Liputan6.com, Jakarta Sejumlah daerah penghasil Minyak dan Gas (Migas) di Jatim ternyata hanya mendapatkan 0,5 persen Dana Bagi Hasil (DBH). Angka tersebut berbanding terbalik dengan wilayah ujung pipa (daerah yang mengeluarkan migas) yang mendapat satu persen.
Salah satu kepala daerah penghasil minyak yang lantang berteriak minta keadilan adalah Bupati Sumenep, Achmad Fauzi. Dia mendorong adanya revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang memuat DBH Migas antara pemerintah pusat dan daerah.
Baca Juga
"Aturan baru itu kami nilai tidak berpihak kepada wilayah penghasil Migas, seperti di kabupaten Sumenep," ujar usai menggelar pertemuan dengan SKK Migas Perwakilan Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabanusa) di Surabaya, Jumat (20/1/2023).
Advertisement
Bupati Fauzi mengungkapkan, aturan baru itu juga masih menguntungkan daerah pengelola migas, dimana ujung dari pipa berada. "Pasti diuntungkan, dari DBH dapat dan dari bisnisnya juga dapat, ini yang menurut saya harus dipelajari kembali," ucapnya.
Bupati Fauzi mengatakan, dalam aturan baru itu disebutkan bahwa kabupaten Sumenep hanya mendapat 0,5 persen dari DBH Migas yang diberikan pemerintah pusat. Jumlah itu jauh dibawah provinsi Jatim yang memperoleh DBH 10 persen, dan daerah pengelola yang dapat 2 persen.
"Kalau eksplorasinya jarak 4 sampai 12 mil itu itungannya 19,5 dibagi 37 kabupaten. Karena rata-rata eksplorasi Migas di Sumenep di wilayah itu, jadi kita hanya dapat 0,5 persen. Dan satu persen untuk daerah pengelola," ucapnya.
"Kita walaupun daerah penghasil ya 19,5 dibagi 37 dan provinsi dapat 10 persen. Menurut saya skema proporsi dari aturan ini masih kurang berpihak," tambah politisi PDI Perjuangan itu.
Â
DBH Migas Ideal
Bupati Fauzi menyebut, idealnya, jumlah DBH Migas yang diperoleh kabupaten Sumenep adalah 6 persen. Besaran prosentase itu dinilai cukup imbang, karena dalam UU Nomor 1 tahun 2022 disebutkan bahwa DBH Migas yang dibagikan pemerintah ke daerah penghasil, pada eksplorasi dibawah 4 mil mencapai 13 persen.
Jumlah itu, lanjut Bupati Fauzi, dirasa adil karena akan berdampak sistemik bagi masyarakat, sehingga bisa mengurangi angka kemiskinan di wilayah Madura.
"Paling tidak daerah penghasil kan dapat 6 persen kan itu masih lumayan. Tapi semuanya saya serahkan kepada pemerintah pusat. Tapi kan pemerintah daerah sama keinginannya," ujarnya.
"Kita boleh dong menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat. Revisi UU itu belum berdampak sistemik bagi daerah," imbuh bupati yang gemar memakai blangkon itu.
Â
Advertisement
DBH Migas
Bupati Fauzi menjelaskan, total DBH Migas yang dibagikan ke pulau Madura hanya Rp 123 miliar. Besaran itu jika dihitung dengan seluruh jumlah penduduk di Madura, maka setiap warganya hanya mendapatkan Rp 31 ribu saja. Jumlah itu dirasakan tidak seimbang, karena wilayah Madura merupakan daerah penghasil Migas di Jatim.
"DBH Madura kan masuk terendah dan ini berkaitan liftingnya. Kalau dibagi hanya 31 ribu perorang. Kalau dibreakdown lagi di Sumenep hanya Rp 28 ribu. Maksud saya kalau dihitung jumlah penduduk dan DBH Migas segitu untuk daerah penghasil maka ini tidak seimbang," katanya.
Dia berharap agar pemerintah pusat mengkaji ulang aturan itu, agar wilayah penghasil Migas bisa memperoleh DBH lebih besar untuk mengurangi angka kemiskinan.
"Paling tidak suatu saat akan menjadi pemikiran pemerintah pusat untuk pertimbangan itu," ujarnya.