Liputan6.com, Jakarta - Pemasukan investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) pada 2022 tercatat sebesar USD 12,3 miliar, atau masih 93 persen dari target USD 13,2 miliar.
Meski belum 100 persen, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mematok target investasi migas di angka lebih tinggi pada 2023, yakni sebesar USD 15,54 miliar.
Baca Juga
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto meyakini, Indonesia masih jadi salah satu negara yang diincar oleh investor global untuk menanamkan modalnya.
Advertisement
"Investasi diharapkan meningkat cukup baik, dari USD 12,3 miliar menjadi USD 15,5 miliar. Jadi kira-kira 26 persen. Kalau dilihat dunia dan inflasi 5 persen, maka sesungguhnya di luar inflasi maka pertumbuhan investasi riil di atas 20 persen, lebih tinggi dari rata-rata investasi global yang hanya 5 persen," ujarnya dalam sesi konferensi pers, Rabu (18/1/2023).
Bila dibandingkan dengan pemasukan investasi migas di tahun lalu, Dwi Soetjipto menghitung akan ada kenaikan sekitar 26 persen pada 2023. Angka tersebut pun masih lebih tinggi dari kenaikan investasi gdilihat
"Kemudian 2023, kita Insya Allah akan naik 26 persen dari 2022, dan lebih tinggi dari global sekitar 6,5 persen," imbuhnya.
Menurut dia, target lonjakan investasi ini bakal berjalan beriringan dengan tingkat kenaikan aktivitas, khususnya di sektor pengeboran sumur migas (drilling) yang dilakukan pihak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Drilling diharapkan memberikan harapan baru bagi kita bisa meningkatkan, membawa kembali produksi dan lifting minyak dan gas di Indonesia," kata Dwi Soetjipto.
"Kenapa 2023 masih mau naik lagi, karena memang kita melihat komitmen rencana kerja dari para KKKS menunjukan angka drilling naik, dari 760 sumur naik jadi 990an. Cukup tajam kenaikan sumur di sana," ungkapnya.
Â
Terus Pantau Target
SKK Migas pun disebutnya bakal terus memantau rencana eksplorasi 2023 untuk 57 sumur (meningkat 90 persen dari capaian 2022, 30 sumur), dengan target investasi USD 1,7 miliar di 2023, atau meningkat 112 persen dari perolehan 2022 sebesar USD 0,8 miliar.
"Tentu kita akan berjuang supaya itu bisa terjadi, karena ini sudah tertuang dalam rencana kerja mereka (KKKS)," kata Dwi Soetjipto.
Pemerintah dalam hal ini pun sedang berupaya agar pemasukan investasi migas 2023 bisa lebih moncer. Itu dilaksanakan lewat revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Hulu Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang diagendakan rampung tahun ini.
"Perbaikan iklim investasi, mitra dan kepastian hukum, sekarang masih digarap revisi UU migas. Itu menjadi hal yang membuat investor lebih percaya. Itu harus lebih di-improve ke depan," tutur Dwi Soetjipto.
Advertisement
Investasi dan Lifting Migas RI 2022 Belum Capai Sasaran
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, penerimaan negara dari sektor hulu migas di 2022 tembus USD 18,19 miliar, atau sekitar Rp 272,85 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar AS). Namun, itu tidak dibarengi dengan angka migas siap jual (lifting migas) dan investasi di sisi hulu migas yang belum mencapai target.
Menurut laporan SKK Migas, pemasukan investasi migas di 2022 sebesar USD 12,3 miliar dari target USD 13,2 miliar, atau 93 persen. Sementara, lifting minyak tahun lalu mencapai 612,3 million barrel oil per day (MBOPD), atau sekitar 93 persen dari dari target APBN 2022 (703 MBOPD).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto beralasan, belum maksimalnya capaian tersebut bisa dihubungkan dengan jumlah kegiatan pengeboran sumur migas (drilling) dan pemasukan investasi yang saling berkaitan.
Pada tahun lalu, ia menyebut kegiatan pengeboran sumur masih terhalang oleh merebaknya pandemi Covid-19, khususnya varian omicron yang menghalang segala kegiatan di sektor hulu migas.
"Kita menghadapi banyak kendala-kendala. Seperti misalnya pandemi yang waktu itu masih terjadi, Covid-19. Sehingga belum bisa full orang dikerahkan di lapangan," ujar Dwi Soetjipto dalam sesi konferensi pers, Rabu (18/1/2023).
Â
Keterlambatan
Kedua, Dwi melaporkan adanya keterlambatan-keterlambatan kegiatan drilling yang terjadi di awal tahun.
"Kenapa, karena penyediaan rig tidak gampang. Jadi kita sekarang sudah sangat mepet rig-rig tersedia di Indonesia. Sehingga kita sudah mulai banyak mencari di luar negeri untuk bisa dipakai untuk drilling di Indonesia," ungkapnya.
Terlebih, ia menambahkan, dalam investasi di sektor pengeboran Indonesia banyak menghadapi proses-proses pembebasan lahan. Perizinan untuk kegiatan tersebut kerap beradu dengan kepentingan sektor usaha yang ada di atas lahan, semisal perkebunan.
"Itu prosesnya cukup lama untuk bisa dapat izin yang menguasai di atas untuk kita bisa melakukan kegiatan drilling di situ. Sehingga kita harapkan (target investasi) USD 13 (miliar), realisasinya USD 12,3 (miliar)," tutur Dwi Soetjipto.Â
Advertisement