Liputan6.com, Jakarta - Menjelang libur Tahun Baru Imlek 2023, pemesanan penerbangan internasional di China hanya mencapai 15 persen dari tingkat pra-pandemi.
Jumlah tersebut dinilai masih kecil meskipun sudah terjadi lonjakan pemesanan 192 persen dari periode yang sama tahun lalu.Â
Dilansir dari AlJazeera, Senin (16/1/2023) pengumpul data perjalanan ForwardKeys mengungkapkan bahwa pemulihan penerbangan internasional di China menghadapai tantangan karena kapasitas maskapai yang rendah, harga tiket yang tinggi, hingga persyaratan tes Covid-19 oleh banyak negara
Advertisement
"Meskipun Tahun Baru Imlek kemungkinan akan melihat peningkatan perjalanan internasional untuk pertama kalinya dalam tiga tahun, kita perlu menunggu lebih lama sebelum kita melihat kebangkitan wisatawan China yang menjelajahi dunia," kata Wakil Presiden ForwardKeys Wawasan Olivier Ponti.
Sejumlah agen perjalanan online di China menyebut, lonjakan pencarian dan pemesanan penerbangan internasional berlipat ganda sejak pengumuman dibukanya perbatasan, tetapi tidak memberikan data yang membandingkan tingkat minat saat tahun 2019.
Selain itu, data ForwardKeys juga menunjukkan rata-rata tarif penerbangan dari China 160 persen lebih tinggi daripada pada Desember 2019, meskipun hal itu menunjukkan tren penurunan sejak Juni 2022 ketika kapasitas penerbangan lebih rendah dan aturan karantina masih diberlakukan.
Ponti mengatakan bahwa perusahaannya memperkirakan pasar outbound China akan meningkat kuat pada kuartal kedua 2023 ketika maskapai menjadwalkan kapasitas untuk musim semi dan musim panas, yang meliputi musim libur pada Mei, Juni dan liburan musim panas.
ForwardKeys mencatat, negara destinasi paling populer yang dipesan wisatawan China antara 26 Desember dan 3 Januari adalah Makau, Hong Kong, Tokyo, Seoul, Taipei, Singapura, Bangkok, Dubai, Abu Dhabi, dan Frankfurt, dengan 67 persen pemesanan dibuat untuk periode liburan Tahun Baru Imlek antara 7 Januari dan 15 Februari 2023.
Jelang Tahun Baru Imlek, Warga China Mulai Berbondong-bondong Bepergian
Masyarakat di China mulai bepergian menjelang musim libur Tahun Baru Imlek 2023. Besarnya jumlah warga China yang bepergian untuk libur Tahun Baru Imlek pun menjadi salah satu tanda berakhirnya kebijakan nol-Covid-19 yang memberi jalan bagi pemulihan aktivitas ekonomi.
Melansir South China Morning Post, Jumat (13/1/2023) Kementerian Perhubungan China mengungkapkan ada sekitar 34,7 juta perjalanan dalam negeri yang dilakukan melalui jalan darat, kereta api, air atau udara pada Sabtu, 7 Januari 2023.Â
7 Januari menjadi hari pertama dari kesibukan perjalanan Tahun Baru Imlek 2023 di China. Kemudian pada hari Minggu, 8 Januari 203 jumlah itu bertambah menjadi 35,4 juta. Jumlah pelaku perjalanan di China tahun ini bahkan 40 persen lebih tinggi daripada tahun 2022 lalu.
Wakil Menteri Transportasi China Xu Chengguang memperkirakan, negara itu akan melihat sekitar 2,1 miliar perjalanan selama keseluruhan periode 40 hari Festival Musim Semi, yang disebut Chunyun.
Peningkatan perjalanan di China, bersama dengan indikator mobilitas lainnya menunjukkan lonjakan penggunaan kereta bawah tanah dan kemacetan lalu lintas.Â
Hal ini menjadi pertanda baik bagi prospek ekonomi negara itu, dan menunjukkan bahwa gelombang Covid-19 terburuk mungkin akan segera berakhir di kota-kota besar. Sejumlah ekonom juga menaikan perkiraan mereka untuk pertumbuhan ekonomi China setelah pencabutan kebijakan nol-Covid-19 menjelang Tahun Baru Imlek.
Barclays pekan lalu menaikkan proyeksi pertumbuhan PDB China menjadi 4,8 persen untuk 2023 dari 3,8 persen pada pembukaan kembali yang lebih cepat dari perkiraan. "Aktivitas di China telah pulih secara signifikan," kata Tommy Xie, kepala penelitian China di Oversea-Chinese Banking Corporation.
"Tingkat kemacetan di kota-kota seperti Beijing dan Chengdu yang pertama kali dilanda wabah Covid-19 sudah pulih sepenuhnya," ungkapnya.
Â
Advertisement
Kemacetan Lalu Lintas China Naik 116 Persen jelang Tahun Baru Imlek
Kemacetan lalu lintas di 15 kota besar di China per 8 Januari juga naik menjadi 116 persen daripada tingkat yang terlihat pada Januari 2021, menurut indeks yang disusun oleh BloombergNEF berdasarkan data lalu lintas Baidu.
Indeks tersebut melacak rata-rata pergerakan lalu lintas dalam tujuh hari.
Penggunaan kereta bawah tanah di puluhan kota besar China juga terus meningkat setelah mencapai titik terendah bulan lalu, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg.
Jumlah penumpang kereta bawah tanah harian di 11 kota besar melonjak 20 persen untuk pekan yang berakhir pada hari Minggu, dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Meskipun demikian, masih ada jalan yang harus dilalui sebelum China kembali ke level yang belum pernah terlihat sejak sebelum pandemi.
Ukuran lalu lintas penumpang kereta bawah tanah untuk minggu lalu masih 24 persen lebih rendah dari periode yang sama tahun 2021.
Selain itu, volume penumpang pada hari pertama dan kedua periode perjalanan libur Tahun Baru Imlek hanya sekitar setengah dari yang tercatat pada 2019, menurut Kementerian Perhubungan China.
Pada akhir periode, jumlah total perjalanan diharapkan mencapai 70 persen dari tingkat pra-pandemi, kata Wakil Menteri Transportasi China Xu Chengguang.
Ada Kabar Gembira dari China Jelang Tahun Baru Imlek
China mendapatkan kabar baik, menjelang Tahun Baru Imlek 2023.
Sejumlah perusahaan dan pengusaha asing mengungkapkan telah bersiap untuk kembali melakukan aktivitas bisnis mereka di China, menyusul dibukanya kembali perbatasan di negara itu.
Terlepas dari ketidakpastian, salah satu agen migrasi di Beijing memperkirakan peningkatan bisnis di China akan mencapai antara 30 hingga 50 persen tahun ini, karena klien dapat mengunjungi negara itu dengan lebih mudah.
Melansir Channel News Asia, Jumat (13/1/2023) salah satunya adalah AIMS Group of Companies yang berkantor pusat di Singapura, mengungkapkan bersiap untuk kembali menjalankan kegiatan bisnisnya di China.Â
Langkah itu menyusul pencabutan kebijakan karantina dan pembukaan perbatasan bagi pelancong asing di China mulai 8 Januari.
Namun, perusahaan mengakui, masih dibutuhkan waktu untuk kegiatan bisnis di China sepenuhkan kembali normal.
"Saya pikir model bisnis harus berubah. Jadi saya tidak tahu apakah memiliki sekelompok besar orang di satu ruangan akan tetap berhasil di China. Tentu saja, kita harus mengujinya," kata Chief executive AIMS Group of Companies, Pearce Cheng.
Para pemimpin perusahaan juga ingin melanjutkan perjalanan bisnis reguler ke China setelah Tahun Baru Imlek.
"Saya pasti akan ke sana secara langsung karena saya tahu bahwa nilai tatap muka sangat penting dan saya tahu beberapa klien, mereka benar-benar ingin mendengar dari saya atau beberapa rekan saya di Singapura," ungkapnya, yang secara pribadi ingin melihat bagaimana bisnis di China telah berubah dalam tiga tahun terakhir.
Advertisement