Sukses

Tak Pangkas Prediksi, IMF Ramal Ekonomi Global Tumbuh 2,7 Persen di 2023

IMF kemungkinan tidak menurunkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi global tahun 2023, yang diproyeksikan sebesar 2,7 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan kemungkinan tidak menurunkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,7 persen pada tahun 2023.

Dikutip dari US News, Jumat (13/1/2023) Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan bahwa 2023 akan menjadi "tahun yang sulit" bagi ekonomi global, dan inflasi tetap membandel.

Akan tetapi, dia tidak melihat penurunan ekonomi lainnya seperti yang terlihat tahun lalu, kecuali bila terjadi situasi yang tidak terduga.

"Pertumbuhan terus melambat pada 2023," kata Georgieva kepada wartawan di kantor pusat IMF di Washington.

"Gambaran yang lebih positif adalah ketahanan pasar tenaga kerja. Selama masyarakat bekerja, meskipun harga tinggi, belanja akan tetap terjadi dan itu membantu kinerja," sambungnya.

Dia menambahkan bahwa IMF tidak melihat akan menurunkan proyeksi ekonomi global 2023, meskipun angka finalnya belum ditentukan.

"Itu kabar baiknya," ungkap Georgieva.

Seperti diketahui, IMF pada Oktober 2022 memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,7 persen pada tahun 2023.

Angka itu menandai penurunan dari proyeksi pada 2021 sebesar 6,0 persen dan 3,2 perser pada 2022 lalu. 

Georgieva juga mengatakan ada banyak harapan pada ekonomi China, yang sebelumnya menyumbang sekitar 35 persen hingga 40 persen dari pertumbuhan global, meski sempat mendapat hasil yang mengecewakan tahun lalu. 

Tetapi ia meyakini, China akan kembali membantu mendorong pertumbuhan ekonomi global, kemungkinan mulai pertengahan 2023.

Hal itu tentu bergantung pada China yang tidak mengubah arah dan tetap berpegang pada pencabutan kebijakan nol-Covid-19.

"Yang paling penting adalah agar China tetap berada di jalurnya dan tidak mundur dari itu," pungkas Georgieva.

2 dari 4 halaman

IMF Prediksi AS Bakal Soft Landing

Sementara Amerika Serikat, menurut Georgiva, negara ekonomi terbesar di dunia itu kemungkinan besar akan mengalami soft landing dan hanya akan mengalami resesi ringan, jika memang memasuki resesi teknis.

Tetapi Georgieva mengatakan ketidakpastian besar tetap ada, mengutip risiko peristiwa iklim yang signifikan, serangan siber besar serta risiko eskalasi perang Rusia-Ukraina.

"Kita sekarang berada di dunia yang lebih rentan terhadap guncangan dan kita harus berpikiran terbuka bahwa mungkin ada perubahan risiko yang bahkan tidak kita pikirkan," kata Georgiva.

"Itulah inti dari tahun-tahun terakhir. Hal yang tak terpikirkan telah terjadi dua kali," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan Sudah Jadi Pasien IMF, Siapa Menyusul?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa tiga negara Asia Selatan telah menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF). Ketiga negara tersebut adalah Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan.

Sri Mulyani menjelaskan, tiga negara Asia Selatan tersebut tengah menghadapi kondisi terlilit utang dalam jumlah besar. Rasio utang negara telah memasuki kondisi stress debt. Oleh karena itu, ketiga negara tersebut meminta bantuan kepada IMF.

"Bank Sentral India mengatakan negara-negara di sekitar Asia Selatan semuanya dalam kondisi stress debt. Bangldesh, Sri Lanka, Pakistan semuanya masuk pasien IMF," kata dia saat memberikan sambutan di acara CEO Banking Forum di Jakarta, Senin (9/1/2023).

Tak hanya itu, negara-negara timur tengah seperti Mesir juga akan menghadapi situasi yang tidak mudah. Utamanya dalam hal impor bahan bakar.

 

4 dari 4 halaman

63 Negara Terbelit Utang yang Tinggi

Sri Mulyani juga menyebut, terdapat 63 negara dunia dalam kondisi memiliki rasio utang yang tinggi atau tidak suistainable. Oleh karena itu setiap negara harus bisa mengendalikan tingkat inflasi di tahun ini.

Alasannya, menaikkan suku bunga dalam kondisi seperti ini kan memberikan dampak yang lebih besar. Tidak hanya menimbulkan resesi tetapi bisa menimbulkan krisis utang.

"Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan, 2023 menang prediksi dari lembaga-lembaga global mengenai dunia kurang menggembirakan. Bukan hanya inflasi dan kemungkinan resesi, kemungkinan juga akan ada masalah dengan debt suistainability di berbagai dunia," kata dia.