Sukses

Pengamat Usul Tarif Jalan Berbayar di Jakarta atau ERP Maksimal Rp 75 Ribu

Pemberlakuan tarif jalan berbayar di Jakarta atau ERP untuk mengurangi angka kemacetan di jalan-jalan di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengusulkan tarif yang lebih tinggi dalam penerapan Jalan Berbayar atau Elektronik (Electronic Road Pricing/ERP). Misalnya, dengan menetapkan tarif jalan berbayar di Jakarta paling tinggi sebesar Rp 75.000.

Pemberlakuan ERP untuk mengurangi angka kemacetan di jalan-jalan di Jakarta. Maka, tarif yang tinggi, bisa jadi satu pilihan untuk memberikan efek jera.

"Tarif yang dikenakan bisa ditinggikan lagi, tarif Rp 5 ribu - 20 ribu masih terlalu rendah, batas tertinggi bisa mencapai Rp 75 ribu. Tujuannya, agar ada efek jera menggunakan kendaraan pribadi secara berlebihan di jalan umum," kata dia dalam keterangannya, Rabu (18/1/2023).

Pengenaan tarif di jalan umum sendiri, ternyata tak tiba-tiba muncul saat ini. Wacananya sudah bergulir bertahun-tahun lalu. Sementara, pelaksanaan ERP pun sudah diberlakukan di beberapa negara di dunia, dengan tarif yang juga variatif.

Sebut saja ERP di Oslo, Norwegia dengan sistem pemungutan tarif di 27 titik pembayaran. Kisarannya antara USD 5 sampai USD 18 dan beroperasi setiap hari. Jika dikonversi, tarif tertinggi setara dengan Rp 273 ribu. Dari sini, menghasilkan pemasukan bruto per tahun USD 400 juta dan biaya operasional 45 juta USD atau sekitar 11 persen. Dampaknya, terjadi penurunan lalu lintas sebesar 10 persen.

Kemudian, di Stockholm, Swedia ERP diterapkan sebagai pajak uang dikenakan pada kendaraan yang masuk Stockholm. Kebijakan ini dinamai Stockholm Congestion Tax (SCT) dan berlaku efektif 1 Agustus 2007 setelah 7 bulan melalui uji coba. Jenis pemungutan congestion charging dengan 18 titik pembayaran.

Tarif yang dikenakan antara USD 1,40 - USD 2,85 dan beroperasi mulai jam 06.30 hingga 18.29 dari hari Senin hingga Jumat, kecuali bulan Juli. Pemasukan bruto per tahun 125 juta USD dan biaya operasional 23 juta USD atau sekitar 18 persen. Dampaknya, terjadi penurunan lalu lintas pada waktu puncak sebesar 25 persen dan kondisi selain waktu puncak sebesar 20 persen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

London dan Singapura

Selanjutnya, London, Inggris. ERP digagas tahun 1964 oleh Ahli Ekonomi Robert Smith dengan konsep road charging dan dimulai 17 Februari 2003 oleh Walikota London Kenneth Robert Livingstone (2000-2008). Jenis pemungutan congestion charging di semua kawasan atau area.

Tarif yang dikenakan antara USD 13,60 - USD 18,20 dan beroperasi mulai jam 06.30 hingga 18.00. Pemasukan bruto per tahun USD 450 juta dan biaya operasional USD 300 juta atau 67 persen. Terjadi penurunan lalu lintas pada puncak lalu lintas, dan lalu linta biasa sebesar 20 persen.

"Singapura adalah negara pertama yang mengaplikasikan ERP tahun 1998, awalnya disebut urban road user charging. Sebelum ERP, Singapura menggunakan Area-Licensing Scheme (ALS). Tahun 1998, ALS diganti dengan Electronic Road Pricing (ERP)," kata dia.

"Jenis pemungutan congestion charging di 42 titik pembayaran. Tarif yang dikenakan antara USD 0,40 – 6,20, beroperasi mulai jam 07.00 hingga 21.30 dan tarif bisa berubah sesuai dengan jam. Pemasukan bruto per tahun USD 65 juta dan biaya operasional USD 12,25 juta atau 19 persen. Terjadi penurunan lalu lintas pada peak dan off peak sebesar 25 persen," terang Djoko.

 

3 dari 4 halaman

Penerapan

Lebih lanjut, Djoko mengatakan kalau penerapan ERP jadi salah satu upaya pengendalian kemacetan. Karena, ada pembatasan secara tidak langsung dengan penerapannya.

"Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, diperlukan kemauan besar untuk melaksanakan strategi guna membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Salah satunya dengan penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik," kata dia.

"Kalau kebijakan ganjil genap dan 3 in 1, Pemprov. DKI Jakarta lebih banyak mengeluarkan anggaran untuk pengawasan, penjagaan dalam penegakan aturan ganjil genap. Untuk penerapan ERP, Pemprov. DKI Jakarta akan mendapatkan pemasukan yang bisa dipakai untuk mendanai subsidi angkutan umum," sambungnya.

Dalam pelaksanaan nantinya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta bisa melakukan uji coba di salah satu ruas terlebih dahulu. Baru secara bertahap akan menyasar ke lokasi-lokasi lainnya.

"Untuk tarif, sebaiknya DKI Jakarta juga mematangkan kisaran tarif dan perhitungan tarif. Di sisi lain, ia juga mengingatkan Dishub DKI Jakarta untuk mengendalikan kemacetan lebih efektif. Selain menerapkan ERP, Dishub DKI Jakarta juga bisa menerapkan strategi penerapan tarif parkir yang progresif di pusat kota, serta pajak kendaraan progresif," pungkas Djoko Setijowarno.

 

4 dari 4 halaman

Diterapkan 2024

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno memandang kebijakan jalan berbayar elektronik atau Electronic Toad Pricing (ERP) bisa berlaku tahun 2024 mendatang. Mengingat, masih perlu sosialisasi dan penyiapan angkutan secara terintegrasi.

Djoko menyebut, kondisi angkutan umum di wilayah sekitar Jakarta masih perlu dibenahi kembali. Sehingga, setelah ERP di Jakarta diberlakukan, pengguna jalan punya pilihan angkutan umum yang memadai.

"Sebaiknya tahun depan atau 2024 mulai dioperasikan ERP ini dan telah LRT Jabodebek beroperasi tahun ini (dapat menambah kapasitas angkutan umum) dan masih ada sisa waktu untuk sosialisasi ke warga," kata dia dalam keterangannya, Rabu (18/1/2023).

Dia mengatakan, akses transportasi umum bagi warga Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) yang masih butuh jaringan angkutan umum yang lebih banyak. Utamanya bagi pekerja di Jakarta.

Dengan penerapan ERP, otomatis sebagian orang akan diberi pilihan, menggunakan moda transportasi lain, atau terpaksa membayar. Untuk opsi pertama, maka akses transportasi umum menjadi hal penting yang perlu dicapai.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.