yang dilakukan sejak tahun 2021 yang diramal tumbuh 6 persen dan tahun 2022 yang hanya mampu tumbuh 3,2 persen.

"Jadi bisa kita lihat bagaimana turunnya pertumbuhan ekonomi dunia," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

2 dari 3 halaman

IMF Ramal Sepertiga Ekonomi Dunia Bakal Resesi di 2023

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva memperingatkan bahwa sepertiga dari ekonomi global akan mengalami resesi tahun ini.

"Kami memperkirakan sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi," kata Georgieva, dikutip dari BBC, Selasa (3/1/2023).

"Bahkan negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," ujarnya dalam program berita CBS Face the Nation.

Georgieva sebelumnya juga sudah mengatakan bahwa 2023 akan menjadi tahun yang "lebih sulit" daripada tahun lalu karena Amerika Serikat, Eropa, dan China melihat perlambatan ekonomi.

Perlambatan ini didorong sejumlah isu global yang membebani ekonomi global, salah satunya adalah perang Rusia-Ukraina, lonjakan inflasi, suku bunga yang tinggi, dan penyebaran Covid-19 di China.

Georgieva pun memperingatkan bahwa China, yang merupakan negara ekonomi terbesar kedua di dunia, akan menghadapi awal tahun 2023 yang sulit.

"Untuk beberapa bulan ke depan, akan sulit bagi China, dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi akan negatif, dampaknya terhadap kawasan akan negatif, pertumbuhan global juga bisa negatif," sebutnya.

Tak hanya negara Barat, Komentar Georgieva juga tidak terkecuali bagi negara Asia yang mengalami tahun yang sulit di 2022.

IMF pada Oktober 2022 telah memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023 ini. Penurunan proyeksi IMF didorong oleh perang di Ukraina yang berkepanjangan serta suku bunga yang tinggi di berbagai bank sentral di seluruh dunia untuk mengendalikan inflasi.

 

3 dari 3 halaman

Bagaimana Pandangan Ekonom?

Katrina Ell, seorang ekonom di Moody's Analytics di Sydney, memberikan pandangannya tentang ekonomi dunia.

"Sementara baseline kami menghindari resesi global selama tahun depan, kemungkinan salah satunya sangat tidak nyaman. Eropa, bagaimanapun, tidak akan lolos dari resesi dan AS tertatih-tatih di ambang (resesi)," katanya.

"Pembatasan Covid-19 domestik yang dilonggarkan China bukanlah peluru perak. Transisi akan bergelombang dan menjadi sumber volatilitas setidaknya hingga bulan Maret," sebut Ell.

Adapun Bill Blaine, ahli strategi dan kepala aset alternatif di Shard Capital, menggambarkan peringatan IMF sebagai alarm saat menyambut Tahun Baru 2023.

"Meskipun pasar tenaga kerja di seluruh dunia cukup kuat, jenis pekerjaan yang diciptakan belum tentu bergaji tinggi dan kita akan mengalami resesi, kita tidak akan melihat suku bunga turun secepat yang dipikirkan pasar," katanya kepada program Today di BBC Radio 4.

"Hal itu akan menciptakan serangkaian konsekuensi yang akan membuat pasar gelisah setidaknya selama paruh pertama tahun 2023," pungkasnya.Â