Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo memastikan tidak ada perubahan tarif pajak bagi pegawai dengan gaji Rp5 juta per bulan. Sebaliknya yang ada perubahan terhadap laporan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (OP).
Perubahan lapisan tarif PPh OP ini dilakukan untuk melindungi masyarakat kelas menengah ke bawah. Sedangkan untuk mereka yang berpenghasilan lebih tinggi dikenakan tarif lebih tinggi.
Baca Juga
Suryo mengingatkan penghitungan tarif PPh tidak dilakukan secara langsung, melainkan menggunakan rumus khusus demi menciptakan keadilan.
Advertisement
"Penghasilan tidak langsung dikalikan tarif tapi diperhitungkan dulu dari PTPK-nya (Penghasilan Tidak Kena Pajak)," kata Suryo di kantor Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Suryo menjelaskan PPh pegawai yang belum menikah dengan gaji Rp 5 juta per bulan dengan pegawai bergaji Rp 9 juta atau pegawai bergaji Rp 10 juta memiliki tarif berbeda. Makin besar gaji yang didapat, maka tarif yang berlaku pun berbeda, bahkan dikenakan tarif bertingkat.
"Cara hitungnya menggunakan tarif yang bertingkat tadi, mulai dari 5 persen ke 15 persen sampai ke 35 persen," kata dia.
Suryo menjelaskan pegawai yang belum menikah dengan gaji Rp10 juta dikenakan tarif PPh berlapis yakni tarif 5 persen dan 15 persen. Adapun cara penghitungannya sebagai berikut:
Gaji per bulan: Rp10 juta
Gaji per tahun: Rp10 juta x 12 bulan = Rp 120 juta
Rumus 1:Penghasilan Kena Pajak: Penghasilan - PTKP = Rp120 juta - Rp54 juta = Rp66 juta
Rumus 2:Lapisan tarif I (5 persen) = 5 % x Rp60 juta = Rp3 jutaLapisan tarif II (15 persen) = 15 % x Rp 6 juta = Rp900.000
Sehingga pajak terutang setahun = Lapisan tarif I + lapisan tarif II = Rp3 juta + Rp900.000 = Rp3,9 juta. Bila dihitung per bulan maka PPh yang per bulan Rp325.000
Sementara itu, bagi pegawai tidak menikah dengan gaji Rp5 juta dan Rp9 juta per bulan hanya dikenakan tarif 5 persen. Ada pun cara menghitungnya sebagai beriut:
Â
Gaji per Bulan Rp 9 juta
Gaji per tahun: Rp9 juta x 12 bulan = Rp 108 juta
Rumus 1:Penghasilan Kena Pajak: Penghasilan - PTKP = Rp108 juta - Rp54 juta = Rp54 juta
Rumus 2:Lapisan tarif I (5 persen) = 5 % x Rp 54juta = Rp2,7 juta
Sehingga pajak terutang setahun Rp2,7 juta. Bila dihitung per bulan maka PPh yang per bulan Rp225.000
Â
Gaji per Bulan Rp 5 juta
Gaji per tahun: Rp5 juta x 12 bulan = Rp60 juta
Rumus 1:Penghasilan Kena Pajak: Penghasilan - PTKP = Rp60 juta - Rp54 juta = Rp6 juta
Rumus 2:Lapisan tarif I (5 persen) = 5 % x Rp6 juta = Rp300.000
Sehingga pajak terutang setahun Rp300.000. Bila dihitung per bulan maka PPh yang per bulan Rp25.000.
Â
Klasifikasi Tarif Pajak
Sebagai informasi pemerintah telah membuat klasifikasi pengenaan tarif pajak bagi wajip pajak orang pribadi, antara lain:
1. Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta, tarif pajak 5 persen
2. Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta, tarif pajak 15 persen
3. Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta, tarif pajak 25 persen
4. Penghasilan di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar, tarif pajak 30 persen
5. Penghasilan di atas Rp 5 miliar, tarif pajak 35 persen.
Â
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Integrasi NIK dengan NPWP Tak Bikin Kewajiban Pajak Bertambah
Jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sudah terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk (KTP)  telah mencapai 53 juta nomor. Masih ada sekitar 16 juta wajib pajak (WP) yang belum mengintegrasrikan NPWP dengan NIK.Â
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan, proses integrasi NIK dengan NPWP ini dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu DJP tidak akan menghapus NPWP atau dalam artian masih bisa digunakan sebagai nomor identitas wajib pajak.Â
"NPWP masih bisa dipakai, masih kita coba pelihara terus," kata Suryo di kantor Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).Â
Suryo menjelaskan penggunaan NIK sebagai pengganti NPWP sebenarnya untuk memudahkan proses administrasi. Sehingga dalam pengelolaan sistem administrasi lebih teratur dan tidak menghilangkan hak dan kewajiban.Â
"Jadi NIK bukan membuat sesuatu bertambah atau berkurang dan kewajiban dalam hal perpajakan," kata dia.
Dia mengatakan penggunaan NIK dipakai sebagai common identifier dalam sistem administrasi. Mengingat penggunaan NIK hampir digunakan untuk berbagai keperluan seperti membuka rekening di bank, mengurus perizinan, mendaftar sekolah dan sebagainya.Â
"Kami menyadari dalam setiap sisi kehidupan, kita sebagai masyarakat WNI pada saat kita urus apapun juga yang digunkan adalah NIK," kata dia.Â
Selain itu, penggunaan NIK sebagai NPWP juga akan memudahkan masyarakat. Mereka tidak perlu membawa banyak kartu atau menghapal banyak nomor identitas.Â
"Supaya di dompet kita yang disimpan satu saja nomornya yaitu NIK dan tidak perlu hapal banyak nomor," kata dia.Â