Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Amerika Serikat (AS) sedang tidak baik-baik saja. Beberapa lembaga keuangan internasional termasuk Bank Dunia memprediksi ekonomi amerika bakal mengalami tekanan karena kenaikan suku bunga acuan dari Bank Sentral AS.Â
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi AS hanya di angka 0,5 persen di 2023. Tentu saja angka ini sangat rendah dan di bawah prediksi sebelumnya.
Baca Juga
"Pertumbuhan diproyeksikan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023, 1,9 poin persentase di bawah perkiraan sebelumnya," dikutip dari Laporan Proyeksi Ekonomi Global Edisi Januari 2023, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Advertisement
Rendahnya ekonomi di AS ini menjadi yang terlemah sejak tahun 1970. Bahkan lebih rendah dari kondisi ekonomi Negeri Paman Sam ini mengalami resesi.
"Kinerja terlemah di luar resesi resmi sejak 1970," tulis Bank Dunia.
Sementara itu dari sisi inflasi, diperkirakan tetap akan moderat tahun ini. Hal ini terjadi karena tenaga kerja melemah dan tekanan upah yang mereda.
Sebagaimana diketahui, kenaikan harga pangan dan energi di AS terjadi bersamaan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang terus mengalami tekanan. Akibatnya inflasi terdorong ke level tertinggi multi-dekade pada tahun 2022.
Selain itu kondisi yang sama mendorong pengetatan kebijakan moneter tercepat dalam lebih dari 40 tahun. Aktivitas menyusut pada paruh pertama tahun 2022.
Permintaan domestik tetap lemah pada paruh kedua, dengan pelemahan khusus pada investasi residensial. Secara keseluruhan, pertumbuhan untuk tahun 2022 diperkirakan telah melambat menjadi 1,9 persen karena konsolidasi fiskal yang substansial ditambahkan ke hambatan kebijakan moneter.
Suram Resesi Kian Dekat, Bank Dunia Pangkas Ramalan Ekonomi Global 2023 jadi 1,7 Persen
Bank Dunia memangkas ramalan pertumbuhan ekonomi global di 2023 menyusul dampak kenaikan suku bunga bank sentral besar, perang Rusia-Ukraina yang masih berlangsung serta lonjakan inflasi di berbagai negara.
Lembaga keuangan internasional itu juga memperingatkan bahwa resesi semakin dekat.
"Mengingat kondisi ekonomi yang rapuh, setiap perkembangan baru yang merugikan - seperti inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, kenaikan suku bunga yang tiba-tiba untuk menahannya, kebangkitan pandemi COVID-19 atau meningkatnya ketegangan geopolitik - dapat mendorong ekonomi global ke dalam resesi, " kata bank dalam pernyataan yang menyertai laporan tersebut, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (11/1/2023).
Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan PDB global menjadi 1,7 persen tahun ini. Angka itu merupakan laju paling lambat di luar resesi pada tahun 2009 dan 2020 sejak 1993.
Dalam laporan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia sebelumnya pada Juni 2022, ekonomi global 2023 diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,0 persen. .
Selain itu, Bank Dunia juga memprediksi akan adanya elambatan besar di negara maju, termasuk pemangkasan tajam perkiraan ekonomi AS menjadi 0,5 persen dan zona euro, yang diramal bisa mengalami resesi kurang dari tiga tahun setelah yang terakhir.
"Kelemahan dalam pertumbuhan dan investasi bisnis akan memperparah pelemahan yang sudah memburuk di bidang pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan infrastruktur serta tuntutan yang meningkat dari perubahan iklim," ujar Presiden Bank Dunia David Malpass.
Â
Advertisement
Lonjakan Inflasi Mulai Mereda, Tapi Masih Ada Risiko Gangguan Pasokan
Bank Dunia juga mencatat bahwa beberapa tekanan inflasi mulai mereda menjelang akhir tahun 2022, dengan harga energi dan komoditas yang lebih rendah, tetapi memperingatkan risiko gangguan pasokan baru tinggi, dan inflasi inti yang meningkat dapat bertahan.
Masalah ini dapat menyebabkan bank sentral merespons dengan menaikkan suku bunga kebijakan lebih dari yang diperkirakan, memperburuk perlambatan global.
Dengan demikian, Bank Dunia dalam laporan terbarunya menyerukan adanya peningkatan dukungan dari komunitas internasional untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah menghadapi guncangan pangan dan energi, masyarakat yang terlantar akibat konflik, dan meningkatnya risiko krisis utang.
Dikatakan bahwa pembiayaan dan hibah konsesi baru diperlukan bersamaan dengan pemanfaatan modal swasta dan sumber daya domestik untuk membantu meningkatkan investasi dalam adaptasi iklim, modal sumber daya manusia dan kesehatan.
Laporan terbaru ini keluar saat dewan Bank Dunia diperkirakan akan mempertimbangkan "peta jalan evolusi" baru bagi lembaga tersebut untuk memperluas kapasitas pinjamannya dalam upaya mengatasi perubahan iklim dan krisis global lainnya.
Rencana tersebut akan memandu negosiasi dengan pemegang saham, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, untuk perubahan tbesar dalam model bisnis bank tersebut sejak pembentukannya pada akhir Perang Dunia II.Â