Sukses

Seluk Beluk Pajak Natura, Mulai Berlaku Juli 2023

Yang menarik perhatian dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) tersebut yakni diberlakukannya pajak atas natura dan/atau kenikmatan.

Liputan6.com, Jakarta Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) telah disahkan. UU HPP mengatur banyak perubahan regulasi perpajakan, salah satu yang menarik perhatian dalam UU tersebut yakni diberlakukannya pajak atas natura dan/atau kenikmatan.

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebelumnya, pemberian natura dan/atau kenikmatan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Namun, terdapat pengaturan kembali Fringe Benefit (kompensasi non-upah), di mana dalam pasal ini pemberian dalam bentuk natura dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai (Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 9 UU HPP).

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU HPP, pemerintah mengatur bahwa penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk natura dan/atau kenikmatan menjadi objek pajak penghasilan.

Diketahui dalam peraturan sebelumnya natura atau kenikmatan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi seperti fasilitas transportasi, perumahan, telekomunikasi, pengobatan, dan lain sebagainya dikecualikan dari objek pajak. Namun kini biaya natura dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan.

DJP menegaskan, yang harus menjadi perhatian atas pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan adalah perubahan pasal 4 ayat (3) UU HPP yang mengatur tentang pengecualian natura dan/atau kenikmatan dari pengenaan pajak.

Disebutkan natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak adalah pemberian makanan/minuman bagi seluruh pegawai, natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu, natura dan/atau kenikmatan karena keharusan pekerjaan, natura dan/atau kenikmatan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu.

Sehingga dengan adanya bunyi Pasal 4 ayat (3) ini, tidak benar jika otoritas pajak menyasar semua fasilitas kantor yang diberikan oleh perusahaan apalagi ke pegawai level bawah yang memang membutuhkan fasilitas dari kantor guna menunjang pekerjaannya.

Sementara, DJP menyampaikan terdapat jenis dan batasan tertentu untuk pengenaan pajak natura dan/atau kenikmatan ini.

 

 

2 dari 3 halaman

Pemotongan Pajak Natura

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo berencana akan mulai melakukan pemotongan pajak natura atau kenikmatan sebagai objek pajak bagi pihak penerima pada semester II-2023. Setelah Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) selesai disusun.

"Kapan mulai berlaku pemotongan, saat ini Januari PMK belum terbit berarti belum ada pemotongan, yang pasti kami akan memberikan transisi periode kapan dilakukan pemotongan, karena perlu dilakukan sosialisasi juga kepada masyarakat wajib pajak kira-kira 3-6 bulan di antara April sampai dengan Semester 1. Harapannya mungkin semester depan sudah mulai pemotongan pajak atas natura ini bisa dijalankan sebaik-baiknya," kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, dalam konferensi pers informasi perpajakan terkini di kantor DJP, Selasa(10/1/2023).

Pihaknya masih dalam tahap penyelesaian detail pengaturan pajak natura supaya memberikan keadilan dan kepantasan. Disisi lain, agar pihak pemotong dan pemungut paham, jenis barang mana saja yang perlu dipotong dan yang tidak.

"Jadi, clear klasifikasi untuk jenis barang bisa lebih jelas. Pengaturan mengenai detailnya sedang kami jalani, makannya bahasannya ada beberapa koridor atau batasan dalam Undang-undang, ada 5 kelompok dalam undang-undang kemudian di PP nya dijelasin lagi," ujarnya.

Menurutnya, nanti di PMK ini akan mengatur jenis barang yang ada dimasing-masing kelompok yang kena pajak natura. Dia pun berharap RPMK mengenai natura ini bisa segera diselesaikan sehingga bisa segera dilakukan pemungutan.

"Kami saat ini sedang kerja dan kami rumuskan di PMK, ditunggu mudah-mudahan tidak lama lagi. Saya belum bisa memberikan clear batasannya sekarang karena kita sedang jalan pendetailan batasan dari masing-masing jenis barang ataupun kenikmatan yang terkategori sebagai bukan penghasilan," jelasnya.

 

 

 

 

3 dari 3 halaman

Daftar Fasilitas yang Tidak Kena Pajak Natura

Berikut Daftar fasilitas yang tidak kena pajak natura:

Adapun jenis-jenis fasilitas yang akan dibebaskan dari pemotongan pajak natura, antara lain sebagai berikut:

1. Fasilitas Makan/Minum:

- Makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai

- Reimberstment makanan/minuman bagi pegawai dinas luar

2. Natura/kenikmatan daerah tertentu:

-Tempat tinggal, termasuk perumahan

- Pelayanan kesehatan

- Pendidikan

- Peribadatan

- Pengangkutan

- Olahraga, tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang dan olahraga otomotif

3. Harus disediakan sehubung dengan keamanan, kesehatan dan/atau keselamatan :

- Pakaian seragam antara lain seragam satpam, seragam pegawai produksi

- Peralatan keselamatan kerja

- Antar jemput pegawai

- Penginapan awak kapal/pesawat/ sejenisnya

- Natura dan/atau kenikmatan penanganan pandemi (vaksin,tes pendeteksi Covid-19)

4. Jenis dan/atau batasan tertentu:

- Bingkisan: bingkisan hari raya

- Peralatan dan fasilitas kerja yang diberikan untuk pelaksanaan pekerjaan: komputer, laptop, ponsel dan penunjangnya (pulsa dan internet)

- Pelayanan kesehatan dan pengobatan di lokasi kerja

- Fasilitas olahraga selain golf, pacuan kuda, power boating, terbang layang, paralayang, atau olahraga otomotif

- Fasilitas tempat tinggl yang ditujukan untuk menampung dan digunakan egawai secara bersama-sama (komunal): mes, asrama, pondokan

- Fasilitas kendaraan yang diterima oleh selain pegawai yang menduduki jabatan manajerial