Liputan6.com, Jakarta - India disebut akan menyusul China tahun ini untuk menjadi negara terpadat di dunia. Populasi India diperkirakan akan melewati tonggak itu dalam beberapa bulan mendatang, ketika China melaporkan bahwa populasinya menyusut pada 2022 untuk pertama kalinya dalam lebih dari 60 tahun.
Melansir CNN Business, Rabu (18/1/2023), pergeseran ini juga diyakini akan memiliki implikasi ekonomi yang signifikan bagi kedua negara Asia tersebut, yang masing-masing memiliki lebih dari 1,4 miliar penduduk.
Baca Juga
Seiring dengan data populasi, China juga melaporkan salah satu angka pertumbuhan ekonomi terburuknya dalam hampir setengah abad, menggarisbawahi tantangan berat yang dihadapi negara itu ketika jumlah kerjanya menyusut dan jumlah pensiunan membengkak.
Advertisement
Meski populasinya akan semakin naik, ada kekhawatiran tentang sedikitnya lapangan kerja bagi jutaan anak muda di India yang sudah memasuki dunia kerja setiap tahun.
Data pada tahun 2021 dari Bank Dunia menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja di India, perkiraan angkatan kerja aktif dan orang yang mencari pekerjaan, mencapai 46 persen. Ini termasuk yang terendah di Asia.
Sebagai perbandingan, tingkat partisipasi kerja di China dan Amerika Serikat masing-masing mencapai 68 persen dan 61 persen pada tahun yang sama.
Selain itu, tingkat partisipasi kerja perempuan di India juga hanya mencapai 19 persen pada tahun 2021, turun dari sekitar 26 persen pada tahun 2005.
"India sedang duduk di atas bom waktu," kata Chandrasekhar Sripada, profesor perilaku organisasi di Indian School of Business.
"Akan ada keresahan sosial jika tidak dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup dalam waktu yang relatif singkat," sebutnya.
Masih Perlu Penambahan Lapangan Kerja
Tingkat pengangguran India pada Desember 2022 mencapai 8,3 persen, menurut Pusat Pemantauan Ekonomi India (CMIE), sebuah think tank independen yang berkantor pusat di Mumbai.
"India memiliki populasi kaum muda terbesar di dunia… Tidak ada kelangkaan modal di dunia saat ini," tulis Mahesh Vyas, CEO CMIE, dalam postingan blog tahun lalu.
"Idealnya, India harus mengambil peluang langka ketersediaan tenaga kerja dan modal untuk mendorong pertumbuhan yang cepat," jelasnya.
Perekonomian terbesar ketiga di Asia itu juga perlu menciptakan lebih banyak pekerjaan non-pertanian untuk mewujudkan potensi ekonominya secara penuh.
Menurut data pemerintah negara itu baru-baru ini, lebih dari 45 persen tenaga kerja India dipekerjakan di sektor pertanian.
Laporan tahun 2020 oleh McKinsey Global Institute mengatakan, India perlu menciptakan setidaknya 90 juta pekerjaan non-pertanian baru pada tahun 2030 untuk menyerap pekerja baru
Saat ketegangan antara China dan Barat meningkat, India telah membuat beberapa kemajuan dalam meningkatkan manufaktur dengan menarik raksasa internasional seperti Apple untuk memproduksi lebih banyak di negara tersebut. Namun, pabrik hanya menyumbang 14 persen dari PDB India, menurut Bank Dunia.
Dengan perkiraan pertumbuhan PDB sebesar 6,8 persen untuk kuartal pertama 2023, India diharapkan menjadi negara ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Tettapi, menurut seorang mantan bankir, pertumbuhan ini masih "belum cukup" untuk mendukung ekonomi negara itu.
"Banyak dari pertumbuhan ini adalah pertumbuhan pengangguran. Pekerjaan pada dasarnya adalah tugas utama untuk ekonomi. Kami tidak membutuhkan semua orang untuk menjadi programmer atau konsultan perangkat lunak, tetapi kami membutuhkan pekerjaan yang layak," ujar Raghuram Rajan, mantan gubernur Reserve Bank of India, kepada perusahaan media NDTV tahun lalu.
Advertisement
Dikenal Punya Penduduk Terbanyak Dunia, Jumlah Warga China Turun Pertama Kali Sejak 1960-an
Populasi China menurun pada tahun 2022. Penurunan populasi itu merupakan yang pertama sejak awal tahun 1960-an. Populasi China, tidak termasuk orang asing, turun 850.000 orang pada 2022 menjadi 1,41 miliar, menurut biro statistik negara itu.
Di tahun 2022 juga, China melaporkan 9,56 juta kelahiran dan 10,41 juta kematian. Pangsa populasi usia 16 hingga 59 di China juga tumbuh lebih rendah menjadi 62 persen, turun dari 62,5 persen tahun sebelumnya.
Turunnya jumlah penduduk China diungkapkan oleh kata Biro Statistik Nasional negara tersebut pada 17 Januari 2023. Melansir CNBC International, Selasa (17/1/2023) kritikus kebijakan satu anak di China sekaligus penulis buku Big Country With an Empty Nest, yakni Yi Fuxian menyebut jika ini pertama kali sejak kurun 1960-an.
"Kontraksi total populasi mencerminkan dampak pandemi dan penurunan ekonomi yang terkait dengan permintaan kesuburan," kata Yue Su, ekonom utama, Economist Intelligence Unit, dalam sebuah catatan.
Namun dia yakin, China dapat melihat populasinya tumbuh kembali meski dalam jangka pendek setelah dampak pandemi Covid-19 mereda.
"Terlepas dampak negatif dari ukuran populasi yang menyusut pada potensi pertumbuhan jangka panjang DI China, kami merekomendasikan perusahaan untuk melihat peluang yang tertanam dalam struktur populasi," pungkasnya.
Menurutnya, ukuran keluarga yang lebih kecil akan mendorong transformasi dan peningkatan konsumsi. 'Ekonomi perak' yang terkait dengan tren penuaan akan menjadi titik pertumbuhan lainnya."
65,22 Persen Penduduk China Tinggal di Perkotaan
Sementara itu China mengungkapkan, 65,22 persen penduduknya tinggal di daerah perkotaan tahun lalu, naik dari 64,72 persen tahun sebelumnya.
Jika dibandingkan, sekitar 83 persen populasi AS tinggal di daerah perkotaan pada tahun 2021, menurut Bank Dunia.
Namun penurunan populasi di China sepertinya tidak menjadi hal yang baru bagi negara itu.
Pada tahun 2021 saja, populasi China tumbuh dengan peningkatan paling lambat dalam catatan.
Populasi China pada akhir 2021, yang tidak termasuk warga asing, naik 480.000 menjadi 1,41 miliar orang pada akhir 2021, menurut Biro Statistik Nasional.
Kelahiran baru di China turun 13 persen pada 2021 menjadi 10,62 juta bayi.
Bahkan pada tahun 2020, kelahiran di China turun 22 persen.
Secara terpisah selama akhir pekan, otoritas kesehatan China mengungkapkan hampir 60.000 kematian terkait Covid-19 di rumah sakit China antara 8 Desember 2022 hingga 12 Januari 2023. Mayoritas adalah warga lanjut usia, dan usia rata-rata kematian adalah 80,3 tahun, menurut pihak berwenang negara itu.
Advertisement