Liputan6.com, Jakarta - Dari biaya sewa, bahan makanan, hingga utilitas, pengeluaran keluarga di Amerika Serikat semakin naik setiap bulannya karena mereka berusaha bertahan di tengah tingginya inflasi.
Melansir CNN Business, Selasa (17/1/2023) meski inflasi AS telah mereda dalam beberapa bulan terakhir, Moody's Analytics mengungkapkan, pengeluaran rumah tangga di negara itu pada umumnya bertambah hingga USD 371 atau sekitar Rp. 5,6 juta untuk keperluan barang dan jasa pada Desember 2022,
Baca Juga
Kabar baiknya adalah guncangan biaya hidup di AS tampaknya mulai mereda dan gaji mulai meningkat.
Advertisement
Pada puncak inflasi di bulan Juni 2022 lalu, keluarga di AS menghabiskan biaya hidup tambahan sebesar USD 502 atau Rp. 7,6 juta (asumsi kurs Rp. 15.700 per dolar AS) per bulan dibandingkan dengan tahun sebelumnya,.
Moody's Analytics menyebut, pengeluaran tambahan paling tinggi adalah untuk biaya tempat tinggal hingga USD 82,60 (Rp. 1,2 juta) per bulan dan USD 72,01 (Rp. 1 juta) untuk pangan.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS juga mengungkapkan bahwa masyarakat Amerika menghabiskan pengeluaran 11,8 persen lebih tinggi untuk bahan makanan dibandingkan tahun lalu.
Salah satu kenaikan harga pangan yang tinggi di AS terjadi pada telur, melonjak hampir 60 persen selama setahun terakhir, kenaikan tahunan terbesar sejak 1973, sebagian karena krisis pasokan yang disebabkan oleh flu burung.
Biaya lainnya yang membebani keluarga di AS termasuk utilitas yang naik USD 47,33, perawatan kesehatan naik USD 17,97, hiburan naik USD 15,27, dan minuman beralkohol naik USD 2,67, menurut Moody's Analytics.
Sementara itu, terjadi penurunan pada harga bensin, di mana keluarga di AS pada umumnya bisa menghemat USD 1,55 (Rp. 23,500Â ribu) per bulan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
OECD : Pemulihan Ekonomi China Bisa Bantu Atasi Inflasi Global
Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann mengatakan bahwa dibukanya kembali kegiatan ekonomi China akan berdampak sangat positif dalam perjuangan global untuk mengatasi lonjakan inflasi.
"Kami sangat menyambut pelonggaran pembatasan terkait Covid-19 di China," kata Cormann, dikutip dari CNBC International, Selasa (17/1/2023).
 Dia mengakui, akan ada tantangan dalam jangka pendek untuk pemulihan ekonomi China. "Kami melihat tingkat infeksi yang meningkat yang kemungkinan memiliki beberapa dampak jangka pendek," jelasmya kepada Joumanna Bercetche dari CNBC di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss pada Senin (16/1).
"Tetapi dalam jangka menengah hingga panjang, ini adalah hal yang sangat positif dalam memastikan bahwa rantai pasokan berfungsi lebih efisien dan lebih efektif, memastikan bahwa permintaan di China dan memang perdagangan secara lebih umum berlanjut dalam pola yang lebih positif," paparnya.
Seperti diketahui, China telah mengakhiri sebagian besar kebijakan Covid-19 yang ketat pada awal Desember 2022. Namun ketika langkah tersebut dilakukan, negara itu masih menghadapi lonjakan kasus Virus Corona.
Beijing melaporkan pada Sabtu (14/1) bahwa hampir 60.000 pasien Covid-19 telah meninggal dunia di rumah sakit sejak China mencabut pembatasan yang ketat bulan lalu, peningkatan tajam dari angka sebelumnya.
Pembukaan kembali China, di samping serangkaian kejutan data yqng positif, telah dikutip oleh sejumlah ekonom dalam beberapa pekan terakhir sebagai salah satu faktor untuk meningkatkan perkiraan ekonomi global yang sebelumnya suram.
"Salah satu pendorong inflasi adalah guncangan pasokan yang terkait dengan pasokan global yang tidak mampu memenuhi permintaan global..secepat yang diperlukan," beber Cormann.
"Jadi, China kembali ke pasar global dengan sungguh-sungguh dan rantai pasokan berfungsi lebih efisien akan membantu menurunkan inflasi. Jelas, ini sangat positif," ujarnya.
Advertisement
The Fed Pede Inflasi AS Bisa Melandai Tanpa Harus Korbankan Pertumbuhan Ekonomi
Pejabat Federal Reserve (The Fed) mengungkapkan keyakinannya bahwa inflasi di Amerika Serikat bisa mereda tanpa memicu penurunan ekonomi yang signifikan.Â
Gubernur The Fed Michelle Bowman menjelaskan. hal itu didukung dari rendahnya angka pengangguran di AS, meski suku bunga terus naik. Menurutnya, hal itu bisa menjadi harapan.Â
"(Jumlah) pengangguran tetap rendah karena kami telah memperketat kebijakan moneter dan membuat kemajuan dalam menurunkan inflasi," ujar Bowman dalam pidato yang disiapkan untuk sebuah acara di Florida, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (11/1/2023).
"Saya menganggap ini sebagai tanda harapan bahwa kita dapat berhasil menurunkan inflasi tanpa penurunan ekonomi yang signifikan," tambahnya.
Bowman menyebut, meredanya inflasi AS juga didorong oleh kekuatan pasar kerja, bersama dengan tingkat utang yang rendah di antara rumah tangga.
"Utang yang rendah dan neraca yang kuat bersama dengan pasar tenaga kerja yang kuat berarti konsumen dan bisnis dapat terus berbelanja meski pertumbuhan ekonomi melambat," jelas dia.
Tetapi dia juga memperingatkan bahwa Federal Open Market Committee yang mengatur kebijakan The Fed akan terus menaikkan suku bunga karena masih banyak upaya yang harus dilakukan untuk menurunkan inflasi.
Gubernur The Fed itu menambahkan, suku bunga kemungkinan harus tetap pada tingkat yang "cukup membatasi" untuk beberapa waktu untuk memulihkan stabilitas harga di AS.
Seperti diketahui, The Fed pada Desember 2022 menaikkan siku bunga 0,5 persen, menjadi 4,25 persen -4,5 persen poin persentase. Langkah tersebut menandai kenaikan suku bunga dengan level tertinggi dalam 15 tahun.
Gubernur The Fed: Atasi Inflasi AS Butuh Kebijakan Tak Populer
Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell pada Selasa 10 Januari 2023 menekankan bahwa Bank Sentral AS harus bebas dari tekanan politik saat berupaya meredam inflasi yang tak kunjung turun juga.
Powell mengungkapkan bahwa menstabilkan inflasi Amerika Serikat membutuhkan pengambilan keputusan sulit yang secara politik mungkin tidak populer.
"Stabilitas harga adalah landasan ekonomi yang sehat dan memberikan manfaat yang tak terukur kepada publik dari waktu ke waktu," ujarnya, dikutip dari CNBC International, Rabu (11/1/2023).
"Tetapi memulihkan stabilitas harga ketika inflasi tinggi memerlukan langkah-langkah yang tidak populer dalam jangka pendek karena kami menaikkan suku bunga untuk memperlambat ekonomi," sambungnya.
Dia juga menyebut, "Tidak adanya kontrol politik langsung atas keputusan yang memungkinkan kami mengambil tindakan yang diperlukan ini, tanpa mempertimbangkan faktor politik jangka pendek".
Pernyataan Powell disampaikan dalam sebuah forum untuk membahas independensi bank sentral.
Pidatonya diyakini tidak mengandung petunjuk langsung tentang ke mana arah kebijakan Fed selanjutnya, yang telah menaikkan suku bunga hingga tujuh kali pada tahun 2022.Â
Advertisement