Sukses

Indonesia Butuh Investasi Rp 1,9 Kuadriliun demi Capai Emisi Nol di 2060

Menteri ESDM Arifin Tasrif : Indonesia butuh investasi USD 125,9 miliar sampai 2030 untuk mencapai emisi nol pada 2060.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan investasi senilai USD 125,9 miliar atau sekitar Rp. 1,909 kuadriliun (asumsi kurs Rp15.700 per dolar AS), sampai 2030 untuk mencapai emisi nol pada 2060.

Hal itu ia sampaikan saat menyampaikan pidato pada Forum Ekonomi Dunia (The World Economic Forum/WEF) 2023 yang digelar di Davos, Swiss pada Rabu (18/1).

Arifin membeberkan, pada 2022 lalu realisasi investasi untuk transisi energi di Indonesia mencapai USD 1,97 miliar atau Rp. 29,9 triliun. Sementara total rencana investasi sampai 2025 adalah USD 57,9 miliar atau Rp. 879,1 triliun.

"Bisa dibayangkan atau tidak, berapa banyak uang yang kami perlukan untuk mencapai Net Zero Emission secara global?," ujar Arifin, dikutip dari keterangan resmi Kementerian ESDM, Kamis (19/1/2023).

"Sampai 2030 adalah USD 125,9 miliar, ada penambahan investasi USD 68 miliar dari 2025," paparnya.

Arifin melihat, negara maju, negara berkembang, dan negara belum berkembang punya kemampuan yang berbeda dalam pendanaan.

"Di sini kita memerlukan bantuan dan dukungan dari organisasi keuangan untuk menciptakan keseimbangan global melalui mobilisasi pendanaan dengan mekanisme yang sederhana dan lebih mudah dipahami, sehingga bisa diakses dan terjangkau untuk semua," ujarnya.

Dia juga menjelaskan bahwa Indonesia telah menetapkan peta jalan secara detil yang membutuhkan investasi senilai USD 2,5 triliun, di mana lebih dari separuh akan diserap oleh sektor energi.

Oleh karena itu, Arifin mengundang investor untuk mendukung upaya Indonesia menjalankan transisi energi dan Net Zero Emission, juga membuka peluang kolaborasi dengan negara mitra maupun organisasi internasional.

"Kami sangat senang bisa berdiskusi dengan hadirin sekalian," pungkasnya.

 

2 dari 4 halaman

Implementasi Menuju Transisi Energi Bukan Langkah yang Mudah

Dalam pidato pembukaannya pada Workshop "Fast Tracking Energy Transition Investment in Developing Economies", Arifin mengakui, menetapkan strategi, program, dan target menuju transisi energi memang hal yang lebih mudah.

Tetapi tantangan terbesarnya adalah implementasi nyata menuju transisi energi dan memastikan keterjangkauan energi oleh masyarakat.

"Bagian paling sulit adalah implementasi konkret menuju transisi energi, memastikan keterjangkauan energi oleh rakyat, aksesibilitas dan dekarbonisasi yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat," kata Arifin.

Dia pun menyadari bahwa Indonesia, dan juga banyak negara lain, terutama negara berkembang, masih mengandalkan sumber energi fosil. Maka dari itu, untuk mencapai target transisi energi, pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi penting.

"Dalam kondisi demikian, diperlukan komitmen tinggi dan semangat kolaborasi yang kuat, sehingga tidak ada masyarakat yang tertinggal di belakang, terutama yang masih bergantung kepada energi fosil. Bumi di mana kita tinggal telah menyediakan begitu banyak sumber EBT, tanggung jawab kita adalah mengambil manfaat dari sumber daya yang ada untuk kemanfaatan bagi rakyat," sambungnya.

Selain itu, Menteri ESDM juga menekankan soal pentingnya mineral sebagai bahan pendukung yang penting bagi industri untuk transisi energi.

"Saya percaya bahwa kita perlu memberikan perhatian lebih untuk mengoptimalkan sumberdaya mineral tersebut, termasuk dalam fase pemrosesan," katanya.

3 dari 4 halaman

Kejar Target Nol Emisi, Pertamina Disebut Garda Terdepan Dekarbonisasi

Pertamina dinilai menjadi garda terdepan upaya dekarbonisasi. Hal itu dibuktikan dari berbagai peran aktif BUMN tersebut dalam mitigasi karbon, guna mencapai target nol emisi pada 2060.

Hal ini disampaikan Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW), M Adnan Rarasina.

"Pertamina menunjukkan komitmen luar biasa. Mereka berperan sangat aktif dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Tidak berlebihan dikatakan, bahwa saat ini Pertamina menjadi garda terdepan dekarbonisasi," kata Adnan.

Adnan menambahkan, Pertamina membuktikan keseriusan upaya dekarbonisasi melalui berbagai langkah strategis. Termasuk melalui percepatan transisi energi, keterlibatan dalam pengembangan kawasan industri hijau, dan juga partisipasi aktif dalam Business 20 (B20), yang merupakan bagian dari G20 di Bali beberapa waktu lalu.

"Pertamina sangat komit dengan Peta Jalan (Road Map) NZE yang telah diluncurkan. Semua itu bukti mereka sebagai garda terdepan. Bahkan, di tingkat global pun, keseriusan Pertamina juga diakui, dengan meraih peringkat kedua ESG untuk kategori industri minyak dan gas. Semua itu kan fakta," lanjutnya.

Adnan melanjutkan, komitmen Pertamina juga ditunjukkan dengan memberikan perhatian penuh pada pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui transformasi ekonomi hijau.

Salah satu dukungan penuh akselerasi transisi energi tersebut, ditunjukkan melalui partisipasi aktif dalam Business 20 (B20) yang merupakan bagian dari G20 di Bali beberapa waktu lalu.

4 dari 4 halaman

Kawasan Industri Hijau

Pengembangan kawasan industri hijau, juga menjadi salah satu contoh peran serta Pertamina dalam dekarbonisasi. Misalnya, ketika BUMN itu berperan dalam pengembangan green industry cluster di Jababeka.

Peran serta Pertamina dalam kawasan tersebut, antara lain, melalui pemasangan panel untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

Pengembangan kawasan industri hijau sendiri, menurut Adnan, memang sangat penting. Untuk Jababeka misalnya, di dalamnya terdapat lebih dari 2.000 perusahaan dari 30 negara.

Selain Pertamina, beberapa perusahaan yang berkolaborasi menciptakan klaster net zero pertama di Asia Tenggara tersebut, antara lain Hitachi, Unilever, dan L'Oréal.

“Salah satu penyumbang karbon terbesar saat ini memang kalangan industri. Untuk itu, upaya Pertamina dalam mengembangkan kawasan industri hijau, diharapkan kan berpengaruh cukup nyata terhadap dekarbonisasi. Terpenting, upaya tersebut tidak berhenti sampai di sana, namun harus berkelanjutan,” pungkasnya.