Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali menaikan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen pada Januari 2022. Kenaikan BI 7-Day Reserve Repo Rate ini tujuan untuk menjaga ketahanan inflasi.
Namun, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menginginkan, bunga acuan 5,75 persen ini bakal terus bertahan hingga penghujung 2023.
Baca Juga
"Kita berharap Bank Indonesia menahan suku bunga acuan 5,75 persen di sisa 2023, sembari tetap waspada terhadap perkembangan ekonomi global yang masih dipenuhi ketidakpastian," ujar Faisal dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Jumar (20/1/2023).
Advertisement
Faisal menilai, kebanyakan bank sentral telah mengumumkan bahwa kenaikan bunga acuan di tahun ini tidak akan seagresif di 2022. "Kita melihat kebijakan bunga acuan global akan memuncak pada akhir semester 2023," imbuhnya.
Di sisi lain, bank sentral Amerika Serikat The Fed memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan 75 bps pada tahun ini. Meski berbanding dengan harapan pasar yang meminta kenaikan maksimal 25 bps, The Fed memberi sinyal akan mulai menurunkan bunga acuannya pada 2024 mendatang.
Adapun hingga 18 Juni 2023, terdapat 5 bank sentral yang sudah mengangkat policy rates. Antara lain, Bank of Israel sebesar 50 bps menjadi 3,75 persen, Bank Nasional Romania 25 bps jadi 7,00 persen, Bank Nasional Serbia 25 bps jadi 5,25 persen, Bank Peru 25 bps jadi 7,75 persen, dan Bank Korea 25 bps jadi 3,50 pereen.
Menanggapi kenaikan agresif kebijakan moneter tersebut, Faisal yakin aliran modal akan banyak beralih ke negara berkembang, termasuk Indonesia, khususnya pasar obligasi.
"Meskipun aliran modal keluar terus terjadi di pasar saham karena harga komoditas menurun dan berkembangnya kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam tren apresiasi, menguat 3 persen secara year to date," tuturnya.
BI Naikkan Suku Bunga Acuan jadi 5,75 Persen
Sebelumnya, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan BI, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 0,25 basis poin (bps), dari sebelumnya 5,50 persen menjadi 5,75 persen.
"Berdasarkan hasil asesmen dan proyeksi menyeluruh, rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada tanggal 18-19 Januari 2023 memutuskan untuk menaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat membacakan hasil RDG BI, Kamis (19/1/2023).
Selain suku bunga acuan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Januari 2023 juga mengangkat suku bunga deposit facility naik sebesar 25 bps menjadi 5 persen, dan suku bunga landing facility sebesar 25 bps menjadi 6,5 persen.
Perry menjabarkan, putusan kenaikan suku bunga acuan ini dibuat untuk menjaga lonjakan inflasi yang potensial terjadi ke depan, seiring pergolakan ekonomi di tingkat global.
"Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre emptive dan forward looking dalam memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan," ungkapnya.
Sebagai catatan, Bank Indonesia telah menaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 225 bps secara akumulatif sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75 persen.
"Ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetep berada di 3 plus minus 1 persen pada semester I 2023, dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) kembali dalam sasaran 3 plus minus 1 persen pada semester II 2023," terang Perry.
Advertisement
BI Janji Tak Agresif Naikkan Suku Bunga Acuan seperti AS
Bank Indonesia (BI) berjanji tidak akan lagi menaikkan suku bunga acuan secara berlebihan. Lantaran, BI memprediksi tingkat inflasi akan menurun diangka 3 persen pada 2023.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam seminar outlook perekonomian Indonesia 2023 dengan tema resiliensi ekonomi melalui transformasi struktural, di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
"Kami tidak perlu menaikkan suku bunga berlebihan, agresif seperti Amerika Serikat atau negara lain. Kami secara terukur, pastikan inflasi inti kembali di bawah 4 persen pada semester I/2023. As early as possible," tegas Perry.
Perry menyebut kenaikan inflasi tentu tidak akan terus-menerus terjadi, sebab Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi inflasi.
Disisi lain, The Fed pun dinilai tidak akan terus menerus melakukan pengetatan kebijakan moneternya. Oleh karena itu, Perry yakin hal itu akan berimbas terhadap Indonesia dan inflasi di dalam negeri turut mereda.
Bos BI memprediksi inflasi inti diyakinii akan mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu di bawah 3 persen pada semester I tahun 2023. Begitupun inflasi secara keseluruhan diprediksi secara tahunan dapat berada diangka 3 persen.
"Akhir tahun depan inflasi kami perkirakan adalah di sekitar 3 persen, Indeks Harga Konsumen ya. Kalau inflasi inti sudah di bawah 3 persen pada semester I tahun 2023, tetapi kalau IHK karena dampak based, akhir tahun depan sekitar 3 persen," ujarnya.
Sementara itu, adanya peranan fiskal.dengab pemberian subsidi mendorong tekanan inflasi bisa cukup terjaga. Sehingga mampu mengimbangi ketika suku bunga di Amerika Serikat masih berada di level tertinggi.